Snorkeling di Pulau Petong, Mengapa Tidak? (1)

Pulau Petong ini berada di sisi selatan Batam. Lebih kurang perjalanan satu setengah jam dari titik keberangkatan kami di Kepri Mall hingga sampai di jembatan enam. Tentu saja, kita akan melewati jambatan satu Barelang yang telah menjadi ikon Batam.

Rasakan Sejuk Air Gunung Daik di Resun

Air terjun Resun, begitu nama yang dilebelkan untuk air terjun yang terletak di desa Resun itu. Airnya mengalir dari pengunungan di tanah Lingga. Air terjun Resun ialah satu di antara sekian banyak aliran air terjun dari gunung Daik.

Kampung Boyan di Dabo Singkep

Para perantau ini seringkali meninggalkan jejak berupa nama kampung, yakni Kampung Boyan. Nah, itulah yang menjadi pijakan, tradisi rantau warga Bawean memiliki jejak, baik berupa nama maupun tradisi. Di Dabo Singkep, terdapat juga sebuah kampung bernama Kampung Boyan.

Menikmati Keindahan Masjid Agung Natuna

Masjid ini memang megah. Bahkan termegah yang ada di Kepri. Sebab itu, masjid ini selalu terlihat sangat cantik dari berbagai sisinya. Anda bisa mencari berbagai foto menarik masjid ini di internet. Saya sungguh kagum.

Puasa dan Pembebasan Sosial

Puasa mempunyai konteks tanggungjawab pribadi dan juga tanggungjawab sosial. Karenanya, dalam berpuasa, disamping mewujudkan kesalehan vertikal kepada Allah, juga untuk mewujudkan kesalehan herisontal kepada sesama manusia dan mahluk Allah.

Tampilkan postingan dengan label Ceritaku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ceritaku. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 Agustus 2017

Aku di antara Bawean dan Batam

Aku saat berusia sembilan tahun ketika di kampung 

Saya tersentak ketika seorang teman mengaku sudah jenuh dengan aktivitasnya di kota berkategori metropolis ataupun metropolitan. Ia mengaku ingin hidup di kota kecil di kampung, yang bukan termasuk metropolitan. Alasannya, selama berada di kota metropolis itu, ia merasakan kekurangan dalam hal spiritualitas. Sebab, selama ini ia hidup di lingkungan perkampungan yang kental dengan tradisi bersarung, berkegiatan sosial dan kekeluargaan, serta bercengkrama santai di sudut-sudut kampung.
Saya pun tersentak mendengarnya. Kota metropolis seperti Batam dan Jakarta, kata dia, memang talah membuatnya hanya disibukkan dengan pekerjaan dan pencarian materi. Memang, ada waktu untuk berkumpul bersosialisasi dengan tetangga ataupun masyarakat dan  ada waktu untuk beribadah. Namun, itu semua masih dirasa kurang dalam hal spiritualitas dan pengabdian sosial. Di kota, kata dia lagi, pengabdian sosial pun masih dalam perhitungan materi. “Ujung-ujungnya, kita sibuk dengan materi,” kata dia menegaskan. “Aku ingin balik kampung saja,” kata dia lagi.
Pernyataan itu sempat mengganggu pikiranku. Sekilas terbanyang perihal kehidupan masyarakat di kampung halaman orang tua, di Pulau Bawean, dengan rutinitas masyarakat kebanyakan sebagai petani, nelayan, buruh, dan sebagian karyawan atau pegawai. Terbayang pula dengan kehidupan yang lepas dari hingar bingar kendaraan dan kemacetan pada saat jam sibuk. Ah... sudahlah. Itu hanya sebuah banyangan karena sayapun hanya numpang lahir saja di sana.
Yang sedikit mengusik pikiran saya. Apa yang diutarakan oleh teman itu, bersamaan pula dengan fenomena pulang kampung di Batam. Yang ini alasannya berbeda. Bukan karena alasan spiritualitas dan pengabdian sosial, tetapi karena kelesuan ekonomi.  Mereka menilai Batam tidak lagi seperti dulu: cari kerja susah dan kebutuhan masih tetap tinggi. Nah, kalau ini alasannya ialah alasan materialis.
Di Batam ini, dulunya, penduduknya terbilang nyaman. Keluar masuk atau berpindah-pindah tempat kerja gampang saja karena tingkat kebutuhan tenaga kerja begitu tinggi. Bosan menjadi operator di sebuah perusahaan elektronik, bisa berhenti dan menjadi pramuniaga di toko-toko dalam mal. Bahkan, ketika bosan bekerja pada orang atau perusahaan lain, bisa menjadi tukang ojek, yang penghasilannya pun lumayan. Itu dulu, sekitar 1990-an hingga 2000-an awal.  Kala itu, orang berbondong datang ke Batam untuk mengadukan nasib bidang perekonomiannya.  Sebab itu, mungkin bisa disebutkan kini 80 persen penduduk di Batam saat ini adalah pendatang dari berbagai penjuru daerah. Saya punya kawan dari suku Batak, Jawa, Padang, dan ada juga yang campuran.
zaman dulu belum musim selfie

Anak perantau
Merantau ke kota, apalagi kota dengan kategori metropolitan, sering kali menjadi impian banyak orang dengan harapan bisa menambah pundi-pundi kekayaan.  Sukses di perantauan memang kerap diukur dengan seberapa nilai kekayaan yang dimiliki ataupun sebarapa banyak mampu mengirim ke kampung halaman. Daya pikat kota dengan angan-angan atau impian bisa “memperbaiki nasib” itu telah berhasil menciptakan urbanisasi besar-besarn era modern ini. Perihal filosofi dari tradisi perantauan ini memang berbeda. Silahkan saja baca buku-buku sejarah perantauan atau diaspora suku bangsa di Indonesia dan buku antropologi.
Proses kehidupan di metropolitan telah melahirkan persilangan: silang budaya, silang ketuturan, dan lainnya. Nah, ketika memasuki generasi pertama, maka lahirlah identitas kebudayaan dan ketuturan yang baru. Gampangnya, misalnya, orang tua saya kelahiran Jawa Timur, saya kelahiran Batam. Kemudian ketika ditanya, “kamu orang mana?” saat menjawab Batam. Kecendrungan akan ditanyakan lagi, “asli Batam?” disitulah kegalauan akan muncul. Orang tua yang Jawa masih mewariskan kejawaannya dalam keluarga. Tetapi kelahiran telah memperjelas identitas awalnya. Sama saja bingungnya, ketika si peranakan rantau ditanyaka, “kampungnya di mana?” Nak jawab apa, coba? (Sekarang, bagaimana perasaan kalian bila itu terjadi? Silahkan tuliskan di kolom komentar saja ya..?)
Atau bisa saja, lahirnya di kampung halaman, tetapi justru tidak pernah hidup lama di kampungnya. Teman pun tak punya di sana. Nah, bagaimana mengidentifikasi diri? Entahlah.... biasanya hal seperti itu diselesaikan secara “adat” alias disesuaikan konteks saja. (kalau pembaca punya pendapat, silahkan tuliskan di kolom komentar saja)
Kembali pada cerita teman yang ingin balik ke kampung halamannya. Kehidupan kota yang membuatnya terlalu sibuk dengan pertimbangan materi itu, memang sudah banyak dibahas oleh teoritikus. Dan gejala kehausan spiritualisme sudah banyak terjadi di kota-kota metropolitas seluruh dunia. Bahkan, masyarakat negara maju pun sudah berupaya memilih kembali ke kehidupan natural, kembali pada pengisian spirititualisme dalam diri. Tidak sedikit pula yang memilih liburan ke daerah pelosok sekadar me-refreshing diri. Jika temanku itu memilih untuk pulang kampung, maka kuucapkan untuk selamat beradaptasi kembali di kampungmu. Terima kasih.



Senin, 07 Agustus 2017

Sepandangan murid SD O24 Sei Panas dari Bilik Kios (Reuni SD-habis)


Beberapa hari ini kuperhatikan anak-anak sekolah dasar (SD) pulang lewat depan di depan Kios F21 Mobile. Pada hari tertentu, kulihat seragam mereka berbeda-beda. Itu artinya, mereka tidak satu sekolah. Ada kemungkinan mereka tinggal berdekatan, tetapi sekolah di SD yang berbeda. Setiap siang, selalu saja terlihat silih berganti rombongan anak SD itu lewat. Padahal di pagi hari, jarang saya lihat mereka berangkat bersama.
Dulu, yang kualami seperti itu juga ketika masih duduk di bangku SD 024 Seipanas. Berangkat seorang diri, tetapi pulangnya bersama-sama dengan teman yang lain. Tampaknya, di antara mereka itu ada juga yang merupakan siswa dari SD 024. Setidaknya itu yang kutengarai dari warna seragam olah raganya, putih dan kemerahan. Sedangkan baju batiknya, warna jingga.
Perjalanan itu masih serupa. Dulu, kios tak bernama dan berjualan camilan saja. Tidak sedikit juga teman-teman yang masih memiliki sisa uang jajan berbelanja di kois ini. Kini, kios itu kuberi nama Kios F21 Mobile sebagai tempat jualan paket internet murah.  Dan dari balik kios itu pulalah terbayang olehku masa-masa SD dulu. Yang tak kalah penting lagi yakni seorang guru kami, wali kelas ketika di kelas enam.
Saya yakin, setiap orang memiliki memori tersendiri dengan masa kanak-kanaknya. Mungkin kita sudah sukses menjadi seorang penulis, pengusaha, pejabat, karyawan di perusahaan top ataupun profesi lainnya. Tepi memori masa lalu itu akan tetap terkenang pada momentum tertentu.

Pesan Ketika Dewasa
Ketika reuni itu digelar, guru kami itu memang sungguh membangkitkan memori masa lalu. Setidaknya itu untukku. Entahlah bagi teman-teman yang lain. Sebagian dari pada itu telah kutiliskan pada tulisan pertama reuni dengan judul ......... Silahkan baca lagi yaa
Kali ini saya tidak hendak bernostalgia terlalu dengan masa di masa SD itu. Di bagian akhir tulisan ini, saya hendak menuliskan beberapa pesan dari guru kami. Itu adalah petuah yang, menurut saya, wajib “diabadikan” dengan tulisan. Niatan ini dilandasi dari petuah yang berbunyi, “ikatlah ilmu dengan tulisan.”
Ibu Henny memberikan tiga poin petuah. (Siapa di antara teman-teman yang masih ingat dengan petuah beliau itu?) Setidaknya itu yang masih terekam dalam memoriku hingga tulisan ini dibuat.
Pertama, berbakati pada orang tua. Kami sudah menjadi orang tua. Tetapi Bu Henny tetap berbepesan agar kami tetap berbakti pada orang tau. Ia berpesan demikian justru karena kami telah menjadi orang tua. Menurut beliau, orang tua itu sangat membutuhkan kasih perhatian dari anak-anaknya. Justru kami yang sudah menjadi orang tua, bisa merasakan bagaimana mengasuh anak-anak; saat rewel, saat meminta sesuatu, saat tidak mempedulikan nasihat dan teguran kita, serta lain sebagainya. Begitulah yang dirasakan oleh orang tua ketika sudah renta. Dan saat itulah berbakti kepadanya menjadi nilai lebih menyejukan hati orangtua.
Kedua, jangan tinggalkan salat. Bagi Bu Henny, perintah salat dalam agama itu penting. Ia tidak peduli dengan aliran atau mazhab apa yang dianut. Namun, salat merupakan tiang agama yang harus terus ditegakan. Kita, kata beliau, tidak bisa hanya mengejar materi sebab tidak bisa dibawa mati. Pada saat reuni digelar, Bu Henny sendiri sedang melaksanakan puasa sunnah di bulan Syawal.
Dan yang ketiga, pererat silaturahmi. Bu Henny memuji kami yang masih menyempatkan diri untuk bisa bersilaturahmi. Bahkan, beliau mengaku selalu berupaya hadir dalam setiap undangan silaturahmi yang digelar murid-muridnya, dari semua angkatan, dari berbagai sekolah tempat ia pernah mengajar. Karena dalam silaturahmi, kata beliau, akan mengenal mempererat hubungan satu sama lainnya. Bisa saling membantu, saling meringankan, saling berbagi informasi, dan sebagainya.
Itulah petuah penting Bu Henny yang masih terekam dalam memoriku. Pesan yang disampaikan kepada kami ketika kami telah dewasa secara umur. Sedangkan petuah dan pesannya ketika kami masih dibangku SD, telah tertindih memori baru. Itulah keterbatasan sebagai manusia. Namun bisa jadi, satu di antara petuahnyalah yang telah memberikan motivasi lebih pada kita hingga hari ini. Mungkin tanpa kita sadari.
Sebagai catatan tambaha, beliau juga berpesan agar mendidik anak dengan baik. Sebab, zaman sekarang ini tantangannnya lebih beragam, khususnya di era digital. Lingkungan, kata beliau, sangat mempengaruhi pertumbuhan anak. Dan tidak sedikit anak-anak menjadi korban kekerasakan ataupun tidak kriminal. Tidak sedikit pula anak-anak yang terlibat menjadi pelakunya.

Inilah catatan dari bilik kiosku, kios tempat menuliskan naskah ini. Kios ini pula menjadi tempat aktifitas harian dalam menjalan beberapa usaha yang kulakukan selain bekerja sebagai jurnalis. 

Minggu, 16 Juli 2017

Sebuah Kisah dari Strategi Marketing Jengkol Dabo

Ternyata jenis jengkolnya yang bulat dan montok

Ini sih kata kuncinya jengkol. Sering pula dipelesetkan dengan sebutan jengki. Ini adalah buah fenomenal. Memiliki aroma yang khas dan banyak peminatnya. Jenis masakan olahannya pun cukup beragam. Olahan jengkol ini paling mudah ditemukan di rumah makan Padang. Namun, apakah hanya orang Padang saja peminatnya? Tentu tidak. Kata seorang kawan, orang Batak juga banyak yang doyan jengkol. Hingga akhinya aku berkesimpulan, jengkol bisa diterima bagi penyukanya.
Jengkol. Inilah buah yang menjadi pioner dari sebuah peluang usaha yang telah kudambakan sejak masih tugas di pulau yang bernama Singkep, Kabupaten Lingga. Jumat (14/7) lalu, dua karung atau satu kuintal lebih jengkol kuterima dari Dabo Singkep. Alhamdulillah.... dengan senang kulihat dua karung itu turun dari truk yang membawanya. Tapi juga plus bingung karena belum jelas pasarnya. Ya, yang namanya usaha itu harus dengan memperhitangkan untung rugi dong.
Begitu sampai dan dipromisikan melalui media sosial, langsung ada yang merespon dan memesan. Pembeli pertama adalah kawan ini. “Sip... pecah telor sudah,” kata ku begitu selesai menimbang empat kilogram untuk dia. Dan penjualan seterusnya cukup lancar hingga hari kedua barang sudah ludes. Tentu ini juga berkat dukungan dari teman-temandekat juga.
Bagaimana strateginya? Ini sih gampang-gampang susah menuliskannya. Dalam berdagang, kita tak bisa diam ataupun pasif. Harus aktif. Di pasar, sekalipun banyak pedagang dengan barang jualan yang sama, terkadang mereka juga memanggil calon kunsumen. Lalu menyakinkan agar sudi berbelanja. Artinya, tetap butuh pemasaran.
Di dua onlie saat ini, ada banyak hal bisa dilakukan dalam strategi marekting. Banyak sekali tips yang beradar di dunia maya. Tentu sebagai kiat-kiat untuk meningkatkan penjualan. Jualan apa saja memang bisa dilakukan di sana. Seperti jualan bunga, jasa karikatur, ataupun jualan kartu internet.  Satu di antarnya kiat yang sering disebutkan oleh para motivator itu ialah memanfaatkan orang terdekat; bisa kakak atau adik, teman, sejawat, mitra kerja, dan lain sebagainya.
Pola itu pula yang kupakai dalam tahap awal menjual jengkol ini. Mula-mula, woro-woro perihal jengkol itu kusampaikan kepada teman-teman SD yang tergabung dalam grup Messenger, lalu teman-teman kerja di grup Whatsapp. Dan ketika barang datang, lantas kufoto dan kuunggak forum jual beli yang tersebar di Facebook. Dan, kedatangan pertama jengkol Dabo Singkep ini disambut baik. Bahkan, sudah ada pedagang pasar di Bengkong yang bersedia menampung. Kalau rezeki memang tak ke mana.
Hasil dari jualan jengkol Dabo Singkep
Mungkin beberapa teman tidak yakin dengan apa yang saya lakukan, akhinya saya membuat video siaran langsung di Facebook. Video itu hanya untuk menegaskan bahwa saya jualan jengkol. Dan kehadiran video itu untuk mengaskan jenis dan kualitas jengkol yang saja jual. Inilah jengkol montok asal Dabo Singkep.

Wujud Sebuah Impian
Sudah lama memang saya ingin mengoneksikan antara Dabo dan Batam melalui usaha perdagangan. Dulu, dan dulu sekali, sejak kapal roro melayani pelayaran Dabo-Batam, saya sudah mendambakan bisa melakukan perdagangan itu. Saya terterik untuk buah-buahan dan sayuran yang sekiranya bisa tahan dalam dua taupun tiga hari.
Peluang itu saya tangkap ketika melihat potensi di Dabo yang masih sangat mungkin untuk dijadikan sentra buah-buahan, palawija dan sayur mayur. Walaupun tanah Singkep tidak seperti tanah di Jawa, tetapi menurut seorang teman yang juga petani, tanah di Singkep masih bisa olah. Atau, kata dia, tanamannya bisa disesuaikan dengan kondisi tanah.
Dulu, saya pernah mencoba untuk menanam tomat jenis yang kecil. Ternyata tumbuh subur dan hasilnya melebihi dari modal yang dikeluarkan. Itulah peluang yang bisa tampak dan kemudian saya impikan. Komunikasi dengan teman di sana terus berjalan. Cita-cita itu pun tidak pernah padam. Hingga akhirnya bisa terwujud untuk pertama kalinya melalui jengkol ini. Dan sebentar lagi, akan dicoba juga untuk hasil pertanian lainnya. Tetap semangat. Tetap baca peluang. Saya yakin, pintu rezeki itu selalu terbuka bagi orang yang berikhtiar.

Sabtu, 08 Juli 2017

Kami, yang Dulunya Sekolah di SD 024 Sei Panas (Reuni SD-1)

Dahulu, kami anak-anak ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) saat bertemu beliau. Kini, kami telah membawa anak bersua kembali dengan beliau. Dialah satu di antara guru kami ketika masih berseragam putih merah di SD 024 Sei Panas (kini namanya berubah). Dia satu di antara guru kami yang memiliki waktu hadir dalam acara silaturahmi teman-teman SD ku di Batam. Namanya Heni (maaf lupa nama lengkapnya).

entah foto milik siapa ini. ku ambil saja dari grup kita di FB. Ini dia wajah emak-emaknya

Sore itu, silaturahmi digelar di rumah Haryanto, di Bengkong Harapan II. Ia yang berinisiatif dan memprakarsai terwujudnya kegiatan ini. Ia pula yang mengeluarkan biaya untuk konsumsi. Dia dan teman kami, Widiyanto (biasa disapa Widie), yang mendatangi satu per satu di antara kami untuk mewujudkan pertemuan itu. Tentu, saya harus berterima kasih padanya yang telah begitu berjasa mempertemukan kami kembali. Kami sudah biasa bertemu di dunia maya, tapi jarang bertemu secara fisik, di dunia nyata. Itulah yang membuatnya menjadi berkesan.
Momen itu sungguh momen yang mengesankan dan membahagikan. Mungkin sebagian teman-teman masih sering bersua dalam suatu kegiatan. Tetapi bagi saya, ini momentum yang penting, karena saya termasuk orang yang jarang sekali bertemu dengan teman-teman SD dalam satu momentum. Sependek ingatanku, dulu kami pernah reuni di rumah almarhum Sigit (anak pemilik Sate Asih di simpang Bengkong Harapan yang terkenal itu), sekitar 1999-an. Setelah itu, saya pernah ikut juga bersilaturahmi ke rumah Bu Heni di Bengkong Indah I. (Entah tahun berapa, sepertinya itu setelah saya lulus kuliah atau berkisar antara 2008-2009).
Kami adalah murid-murid SD 024 Sei Panas yang lulus 1996. Saya lupa, berapa jumlah teman-teman seangkatan kala itu. Seingat saya, ketika kelas empat, kami terbagi dalam dua lokal. Begitu naik ke kelas lima, ada pengurangan jumlah murid karena satu sekolah lagi telah berdiri, yakni 034 Sei Panas, sehingga sebagian murid dipindahkan ke sana. Akhirnya, kami disatukan ketika di kelas enam. Saya tidak ingat pasti, sepertinya jumlah kami lebih dari 40 orang. Karena, saya pernah duduk dengan berbagi meja bersama dua teman lainnya. Ya, dua deretan awal diisi tiga orang. Itulah nostalgia dalam kelas. Dan guru kami ini, adalah guru di kelas enam.
formasi setengah lengkap dan sedikit formal. Maaf ya, saya terpaksa pergi duluan karena harus segera kerja

Di antara teman-teman yang hadir itu, ada di antaranya yang sejak lulus tidak pernah saya jumpai, khususnya teman yang perempuan. Ada juga di antaranya sudah beberapa kali bersua karena memiliki komunitas yang sama atau bertamu dan ataupun bersua di jalan. Alhamdulillah, di antara kami yang hadir ini sudah memiliki pasangan. (So, tidak ada peluang CLBK. Ups.... apa iya sudah ada yang cinta-cintaan di waktu SD? Hehehe) Dan yang tidak kalah pentingnya, sebagian dari kami sudah memiliki dua anak. (Semoga teman yang belum dikaruniai anak, segera bisa terwujud)
Anak. Itulah yang menjadi pertanyaan guru kami itu setelah beliau mencoba mengingat dan memastikan nama kami. Ia tidak tanya kami kerja di mana dan berpenghasilan berapa. Ia bertanya, “sudah berapa anaknya?” atau “punya [anak] berapa?” Saya sempat merenungkan perihal pertanyaan itu. Karena, tidak semua dari kami membawa anak-anak kami. Tidak semua juga yang membawa pasangannya. Melihat sebagian anak-anak dari teman masih banyak yang di bawah tiga tahun (batita) dan bawah lima tahun (balita), beliau mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan susulan hingga akhirnya bekata, “sudah banyak ya cucu ibu.”
Ya, cucu Ibu memang sudah banyak. Karena kami pun telah beranjak tua. Kami, yang Ibu didik saat masih anak-anak, kini telah memasuki usia dewasa. Bahkan, kami pun telah memiliki anak, yang Ibu Heni sebut “cucu”.
antar kurus, berisi dan gemuk. Ups... jangan ada yang bahas lagi

Teman-temanku. Kita masih sempat bersua. Kita masih bisa berkomunikasi. Kita masih bisa berbagi cerita. Tetapi kebersamaan kala di bangku SD itu telah berlalu sekitar 21 tahun lalu. Tepatnya sejak 1996. Dan kini, 2017. Kita masih bisa berkumpul walau tidak dengan formasi lengkap. Kita berkumpul walau tidak dengan kemewahan. Kita berkumpul karena keikhlasan teman. Ikhlas menjadi tuan rumah. Ikhlas datang ke tempat kegiatan. Ikhlas mendengarkan kemabali petuah dari guru kita itu.

Ada baiknya petuah, nasehat, motivasi, dan saran dari guru kita itu saya tuliskan di bagian tersendiri. Di simak saja tulisan selanjutnya ya. Maklumlah, karena aktivitasku berkutat dengan dunia tulis menulis setiap harinya, kadang jenuh juga. Ku harap teman-teman pengunjung blog ini tidak jenuh menunggu kehadiran bagian tentang petuah dari guru kita, Ibu Heni. 

Rabu, 05 Juli 2017

Iconic Selfie with Nemo di Pulau Petong (2)


Mereka yang pernah nonton film tentang perjuangan ikan kecil bernama Nemo tentu tak asing jenis ikannya. Nama itu diambil dari nama tokoh dalam film berjudul Nemo. Alhasil, ikan dengan dominasi warga jingga itu memang cukup populer saat ini. Ia hidup di antara terumbu karang di tepian laut. Sebab itu, di setiap spot snorkling sering terdapat ikan ini. Ia termasuk ikan jinak karena tidak akan merasa terganggu oleh manusia yang berusaha mendekatinya. Kecuali kita hendak menyentuh.
Begitu jugalah pengalaman snorkling di Pulau Petong, pulau yang berada di bagian selatan Batam. Pemandangan bawah laut di sini tidak kalah dengan Pulau Abang karena memang pulau ini masih dalam satu gugusan. Termasuk juga dengan Pulau Benan yang sudah masuk dalam wilayah Kabupaten Lingga. Cerita tentang perjalanan menuju ke Pulau Petong, bisa disimak pada tulisan sebelumnya (Snorkling ke Pulau Petong, Mengapa Tidak?).
Sebagaimana yang telah saya janjikan pada tulisan pertama, pada tulisan ini akan saya coba ceritakan pengalaman menikmati pemandangan bawah laut di dua spot snorkling yang dikelola oleh Reefs Advanture. Yang membedakan dua spot itu ialah kedalaman airnya. Spot pertama yang kami kunjungi berjarak 10 menit dari tempat pengelola. 
Cuaca mendung kala itu sempat membuat saya waswas. Bukan apa, di daerah kepulauan, cuaca tidak bisa ditebak. Saya sudah pernah perjalanan laut dengan kapal pompong yang bertemu dengan badai di sekitara pulau Bulan saat ikut Satpol Air Polresta Barelang meninjau kapal karam. Itulah yang terbayang di pikiran kala hendak menuju spot snorkling. Dan alhamdulillah, perjalanan lancar. Cuaca masih bersabahat.
Ketika sampai di titik tujuan, beberapa teman masih terlihat ragu untuk turun. Bagaimana tidak? Pemandangan bawah laut yang awalnya disebut hanya dua meter itu, ternyata tidak tampak apa-apa. Itu artinya, kedalamannya lebih dari dua meter. Hayya... Tetapi saya, yang sudah penasaran, mencoba menjadi orang yang pertama berbasah-basahan. Alhamdulillah, masih bisa ngapung di air. Ini pengalaman pertama snorkling. Dulu sewaktu kecil, mandi-mandi biasa saja di laut, di pantai Rojhing, yang tidak berjauhan dari Dermaga di Pulau Bawean.
Satu persatu di antara teman-teman jurnalis dan blogger mulai ikut turun. Eh... ternyata, ada juga teman yang takut air. Ups... takut kedalaman air tepatnya. Tapi tak apa, tim dari Reefs Adventure adalah orang yang berpengalaman. Mereka telah menyiapkan kano untuk membantu setiap peserta yang “takut” ataupun kelelahan saat menikmati pemandangan bawah laut.
Entah di radius berapa saya mengitari sport itu. Pemandangan indah seperti foto-foto bawah laut yang bertebaran internet pun mulai tanpak. Beberapa jenis karang memperlihatkan keindahannya ditemani ikan-ikan kecil dan ukuran tanggung di sekitarnya. Mereka tidak merasa takut dengan kehadiran kami, karena mereka berada dua sampai empat meter di bawah permukaan laut. Sedangkan kami, hanya mengapung dan melihat mereka sedikit di bawah permukaan air. 
Tips selama snorkling, sering-seringlah melihat posisi teman lainnya. Jangan terlalu jauh. Sebab, keindahan bawah laut itu membuat kita terbuai dan sering tak sadar sudah lebih 10 meter jarak dari teman-teman yang lain.
Kalau mungkin Anda membayangkan karang itu berwarna-warni seperti foto-foto bawah di Bunaken ataupun Raja Ampat, di sini tidak seramai itu. Karangnya memang belum sebangus di sana. Tetapi, yang saya salutkan dari tim Reefs Adventure, mereka selalu berupaya mengingatkan agar tidak merusak karang, baik karena terinjak maupun memegang karang hidup itu. Itu semua telah mengobati rasa keingintahuan saya dalam menikmati pemandangan bawah laut.
Tibalah saatnya mencari titik spot tempat ikan Nemo bermain. Ini penting karena tanpa berfoto dengan ikan Nemo, maka belum sah lah petualangan ini. Apalagi di era medsos ini, foto-foto dari aktifitas kita telah menjadi bagian dari unjuk eksistensi. (Saya pun tak mau ketinggalan lah.... hehehe). Belakang ini juga cukup terkenal foto-foto dengan ikon-ikon di suatu daerah. Saya sering mengistilahkannya dengan iconic selfie (entahlah orang lain menyebutnya apa).
Bang Bagas telah menemukan spot tempat untuk berfoto di dalam air. Di karang itu ada dua ikan Nemo yang sedang bermain di antara karang. Satu persatu peserta dipersilahkan untuk menyelam ke bawah; melihat si Nemo sekaligus yang penting “penjebretan” bersama dia. Ahay.... ini gampang-gampang susah. Karena butuh bantuan Bang Bagas untuk bisa menyelam sampai ke dasar dengan kedalaman lebih dari dua meter itu.
Setelah saya mengamati beberapa teman yang mencoba, tampak mereka tidak puas hanya dengan satu kali selaman. Rata-rata dua kali selam baru pengambilan gambar selesai. Parahnya, untuk bisa menyelam ini dengan maksimal, pelampung harus di lepas supaya tekanan ke bawah lebih berat. Astaga... penuh perjuangan juga coy. Tarik nafas dalam-dalam dan biyurr.... segeralah beraksi ketika tim Reefs Adventure mengambil gambar.
Usai sudah di spot ini. Mari berpindah ke spot yang lebih dalam. Alamak.... tak terbayang lelahnya badan. Tapi karena penasaran, seluruh perserta bersiap melanjutkan perjalanan lagi. Biarpun bermain di air, dahaga tetap menghampiri. Bekal air minum yang telah disediakan oleh Reefs Advanture menggilangkan dahaga.
Spot yang satu ini lebih dalam lagi dibanding yang pertama. Lokasinya tidak jauh dari titik kumpul di pelantar Reefs Adventure. Artinya, kami kembali menyusuri jalan saat keberangkatan ke spot pertama. Karena lautnya lebih dalam, pengelola telah membuat tempat “penyandaran apung”. Pengunjung tidak perlu langsung menjeburkan diri, tapi bisa terlebih dahulu mempersiapkan diri di atas susunan papan berukuran 3x3 meter. Di lokasi ini ada tali yang melingkar dengan diameter sekitar delapan meter. Oh, ternyata tali ini adalah pembatas untuk spot snorkling sekaligus berfungsi untuk pegangan bagi yang takut kedalaman. Pengelola menyarankan agar menikmati terumbu karang yang berada di lingkaran saja. Pemandangannya memang lebih indah karena jenis karangnya lebih banyak. Ikan-ikannya lebih besar.
Namun, rombongan kami kurang beruntung. Pasalnya, hari itu arus kuat sehingga air keruh. Pemandangan bawah laut tidak terlihat sempurnya. Dan tidak jarang, beberapa teman-teman juga sempat terbawa arus. Yang pasti lebih melelahkan bila kita beranang melawan arus. Sementar karang-karang yang cantik itu berada di bagian tengah. Arus datang dari selatan yang kebetulan dari bagian tengah. Alhasil, tak banyak juga yang bisa saya ceritakan. Saatnya kembali ke pelantar. Bersiap makan siang dan menikmati sensasi selanjutnya.

Tunggu tulisan lanjutan, tentang menu-menu spesial dari Reefs Adventure dan kenangan perpisahan dari mereka.


Jumat, 16 Juni 2017

Snorkeling di Pulau Petong, Mengapa Tidak? (1)

nampang dulu ah...
Menikmati pemandangan laut itu sudah biasa bagi kami yang hidup di kepulauan. Di Batam, pantai adalah tempat rekreasi yang paling banyak tersedia. Tinggal dipilih saja, mana yang kamu suka. Kali ini, saya ingin berbagi kisah tentang pengalaman menikmati laut beserta pemandangan bawah laut yang tersedia di sekitar pulau Petong. Kesempatan ini saya dapatkan dari undangan PT Capella Dinamika Nusantara selaku Maen Dealer Motor Honda Wilayah Kepri. (terima kasih Honda yang telah memberikan kesempatan bahagia ini. Karena itu pula, ku pasang logonya di tulisan ini)
Pulau Petong ini berada di sisi selatan Batam. Lebih kurang perjalanan satu setengah jam dari titik keberangkatan kami di Kepri Mall hingga sampai di jembatan enam. Tentu saja, kita akan melewati jambatan satu Barelang yang telah menjadi ikon Batam. Sepanjang perjalanan, ada beragam pemandangan yang tersaji, mulai dari perkebunan, alas, hingga bukit yang terlihat gersang. Nikmati saja perjalanan itu ketika tim dari Reefs Adventure mulai membawamu menuju lokasi.
Tepat di bawah jambatan enam itu, sebuah pompong akan mengantarkan kita menuju pulau Petong. Di pompong dengan lebar lambung dua meter itu, kita akan menuju ke lokasi. Ait.... ini bukan perjalanan sebentar. Butuh waktu sekitar 45 menit untuk sampai di pulau kecil yang dikelola oleh Reefs Adventure. Dari pengalaman saya selama perjalanan, saya mencoba untuk rileks dan menikmati perjalanan itu. Kadang berselonjor, kadang tiduran, dan bahkan sempat tertidur sebentar sebelum hempasan ombak mengagetkanku. Intinya sih, saya sudah biasa naik pompong.
Mencoba menaklukan si ..... lupa pula nama elang ini.

Pulau kecil itu sudah terlihat setelah lepas dari pelabuhan di jambatan enam sekira 30 menit. Tapi, penglihatan di hamparan lautan itu bisa “menipu”. Itu masih jauh. Sekitar 20 menit lagi. Kalau kamu pernah naik kapal, ya kira-kira begitulah rasanya saat kita ingin bersegara turun di pelabuhan.
Oh iya, pulau yang hendak di tuju bukan lah pulau Petong. Ia ada disebalik pulau petong. Pulau kecil saja. Hanya ada segundukan tanah. Di tepiannya, ada pelantar memanjang. Di sanalah titik kumpul sebelum berbagai aktivitas bawah dimulai. Di sana pula nantinya pemandu akan memberikan arah. Jangan tanya lagi tentang kegembiraan rombongan bila sudah sampai di sana. Mengapa? Dari atas rumah restoran panggung itu, ada pemandangan bawah yang tidak seberapa tapi menggoda.
Tim Reefs Adventure tanpa sudah paham betul dengan kelakuan setiap tamunya. Mereka akan terlena dengan pemandangan sekitar, lalu tanya ini dan itu, serta macam-macam lah. Nampaknya tim Reefs Adventure sengata tidak terlalu lama untuk meladeni pertanyaan setiap tamu agar kesempatan untuk menikmati pemandangan bawah lain bisa segera di mulai, yakni dimulai dengan arahan dan petunjuk.
Nah, bagi kamu yang belum atau tidak bisa berenang, kamu mesti menyimak seksama penjelasan dari pemandu. Kalaulah saya tidak salah, nama pemandu menyelam itu Bagas. Hal ihwal untuk keselamatan menyelam dijelaskan hingga semua peserta memahaminya. Ingat lho.... ini penting. Kalaupun pernah snorkling di daerah lain, tapi di daerah ini tentu memiliki tantangan tersendiri. Itulah pentingnya kita memahami arahan dari pemandu. Lain laut lain tantangan coy...
Tentang petunjuk dan arahan pemandu Reefs itu, simak sajalah videonya yaa... tak kan pula nak saya tulis satu persatu. Heheheh...

Di sana telah tersedia berbagai peralatan snorkling. Tetapi sebelum memilih alat yang sesuai, setiap orang perlu mengganti pakaian dulu. Pakaiannya tidak disediakan Reefs. Ingat, ini snorkling alias selam permukaan. Jadi, cukup kaian kaos dan celana kolor saja. Setiap peserta disediakan loker untuk ganti baju dengan satu kunci. Loker perempuan dibedakan dengan loker pria. Mengapa? Tak usah ditanya lagi.... hehehe
Ada dua tempat yang akan dituju di sana. Dua-duanya mempunyai tangtangan sendiri untuk snorkling. Apalagi, arus di sisi barat pulau Petong itu terbilang kuat. Ups.... kita jangan bahas spotnya dulu deh. Itu terlalu menarik kalau langsung diceritakan di bagian ini. Kita langjutkan saja tentang persiapan dulu, tentang bagaimana bernorkling.
Usai cuap-cuap bang Bagas, langsung saja perserta diajak untu njebur di sisi lain dari pelantar itu. Airnya hanya setinggi pinggang saja. Ya sekitar satu meter lah. Di sinilah kita akan menguji kemampuan setelah berbagai arah yang disampaikan olah bang Bagas tadi. Saatnya teori dipraktikan. Hem... di momen ini, saya masih sibuk memvideokan aksi teman-teman. Begitu siap untuk turun, kacamata dan selang kurang pas pula. Akhinya pilah pilih lagi yang sesuai. Dan akhirnya, momen ini saya lewatkan. (Dalam hati, ah... saya punya modal sudah bisa beranang. Apalagi dulu sewaktu masih di Bawean, saya sudah kejebur di tepian laut biru saat mancing. Itu peristiwa di usia kelas empat SD coy.)
Traing selesai. Semua personel tamu undangan yang terdiri 18 orang itu, dari kalangan jurnalis, blogger, vlog, dan para petinggi dari Honda sudah basah kuyup. Saatnya untuk uji praktik yang lebih menantang, yang lebih menggoda, dan yang lebih mengasyikan. Apalagi, ada iming-iming foto dalam air dari tim Reefs Adventure.
Wow... foto dalam air. (Saya sih seumur-umur belum pernah punya koleksi foto yang begitu. Inilah kesempatan langka bagi saya). Kami pun bergegas kembali menaiki speedboat menuju dua spot yang sebelumnya telah disebutkan oleh Bagas. Spot pertama yang kami tuju itu memiliki kedalaman dari dua meter.
Pemanasan sebelum ke spot yang sesungguhnya.

Dua meter yang menipu.
Sungguh tega nahkoda speedboat ini. Biarlah saya sampaikan keluhannya dulu. Speedboat kami tumpungi sudah berhenti di tengah. Ternyata, di tempat pemberhentian itu, kedalamannya lebih dari dua meter. Saya bisa pastikan itu karena karang saja tidak nampak dari permukaan air. Wal hasil, setelah jangkar di lepas, teman-teman satu rombongan dengan saya, masih enggan untuk langsung turun. Saya yang penasaran, langsung saja pergi ke tangga di anjungan. Bluer... basah.
Ah, betullah. Air itu dalam. Lebih dari dua meter. Ternyata, lokasi spot karang yang bagus dengan ikan-ikan kecil itu ada sekitar lima sampai tujuh meter ke tepi lagi. Yang akan melihatnya, haruslah memulai petualangannya dari tepian. Ingat... teknik yang tadi telah disampaikan oleh bang Bagas, sudah saatnya diterapkan dengan baik. Itu adalah teknik terbaik. Kalau tidak, sebentar saja kita akan lelah mengitarinya.
Setelah berputar-putar di sekitaran, lelah pun menghampiri. Saatnya untuk istirahat. Tapi di mana? Ini bukan di kedalaman hanya dua meter? Ini lebih dari itu, ternyata empat meter. Maka, Bagas pun memberikan instruksi agar istirahat di atas karang. Dia juga mengingatkan agar tidak menginjak karang hidup. Itulah pijakan untuk istirahat. Ambil nafas. Rehatkan kaki dan tangan dari melawan arus yang cukup kuat.

Ops... pasti lagi-bertanya-tanya, bagaimana pemandangan di bawah lautnya. Sebentar dulu lah, nanti ditulisan selanjutnya ya. Tulisan ini masih bersambung kok. Tenang saja. Nikmati kuota internetmu dulu. Kalau habis paket, pesan saja di Kios F21 Batam.

Sabtu, 31 Desember 2016

Menikmati Kemegahan Masjid Agung Natuna


Kalaulah ke Natuna, jangan lupa menyempatkan diri melihat keindahan arsitektur Masjid Agung Natuna. Masjid ini memang megah. Bahkan termegah yang ada di Kepri. Sebab itu, masjid ini selalu terlihat sangat cantik dari berbagai sisinya. Anda bisa mencari berbagai foto menarik masjid ini di internet. Saya sungguh kagum.


Dari jalan raya, masjid ini terlihat indah dengan latar belakang gunung Ranai yang selalu mengeluarkan kabut tipi di puncaknya. Kolam memanjang yang di apit jalan utama akses dari dan ke masjid ini selalu diumpakan oleh para traveler sebagai di Taj Mahal di India. Wajar bila beberapa majalah travel dan pariwisata menyebutnya sebagai Taj Mahal-nya Indonesia.

Masjid ini memang cukup megah dengan struktur kubah bersusun. Ini merupakan model arsitekru modern yang banyak digunakan masjid-masjid di Indonesia saat ini. Halamannya terhampar luas dengan gerbang indah di bagian depan. Para fotografer selalu saja menemukan spot terbaru untuk foto terbaik ketika mencoba membidik gambar di sekitarnya.


Nikmati juga ornamen interior masjid yang begitu indah di dalamnya. Di masjid ini juga terdapat beduk terpanjang atau pun mungkin salah satu yang juga terbesar di Indonesia. (Maaf, bila salah membendingkan dengan beberapa bedug yang ada di kota-kota lain). Bedug ini berada di sisi timur masjid, di bagian serambi.

Tetapi, bila dilihat dari bentuknya, panjangnya sekitar dua depa orang dewasa. Sedangkan kayu yang digunakan, merupakan satu batang kayu utuh yang diambil dari hutan gunung Ranai. Lobang di bagian tengahnya dipahat oleh tenaga ahli sehingga berbentuk lobang.

Khusus untuk yang muslim, jika mengunjung masjid ini, ada baiknya untuk menunaikan salat, baik untuk salat fardu maupun sunnah. Mungkin Anda bisa merasakan kenikmatan salat di masjid megah ini. Siapa tahu justru di masjid megah ini ada banyak hidayah yang bisa didapatkan. Berwisata dengan beribadah. Itulah konsep wisata religi. 

Kamis, 29 Desember 2016

Setelah Empat Tahun, Bersua Kembali dengan Natuna

Perjalan ke Natuna kali ini mengusung misi sosial, yakni memenuhi undangan dari Smile Train bersama dengan Korem 033 Wira Pratama yang sedang mengadakan bakti sosial operasi sumbing bibir dan langit-langit gratis dalam rangka memperingati Hari Juang Kartika 2016.
Inilah perjalan kedua ke pulau terluar yang berada di wilayah Kepri. Beberapa tahun belakang ini, nama Natuna  sedang menjadi pembicaraan di tingkat internasional Karena persetegangan perebutan wilayah teritorial di laur yang menjadi jalur sibuk perdagangan dunia. Semua negara berkepentingan untuk mendapatkan kekuasaan di Laut China Selatan, termasuk di Indonesia.
Di tengah hiruk-pikuk politik itu, pemerintah Indonesia justru telah memperkuat posisi Natuna dengan berabagai pembangunan infrastruktur. Termasuk lapangan terbang Ranai yang saat ini sedang dalam pelebaran dan perluasan. Saya tidak hendak berkisah tentang politik internasional di Laut China Selatan. Saya hanya mau membandingkan Natuna dari kunjungan pertama pada 2012 silam dan kunjungan kedua pada 2016 ini.
Gunung Ranai masih memperlihatkan kecantikan dengan kabut tipis di puncaknya. Gunung itu masih terlihat indah dari berbagai sisi, baik dari Landasan Udara Ranai maupun dari masjid agung Natuna. Itulah gunung dulunya menjadi salah satu penanda navigasi dalam pelayanan kuno.
Begitu beranjak keluar dari bandara, secara keseluruhan memang tidak ada perubahan. Pemandangan masih tampak seperti beberap atahun lalu. Bedanya, beberapa rumah tepian jalan terlihat lebih kokoh di banding sebelumnya.
Oh, inilah Natuna sekarang. Kabar baiknya, jaringan telekomunikasi sudah lebih baik di banding dulu. Di sekitaran bandara, pengguna Telkomsel masih bisa merasakan sinyal 4G hingga kepusat keraiaman kota yang berjalan sekitar dua kilometer saja. Sedangkan provider yang lain sudah 3G. Lumyan untuk layanan data. Kita masih bisa menyapa dunia luar dengan koneksi internet. Mungkin masyarakat Natuna juga merasa tidak jauh dengan pulau-pulau pusat geliat aktivitas manusia karena teknologi telekomunikasi dan informatika ini.
Namun perjalanan ke Natuna ini adalah perjalanan yang sangat mahal. Bayangkan saja, setiap hari hanya satu pesawat dari maskapai WING Air yang bergantian dengan Sriwijaya untuk melayani transportasi Natuna-Batam. Tiketnya, sudah tentu tidak murah. Saya mendapatkan tiket dengan harga Rp 3 juta lebih dikit untuk pergi dan pulang. Lama perjalanan sekitar dua jam lah.
Nah kalau transportasi laut, alamak… bisa berhari-hari untuk sampai ke sana. Paling cepat sehari semalam menggunakan kapal pelni yang bersandar di Bintan. Transportasi ini adalah masalah yang paling pelik untuk Natuna dan diduga menjadi biang kerok atas lambannya pembangunan dan pertumbuhan perekonomian. Menurut saya, apa yang terjadi di Natuna itu sama saja dengan pulau-pualau lain yang ada di Indonesia. Nasibnya terbengkalai karena kesulitan akses transportasi.
Karena saya berangkat bersama dengan rombongan dokter yang hendak melakukan kegiatan pengabdian bagi mayarakat di Natuna, maka jadwal aktivitas pun disesuaikan dengan jadwal mereka. Pak dr. Senja, SpBP adalah ketua rombongan. Dari penilaian subyektif saya, ia adalah dokter yang energik. Mengapa tidak, setelah memantau pasien yang akan menjalani operasi sumbing bibir di RSUD Natuna, ia juga justru mengambil inisiatif untuk menikmati keindangan Natuna. Ini dia kisah serunya. Tunggu di tulisan selanjutnya ya…

Jumat, 11 November 2016

Sepenggal Kisah Bersama SimPATI Saat Kuliah S2

Baru dua pekan terakhir ini saya memiliki smartphone Android berlayar sentuh. Bukan tanpa alasan menggunakannya, melainkan karena jaringan telekomunikasi di #indonesiamakindigital. Sedangkan selama enam tahun lebih, saya adalah pengguna BlackBerry Curve 8520 atau yang sering disebut BB Ge
SimPATI dengan paket BB Unlimited Murah
hanya Rp 10 ribu perbulan 
mini. Ya, BB ini adalah ponsel terlama yang pernah saya miliki. Seingat saya, sudah tiga kali dia berganti kulit, dari hitam ke putih lalu menjadi ungu seperti sekarang. Kondisinya pun sudah memprihatinkan setelah dipreteli oleh si adik yang kini berusia dua tahun.
Dan sepanjang waktu itu pula, BB Gemini ini telah merasakan kartu SimPATI dari Telkomsel. Keduanya telah menyatu hingga kini. Entah sampai kapan, saya pun belum tahu sebab saya masih merasa nyaman mengawinkan keduanya.

Walau usinya yang sudah memasuki uzur, BB Gemini dan kartu SimPATI itu telah menemani ke berbagai daerah; dari Batam ke Dabo dan Daik di Kabupaen Lingga, Ranai di Natuna, Pontianak dan Singkawang di Kalimantan Barat, ketika bergelut dengan pekerjaan; di kota Gudeg Jogjakara dan kota Kraksaan Kabupaten Probolinggo di Jawa Timur ketika mengenyam bangku pascasarjana; dan saat berkunjung ke Singapura dan juga Malaysia. Alasan historis inilah yang membuat keduanya belum terpisahkan.
Tulisan ini bukan hendak menceritakan BB Gemini yang sudah diikat dengan karet, tetapi cerita tentang kartu SimPATI-ku yang unik ini. Ya, saya sebut unik karena ada paket istimewa yang ditawarkan untuk pelanggan setianya. Inilah kisah itu.

Jangan Abaikan SMS Promosi
Kebetulan saya dan istri sama-sama menggunakan kartu SimPATI dari Telkomsel. Saat itu, saya sedang menikmati liburan Idul Fitri pada 2015 lalu, kala datang sebuah SMS promosi dari Telkomsel yang mengabarkan promo terbaru untuk paket BB unlimited bulanan. Kabar yang termaktub di dalamnya ialah info paket seharga Rp 10ribu saja.
Karena saat itu paket yang saya gunakan mendekati masa akhir aktivasi, maka saya berniat mencobanya. Toh, kalau sukses, saya beruntung. Kalau pun tidak, saya akan tetap memakai paket BB unlimited seharga Rp 99ribu perbulannya. Sebab, banyak aktivitas yang saya lakukan membutuhkan koneksi internet, dan semua terasa lebih gampang bila dilakukan dari ponsel.
Singkat cerita, istri saya menyarankan agar hanya mengisi pulsa Rp 10 ribu saja supaya paket yang sudah ada tidak otomatis diperpanjang. Sarannya itu saya terima. Dan akhirnya, paket BB Unlimited habis. Segera saya daftarkan paket baru sesuai petunjuk pada SMS promisi. Tapi sayang, saya lupa teknis daftarnya ketika itu. Alhamdulillah, aktivasi berhasil, yakni paket BB unlimited bulanan dengan harga Rp 10 ribu. Ini adalah paket BB unlimited termurah yang saya tahu dan saya nikmati.
Tetapi, saya belum puas. Saya khawatir paket baru ini membatasi aktivitas saya dari ponsel. Maklumlah, ini era digital, di mana banyak aktivitas bila dilakukan melalui perangkat yang hanya segenggaman saja. Maka saya coba membuka browser lalu mengakses portal berita online atau media daring. "Yes, bisa" ucapku dalam hati.
Hati masih gundah, apakah push email juga masih aktif? Ada dua email yang saya aktifkan di ponsel. Keduanya sama-sama penting karena terkait pekerjaan. Maka untuk mengujinya, saya mengrim email dari yang satu ke yang lain. Isinya tak ada yang penting karena hanya mengetes saja. Beberapa jenak tidak ada tanda-tanda ikon email masuk. Aduh!!! Bahaya ini. Dengan sedikit cemas, saya sering perhatikan lampu ikon di sudut atas layar sembari menjawab beberapa komentar di Facebook. Akhirnya masuk juga barang itu. Hati pun lega. Dan promo harga paket BB unlimited murah Rp 10ribu per bulan itu tak mengurangi satupun manfaatnya.
Maka, tanpa pikir panjang, ketika paket BB istri pun habis, langsung saja memilih paket baru sebagaimana yang telah saya lakukan di BB saya sendiri. Betapa girangnya istri saya karena kami bisa menghemat puluhan ribu rupiah untuk pulsa bulanan. Apalagi saya tidak memiliki pekerjaan tetap dan harus membiayai kebutuhan selama kuliah S2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kalang Kabut Paket Habis
Di usia kepala tiga dengan dua anak, kembali ke bangku kuliah ada pilihan yang kenekatan. Saya nekat karena saya harus meninggalkan pekerjaan dan membiayai kuliah secara mandiri. Belum lagi urusan dapur. Sebab itu, sedari awal saya bertekad untuk bisa selesai kuliah secepat mungkin.
Di tengah kesibukan penghujung smester tiga, saya sudah harus menyelesaikan proposal tesis. Perputakaan, buku, laptop, dan internet adalah bagian penting. Ketika di kampus, saya bisa menikmati fasilitas internet gratis. Ketika di kos, saya harus menggunakan modem. Terkadang, kartu SimPATI itu harus berpisah dengan BB untuk "selingkuh" dengan modem Telkomsel Flash. Ini hanya tingga modem saja karena kartunya telah dipakai istri untuk BB dia tadi. Biasanya saya memilih cari bacaan awal dari BB saya itu, bila ada yang cocok, baru saya unduh di kampus. Biasalah, penghematan, dari pada harus beli paket Telkomsel Flash.
Saat sedang asyik mengerjakan proposal, paket BB lupa saya isi. Maka saya pun kalang kabut sebab sumber bacaan melalui browser di BB otomatis terhenti. Padahal, bacaan dari sumber-sumber di internet mempermudah dalam memahami setiap pembahasan. Yang tidak kalah penting, beberapa tugas akhir kuliah disetor melalui email, yang biasanya saya kiri melalui BB. Ketika berada di kampus saya coba cari info pendaftaran paket BB unlimited murah itu. Perjuangan itu baru berhasil di hari ketiga. Yes, saya masih beruntung menjadi pelanggan istimewa Telkomsel.
Peristiwa serupa pun pernah terjadi beberapa kali hingga akhirnya saya menyimpan kode akses rahasia untuk aktivasi paket murah itu, yakni *550*1#. Silahkan saja Anda coba kode aksea itu, siapa tahu Anda sedang beruntung, tepi saya tidak menjamin semuanya bisa. Setidaknya, hingga saat ini, November 2016, paket BB saya masih menggunakan paket BB unlimited murah dari Telkomsel. Banyak teman sekantor di Batam dan teman-teman semasa kuliah yang iri dengan keistimewaan kartu SimPATI saya ini.

Memaksimalkan Digital
Walaupun saya telah mengakui kualitas Telkomsel, tetapi saya hendak mencoba menggunakan kartu lain dalam menikmati layanan digital di era #IndonesiaMakinDigital ini. Uji coba ini saya terapkan pada smartphone Android baru saya yang sudah 4G. Semua provider telekomunikasi sedang berlomba menggaet pelanggan dengan tawaran bonus kuota 4G yang supet besar.
Maka pada dua slot kartu, saya isi dua kartu berbeda sekaligus. Saya hendak menguji kekuatan sinyal dan jaringan keduanya. Dalam dua pekan ini, penggunaan dua kartu itu selalu saya gonta ganti apabila support sinyalnya jelek. Nah celakanya, ketika saya bertugas di pinggiran Batam, sinyal yang tertangkap menjadi 3G dan sesekali ganti EDGE, bahkan yang satu lagi konsisten di EDGE.

Hingga saat ini, saya masih menguji secara obyektif, yang mana satu sinyal 4 G-nya paling stabil di Batam ini. Ini sudah zaman digital dan #indonesiamakindigital juga. Sehingga jangan hanya terpikat promo belaka. Jadi, menurut pembaca yang budiman, kartu perdana apa yang cocok untuk mendukung digital style? Silahkan usulkan pada saya, karena kartu itu akan menjadi pendamping untuk kartu SimPATI-ku yang telah banyak menemani saya. Namun bila gagal, bukan mustahil semua kartu yang saya gunakan merupakan produk Telkomsel yang telah teruji. Toh masih ada kartu lain yang harga paketnya lebih sesuai kebutuhan seperti Kartu AS ataupun Loop.


Tulisan ini untuk diikut sertakan dalam lomba #IndonesiaMakinDigital yang diselenggarakan oleh Telkom 

Rabu, 09 November 2016

Geliat Perekonomian di Pasar Tos3000 Jodoh

Pedagang ayam daging di pasar Tos3000 Jodoh. Pasar ini menjadi pasar induk bagi masyarakat Batam saat ini.
Telah beberapa tahun Pasar Tos3000 di Jodoh menjelma menjadi pasar pagi yang penuh sesak dengan pengunjung. Inilah pasar tersibuk di Batam dan menjadi "pasar induk" mendadak, menggantikan pamor pasar Tanjungpantun Jodoh yang sudah dikenal masyarakat Batam sejak 1980-an dan setelah kegagalan pasar induk yang dibangun pemerintah. 
Geliatnya pasar ini sudah dimulai sejak dini hari, ketika pada pedagang sayur mayur mulai berdatangan membawa sayuran segar dari berbagai daerah di Batam. Sebagian besar sayuran itu di datangkan dari Tembesi, Rempang ataupun Galang. Sedangkan umbi-umbian seperti kentang lebih banyak didatangkan dari Medan ataupun Jambi. Memang, kebutuhan makanan di Batam masih membutuhkan pasokan dari luar daerah.
Kemarin (23/10) pagi, para penjual sudah menggalar dagangan di rentang jalan antara Tos3000 hingga Top100 Jodoh. Dua ruas jalan itu dimanfaatkan oleh pedagang sayuran dan rempah untuk menggelar dagangan. Tak pelak, jalan itu pun tidak bisa dilalui oleh pengendara roda empat. Sedangkan untuk roda hanya bisa sebatas melewati sisi selatan jalur itu tatapi harus mendesakan dan bebagi dengan pedagang juga.
Kios dan lapak di dalam pasar Tos3000 menjadi pasar basah. Sedangkan di sisi kanaan, kiri, dan depannya menjadi tempat para penjual sayuran, rempah, dan buah-buahan. Ada juga yang menjajakan jajanan pasar di sela-sela pedagang sayuran. Di pasar ini, tidak sedikit orang yang menaruh harapan mengais rezeki. 
"Awas ada copet. Ibu-ibu hati-hati barangnya. Sekarang ini ibu-ibu pun sudah ada yang jadi copet," bunyi pengeras suara yang dibawa seorang pria itu menambah riuh suasana pasar. Di tengah desak-desakan antara pembeli, di saat itu pula pencopet beraksi. 
Selain suara mikrofon itu mengitari beberapa wilayah sepanjang jalan.  Peringatan itu memang wajar karena beberapa hari sebelumnya dua orang perempuan ditangkap sebab ketahuan mencuri dompet pengunjung pasar. Dan keduanya pun harus berurusan dengan polisi Lubuk Baja.
"Jagungnya delapan ribu, delapan ribu," teriak seorang penjual memanggil pembeli. Teriakan itu sudah khas di sebuah pasar. Teriakan demikian itu baru berhenti ketika penjualnya sedang melayani pembeli. 
Tentang saja, tidak semua pedagang di Tos3000 ini berteriak-teriak karena sebagian besar barang dagangan juga ada yang diberi papan harga. Pengunjung yang tertarik bisa membli langsung atau tawar menawar. Tawar menawar adalah kekhasan pasar tradisional berbeda dengan hipermarket modern yang semua telah terpasang harga.
"Kadang-kadang saja. Sekali seminggu kalau sempat. Mumpung sekarang hari minggu," kata seorang ibu saat berbincang dengan Tribun. Ia sengaja memilih menepi di dekat pasar karena tak kuat untuk memasuki pasar basah Tos3000. "Kalau ke dalam saya tak kuat. Biar mamak saja," lanjutnya.
Seorang pria yang menggendong anak juga tengah menunggu istrinya yang berbelanja ikan segar. Ia tidak tiga harus membawa anaknya berdesakan di tengah pegapnya ruangan pasar basah dengan berbagai aroma menyeruak ke hidung. Pria yang mengaku bernama Irwan ini dua pekan sekali atau ketika ada acara besar di rumah.
"Kalau di sini kan lebih murah. Selisihnya lumayan juga. Di sini sawi satu ikat dua ribu. Kalau beli tiga lima ribu. Ikatannya pun agak besar," ujarnya. Sedangkan di warung-warung dekat rumahnya Baloi, walau dengan harga yang sama, tetapi ikatannya lebih kecil. Ia bisa memaklumi karena pemilik warung juga mungkin kulakan di pasar Tos3000 ini. 
Kebutuhan masyarakat yang tersedia di pasar Tos3000 ini cukup lengkap. Walaupun hanya bulanan, tidak sedikit warga yang mencoba untuk berbelanja ke pasar pagi ini sacara langsung. Kebanyakan mereka yang berleanja datang dari Batuampar, Jodoh, Nagoya, Baloi, Pelita, dan juga Bengkong. 
Hingga pukul 06.30 pagi, masih ada sejumlah pedagang yang hendak membuka lapak. kebanyakan ialah pedagang umbi-umbian, seperti ubi, kentang, talas, dan gubis. Sedangkan pembeli datang silih berganti. Puncak geliatnya pada sekitar pukul 07.00. Tetapi sayang kemarin mendung mengelayut di atas lagit Jodoh. 
"Hujan, hujan, hujan," teriak para pedagang sembari menyiapkan payung besar. Beberapa pengunjung yang lain pun melakukan hal yang sama. Mereka harus menyelamatkan dagangan agar tidak terkontaminasi oleh air hujan yang memiliki zat kimia yang tajam, apalagi untuk sayur dedaunan. Biasanya, payung besar atau pun terpal itu baru digunakan ketika sengatan mentari  mulai menghangatkan tubuh. Tetapi pagi kemarin, daun payung dibuka lebih awal sebab gerimis mengundang.
"Mudah-mudahan saja tidak hujan. Kalau hujan pagi, kami repot mas," terang perempuan yang minta di sapa Bu Dhe saja. Sebagai pedagang, tentu yang diharapkan ialah pembeli. Apabila hujan di pagi hari, pembeli akan sepi sedang barang dagangan akan layu dan tidak layak jual lagi.
Ia agak cemas sembari berharap hujan tidak turun. Tetapi jika hanya gerimis, maka bisa jadi itu justru petanda baik di hari Minggu ini. Sebab, ujarnya dia, hari terpanjang untuk berjualan dalam sepekan ialah Minggu. Jika pada hari-hari biasanya hanya sampai pukul 09.00 atau maksimal pukul 10.00, tetapi pada hari Minggu ia bisa membuka lapak sampai pukul 11.00. Semua itu tergantung dari jumlah pembeli. Ini sudah menjadi hukum ekonomi, semakin banyak yang membeli maka pedagang pun akan semakin lama penggelar lapaknya. 
Tetapi, mereka sudah harus mulai mengemas barang dagangan secepatnya agar tidak mengganggu pemilik ruko dan para pengunjung ke toko-toko di Samarinda, Avava, dan Ramayana. Beruntung, kemarin itu hanya gerimis beberapa menit saja dan pengunjung pun masih cukup banyak hingga pedagang berjualan sampai siang. 
Ketika azan Dhuhur berkumandang, pedagang sudah bersih. Yang tersisa hanyalah pedagang yang membuka lapak di samping kanan Samarinda saja. Sedangkan di pasar Basah pun sudah mulai dikemasi. Sampah-sampah mulai di kumpulkan pada satu titik agar mudah diangkut para petugas. Geliat kehidupan pasar ini telah menyertai kehidupan masyarakat Batam. (abd. rahman mawazi)

Senin, 07 Oktober 2013

Rasakan Sejuk Air Gunung Daik Di Resun


Gemercik air terdengar begitu jelas usai memarkirkan sepeda motor di dekat musola. Air itu jatuh begitu deras mengalir tanpa kenal musim. Air terjun Resun, begitu nama yang dilebelkan untuk air terjun yang terletak di desa Resun itu. Airnya mengalir dari pengunungan di tanah Lingga. Air terjun Resun ialah satu di antara sekian banyak aliran air terjun dari gunung Daik.

Semakin dekat melangkah, semakin keras pula desiran airnya terdengar. Dari tempat parkir itu, sudah terlihat tingkatan demi tingkatan dari air tejun nan indah menawan ini. Tidak cukup rasanya jika hanya melihat keindahan air yang mengalir di antara bebatuan besar itu tanpa merasakan dingin air pegunungan Daik.

Setiap kali wisatawan yang datang ke Daik, hampir semua menyempatkan datang ke air terjun ini. Lokasinya yang mudah dijangkau memungkin siapa saja bisa datang. Apalagi, pemerintah telah membangun jalan beraspal menuju lokasi itu.  Wajar, bila setiap akhir pekan atau masa libur sekolah, air terjun Resun selalu menjadi lokasi rekreasi dan piknik.

“Kalau musim hujan, bunyinya lebih keras lagi,” kata seorang warga Daik yang sedang berkunjung ke sana beberapa waktu lalu. Musim liburan sekolah lalu pun dimanfaatkan beberapa warga untuk membawa keluarga ke air terjun ini. Mereka tampak begitu menikmati airnya yang dingin walau sekedar mencuci muka saja.

Menurut keterangan warga Daik, Fadli, air terjun Resun ini memiliki sekitar tujuh tingkatan ke atas. Ketinggian air terjun itu pun berbeda-beda untuk setiap tingkatannya. Dan yang paling mudah dijangkau ialah yang terbawah. Di bagian ini, warga biasanya menghabiskan waktu kunjungan dengan mandi.

“Seger. Kalau saya mandi, saya selalu ke tempat air jatuh. Jatuhnya enak dibadan. Kayak diterapi. Tapi kalau pas musim hujan, airnya terlalu deras, jadi agak sakit,” tuturnya yang sudah beberapa kali mengunjungi air terjun ini.

Untuk memanjakan setiap pengunjung, pemerintah telah membangun beberapa gazebo. Di gazebo, biasanya warga menempatkan barang-barang bawaan. Lalu, mereka pun akan menikmati air terjun atau sekedar berfoto. Tidak ada bunyi-bunyian selain dari desiran air, celotehan burung, dan nyanyian serangga hutan.

Karena lokasi yang berada di kaki gunung, sebaiknya setiap pengunjung telah menyediakan bekal secukupnya, apalagi jika hendak berpetualang hingga ke puncak sumber air.