Snorkeling di Pulau Petong, Mengapa Tidak? (1)

Pulau Petong ini berada di sisi selatan Batam. Lebih kurang perjalanan satu setengah jam dari titik keberangkatan kami di Kepri Mall hingga sampai di jembatan enam. Tentu saja, kita akan melewati jambatan satu Barelang yang telah menjadi ikon Batam.

Rasakan Sejuk Air Gunung Daik di Resun

Air terjun Resun, begitu nama yang dilebelkan untuk air terjun yang terletak di desa Resun itu. Airnya mengalir dari pengunungan di tanah Lingga. Air terjun Resun ialah satu di antara sekian banyak aliran air terjun dari gunung Daik.

Kampung Boyan di Dabo Singkep

Para perantau ini seringkali meninggalkan jejak berupa nama kampung, yakni Kampung Boyan. Nah, itulah yang menjadi pijakan, tradisi rantau warga Bawean memiliki jejak, baik berupa nama maupun tradisi. Di Dabo Singkep, terdapat juga sebuah kampung bernama Kampung Boyan.

Menikmati Keindahan Masjid Agung Natuna

Masjid ini memang megah. Bahkan termegah yang ada di Kepri. Sebab itu, masjid ini selalu terlihat sangat cantik dari berbagai sisinya. Anda bisa mencari berbagai foto menarik masjid ini di internet. Saya sungguh kagum.

Puasa dan Pembebasan Sosial

Puasa mempunyai konteks tanggungjawab pribadi dan juga tanggungjawab sosial. Karenanya, dalam berpuasa, disamping mewujudkan kesalehan vertikal kepada Allah, juga untuk mewujudkan kesalehan herisontal kepada sesama manusia dan mahluk Allah.

Minggu, 22 Oktober 2017

Tips dan Trik Mengganti Password Modem Bolt 4G

Yang masih setia menggunakan model Bolt 4G tentu sudah paham cara mereset passwordnya. Namun siapa tahu ada pengguna yang lupa dan atau memang pengguna baru yang belum tahu. Maka ikutilah langkah-langkah sebagaimana akan saya jelaskan di bawah ini.
Beginilah kira-kira penampakannya nanti. Tapi baca dulu tahapan demi tahapan biar lebih mudah paham

Sebelumnya, perlu Anda ketahui, Bolt 4G mengeluarkan produk berupa MI-Fi. Sewaktu awal-awal produk ini dikenalkan, promosinya sangat gencar sekali dan jaringannya memang joss. Sekarang promosinya kurang dan penggunanya pun tanpaknya bergkurang. Namun jaringannya (khususnya di Batam) masih joss juga. Yang tidak kalah penting ialah Modem Bolt 4G ini hanya digunakan modemnya saja. Artinya, tidak lagi memakai kartu Bolt. Bersyukurlah kita bila mendapatkan modem Bolt 4G yang tidak terkunci sehingga bisa menggunakan kartu internet lain. Maklum lah, sekarang ini provider kartu internet berlomba menyajikan kuota jumbo dengan harga murah (cek saja di Kios F21 Batam).
Oke. Back to the topic. Agar jaringanmu tidak tercecer di mana-mana, maka perlu menguatkan password model Bolt kalian. Apalagi yang belinya seken, maka hukumnya wajib mengganti password. Inilah langkah-langkah menggantinya:

1. Langkah pertama sambungkan Modem Bolt 4G anda ke komputer atau smarthphone
2. Lalu klik link berikut http://192.168.1.1 (tenang saja, ini bukan link virus)

Ini penampakan awalnya dan Anda cukup menuliskan kata sandi atau password "admin" saja

3. masukkan password default: admin
4. Selanjutnya, pilih setting pada menu yang berada di kanan atas
5. Kemudian ganti nama hotspot dan password sesuai keinginan anda
Ini gambaran tiga langkah terakhir. Ikuti saja sesuai nomor panduan dan nomor yang tertera di gambar. Beres deh...

6. Lantas tekan apply

Saran saya, sebaiknya mencobanya menggunakan komputer saja. Jangan menggunakan gawai atau smartphone karena agak lelet.

Sekian dulu untuk bagian ini. Mudah-mudahan di lain waktu bisa berbagi lagi. 

Silahkan komen saja bila ada hal yang disampaikan.

Rabu, 04 Oktober 2017

Benarkah Agama itu Sebagai Candu?


Ini adalah tulisan lama saya yang sudah pernah diterbikan oleh Ruang Baca (suplemen tabloid buku yang diterbitkan oleh Koran Tempo) sekitar 2003 silam. Saya beruntung karena masih bisa menukan tulisan ini bertebaran di berbagai blog. Sebab itu, tulisan ini saya posting kembali di blog ini sebagai dokumentasi sekaligus, walau saya punya dokumen aslinya. Nah kebetulan, term itu selalu hangat dalam setiap diskusi. Maka, silahkan simak resensi saya atas buku yang berjudul Agama Bukan Candu karya Eko Darmawan ini. Judul asli resensi ini ialah Perspektif Lain Agama Sebagai Candu. Dan berikut tulisan tersebut.


 

Aforisme Marx yang cukup terkenal prihal agama ialah “agama adalah candu dari masyarakat” (It [Religion] is the opium of the people). Sebenarnya, Marx tidak banyak menulis tentang agama sebagai ideologi, melainkan ia melihat dari perspektif sosio historiografis masyarakat yang menjadikan agama sebagai praktik pembenaran sepihak tanpa implementasi lebih lanjut dalam praktik kehidupan. Kumpulan tulisan Marx dalam buku Marx Tentang Agama (Teraju, 2003) menjelaskan hal demikian itu. Dan aforisme diatas tak lain adalah penggalan kalimat dari sekian kalimat yang membahas hakekat manusia ditengah kapitalisme kehidupan, dimana peran agama selalu menjadi pertanyaan.

Dikarenakan aforime Marx merupakan satu kalimat yang tidak berdiri sendiri, maka tak jarang bila kemudian terjadi interpretasi yang berbeda-beda. Marx bukanlah satu-satunya orang yang diangap anti agama dan anti tuhan (ateis), masih bayak pemikir lain, terutama yang beraliran materialisme, mendapat perlakuan sama. Misalnya Ludwig Feuerbach dan Tan Malaka. Ketiga tokoh inilah yang menjadi kajian dalam buku ini.
Eko P. Damawan mempunyai perspektif lain dari kebanyakan orang dalam memahami pemikiran tiga tokoh ini. Baginya, Kritik sekaligus pemahaman tiga tokoh tersebut terhadap agama adalah upaya membangun spritualitas keagamaan manusia yang terjewantahkan dalam laku kehidupan konkrit. Agama diturunkan agar manusia tumbuh dan berkembang menjadi Manusia-manusia Besar, bukan menjadi manusia- manisia kecil yanghanya puas dengan kesuksesan-kesuksesannya sendiri. Menjadi Manusia Besar artinya menjadi manusia yang bejiwa, dan berpikiran dan berperasaan semesta.(hlm.23) 
Relevansi kritik tersebut, seperti yang digambar Darmawan, dapat dilihat dari cara keberangamaan saat ini yang lebih dekat dengan modus yang bereksistensi borjuis–kapitalistik ketimbang dengan modus yang bereksistensi religius secara sosio-hostoris. Ketika kesuksesan dunia dan akhirat diartikan sebagai kesuksesan ekonomis dan sosial di dunia dan kesuksesan mendapatkan surga di akhirat, maka agama tak ubahnya seperti jual beli dalam merebutkan kavling surga. Lantas hubungan antara Tuhan dengan orang beragama tak ubahnya hubungan pedangan dan calon konsumen. Surga kemudian digambarkan secara pasif; sebagai tempat bersenang-senang, tempat dimana segala keinginan manusia dipuaskan.
Ironisnya lagi bila para pembasar atau elit agama, yang kebanyakan sukses secara ekonomi dan sosial, bersikap pasif terhadap kezalamin yang sering tampak dengan pernyataan, misalnya, bahwa Tuhan Maha Adil, Tuhan Maha Tahu, dan Tuhan Maha Bijaksana, dan sebagainya. Kemudian setelah itu membiarkan saja, tanpa upaya realistis. Jika demikian agama hanya menjadi milik kaum elit, dan agama tidak memihak kaum proletar. Pemahaman teosentrisme seperti diatas, menurut Darmawan jelas menunjukkan wajah egosentrisme agama. Agama hanya diartikan sebagai urusan spiritual ukhrawiah, dan urusan duniawi tidak mempunyai sangkut paut dengan agama. Yang demikian inilah yang menjadi kritik pedas, terutama oleh tiga tokoh yang dijadikan kajian dalam buku ini. 
Kritik paling pedas yang dilontarkan Feuerbach tentang agama dari hasil penelusuran Darmawan dari buku The Essence of Christianity-nya adalah ajaran teosentrisme agama. Baginya, Agama bukanlah tentang Tuhan yang sewenang-wenang menyuruh manusia untuk patuh pada-Nya, namun tentang pulihnya kesadaran dalam diri manusia tentang perjalanan hidupnya, dari mahluk yang terperangkap dari batas-batas ruang dan waktu menjadi mahluk yang mensemesta. Maka Feuerbach memaknai agama sebagai ajaran antroposentrisme. Jadi, misi agama adalah tentang bagaimana manusia turut mengisi atau membentuk eksistensinya secara konkrit di alam raya ini.
Realitas material yang ada dihadapan manusia bukanlah sesuatu yang harus dikontraskan dengan Tuhan. Kebenaran manusia bukanlah kebenaran yang bersifat abstrak, namun adalah kebenaran yang bersifat material, kebenaran yang bisa dirasakan secara bersama oleh sesama manusia. Secara tak langsung Feuerbach mengatakan bahwa untuk membumikan agama manusia harus menunjukkan dengan prilaku konkrit. Senada dengan itu, kritikan Marx, menurut Darmawan adalah kritik terhadap cara-cara empiris manusia menjalankan keberagamaannya. makna “candu” yang dimaksud Marx bukanlah sebagai surga bayangan, surga yang tidak riil, surga tidak konkrit melainkan sebagai gambaran hakikat mengenai apakah agama itu. 
Agama adalah impian dan harapan akan kehidupan surgawi, namun kehidupan surgawi itu bukanlah surgawi didunia ini melainkan di sana. Akan tetapi, bila hidup terus-menerus mencandu, maka secara tak langsung telah melupakan dunia sekitar, dunia dalam bermasyarakat. Marx mengajak manusia untuk mentransformasikan agama menjadi apa yang biasa disebut religiusitas. Agama butuh otoritas eksternal, sementara religiusitas menggali kearifan dalam diri sendiri. 
Agama membayangkan alam dan kebahagian surgawi di sana, sementara religiusitas membangun alam dan kebahagian surgawi di sini, di dunia konkrit ini.(hlm.182) Apalagi bila agama hanya diidentikkan dengan keghaiban. Tan Malaka—dengan Madilog-nya—adalah salah seorang yang mengkritik logika mistik. Ia, seperti yang disimpulkan darmawan, berpendapat bahwa inti ajaran agama bukanlah pada kegaiban, yakni pengharapan surga dan neraka. Seharusnya dengan berkembangangnya kemampuan akal budi manusia, beragama tidak lagi didasarkan pada–kenikmatan–surga dan–kesengsaraan–neraka. Kata Tan Malaka; “Jadi teranglah sudah, bahwa lemah tegunya iman itu tiadalah semata-mata bergantung pada ketakutan dan pengharapan sesudah kiamat. Jangan dilupakan, bahwa perkara vital yang menentukan lemah teguhnya iman adalah masyarakat kita sendiri”.
Seperti halnya Marx, menurut penulis, Tan Malaka juga mengkritik penjungkirbalikan agama. Yakni, ajaran keghaiban yang pada awalnya sebagai iming-iming agar manusia mengikuti ajaran Nabi, namun sekarang diletakkan sebagai yang utama, yang inti. Kritisime demikian inilah yang seringkali berakhir dengan pengecapan sebagai anti agama, kafir, murtad dan ateis (anti Tuhan). 
Menariknya buku ini adalah penyertaan data (referensi) yang dilakukan penulisnya. Hal ini menunjukkan keseriusan kajian yang dilakukan. Misalnya sistematisasi prihal keberagamaan menurut pandangan umum dan menurut Marx dan Feuerbach. Pertama, mengenai orientasi dan tujuan. Dalam pandangan umum, keberagamaan bertujuan mendapatkan surga dan berlimpahan rizki dari Tuhan, sedang dalam Marx dan Feuerbach bertujuan mengembangkan esensi manusia (akal, budi, kemauan, dan perasaan) sehingga mensemesta dalam kebersamaan. Kedua, mengenai aktivitas utama. Menurut pandangan umum aktivitas utama beragama adalah ibadah, sedangkan menurut Marx dan Feuerbach adalah bekerja sama membangun dunia yang lebih mulia. Dan ketiga, mengenai produk masyarakat yang diciptakan. Menurut pandangan umum ialah masyarakat secara pribadi taat beribadah, namun secara sosio- historis sibuk dengan cita-cita dan gaya hidup yang pasif dan konsumtif mereka (masyarkat borjuis), sedangkan menurut Marx dan Feuerbach ialah masyarakat yang terdiri manusia-manusia besar yang kemauan, pikiran, dan perasaannya berkembang mensemesta, merasa satu dengan semesta.

Abd. Rahman Mawazi, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, alumnus
PP. Badridduja Kraksaan-Probolinggo.

Kamis, 07 September 2017

Fenomena Lowongan CPNS 2017 dan Link Formasinya

Layar monitor berita di kantor tempat saya bekerja menunjukan angka yang fantastis untuk pembaca berita penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 2017. Berita-berita perihal CPNS ini selalu menempati urutan lima besar. Tentu saja itu berdampak pada tingginya trafik pengunjung laman web Tribun Batam di banding hari-hari biasanya.
Contoh Tampilan Laman Web Penerimaan CPNS 2017

Informasi lowongoan CPNS kali ini merupakan tahap kedua setelah sebelumnya pemerintah melalui Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN RB) telah melakukan pembukaan lowongan. Namun, jumlah formasi yang dibutuhkan tidak banyak karena hanya beberapa lembaga negara saja. Terbanyak ialah dari kementerian Hukum dan HAM yang memiliki direktrot banyak di bawahnya.

Pada pengumuman lowongan formasi CPNS tahap kedua ini, jumlahnya lebih banyak, baik dari jumlah kementerian, lembaga, dan institusi pemerintahan lainnya, maupun jumlah formasi yang akan dibuka. Maka, wajar saja apabila warga menanggapi informasi itu dengan cepat karena ingin tahu lebih lanjut perihal formasi-formasi yang di butuhkan. Namun, dari sekian banyak itu, hanya satu saja kuota pemerintah daerah, yakni untuk pemerintah provinsi Kalimantan Utaran (Kaltara), provinsi termuda di Indonesia.

Dari sejumlah pembaca atau pencari informasi perihal lowongan di CPNS ini justru yang terbanyak datang dari pegawai honorer itu sendiri. Kesimpulan perihal ini saya ambil dari beberapa pengalaman sebelumnya, bahwa tidak sedikit honorer yang justru paling antusias  ingin segera mendapatkan status sebagai Aparatur Sipul Negara (ASN) ataupun Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kemudian urutan pembaca kedua, lagi-lagi ini juga hanya asumsi dari pengamatan sebelumnya, adalah kalangan mahasiswa yang baru lulus. Sangat wajar saja bila para sarjana muda ingin menjadi PNS karena sebagian besar pekerjaan itu memang diimpikan oleh warga Indonesia.

Ya, menjadi PNS itu bisa jadi sebuah cita-cita. Mengapa? Alasan ini yang agak sulit untuk dituangkan dalam tulis dan juga sulit untuk dijelaskan secara lisan karena biasanya memiliki tendensi subyektifitas yang tinggi.  Okelah. Saya akan tetap menyebutkan beberapa alasan itu sebagai opini pribadi saya.

1. Generasi millenial tua (1980-an) masih dibayang-bayangi oleh pengalaman masa lalu perihal kehidupan seorang pegawai negeri yang terlihat begitu sejahtera. Setidaknya, hal itu bisa diambil contoh dari beberapa pegawai negeri yang ada di lingkungannya. Hingga saat ini, pegawai negeri itu selalu terlihat lebih sejahtera secara ekonomi. Bahkan, untuk urusan di perbankan (lebih tepatnya soal kredit barang lah), mereka akan mendapatkan kemudahan. Alasan lainnya, pensiunan dari pegawai negeri ini pun terlihat nyaman dan sejahtera di hari tuanya. Kondisi ini tentu merangsang generasi millenial tua ini untuk mencoba peraduan nasib dengan mendaftar PNS.  Apalagi, dorongan dari orang tuanya pun kerap untuk menganjurkan mencoba mendaftar. Artinya, ada sebuah gengsi ketika menjadi seorang pegawai. hehehehe

2. Kondisi ekonomi yang sedang merosot saat ini juga menjadi faktor lain. Saat ini banyak lulusan sarjana yang justru bekerja tidak memiliki kesempatan yang lebih leluasa. Kalau pun ada, gaji seorang sarjana di perusahaan swasta bisa dibilang sama dengan pekerja lain yang lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat. Alasan ini yang kerap digunakan oleh pemerhati ataupun motivator dengan mengatakan, “kemampuan adalah tolok ukur dalam bekerja, bukan ijazah.”
Saya bahkan memiliki seorang teman yang lulusan magister (S2) bekerja sebagai cleaning service (CS) karena gaji seorang lebih besar daripada gaji pada pekerjaan yang dilamarnya menggunakan ijazah S2 itu. Menurut kawan saya itu, alasan dia memilih menjadi CS itu karena menurut dia, “bekerja untuk mencari penghasilan, bukan mencari pekerjaan.” Wow... kalimat itu meluluhkan saya. Kalau hanya pekerjaan, kata dia, ada banyak tetapi penghasilannya belum tentu ada atau sesuai harapannya. Sedangkan sebagai CS ia mendapatkan upah sesuai UMK.

3. Aji mumpung mungkin menjadi alasan terakhir ketika memilih untuk melamar menjadi CPNS. Mengapa? Nah, ini dia yang agak menarik. Nasib orang memang tidak dapat ditebak. Sudah beberapa tahun pemerintah tidak membuka lowongan untuk CPNS ini atau moratorium dengan alasan akan mengkaji kebutuhan riil supaya tidak membenani anggaran negara. Wajar sajalah apabila selama bertahun-tahun ini banyak tidak lagi mengharapkan untuk menjadi PNS. Namun, ketika kran itu dibuka, mereka mencoba untuk mengadukan nasibnya. Inilah aji mumpung. Siapa tahu diterima. Kalaupun tidak diterima, setidaknya sudah pernah ataupun memiliki pengalaman bekerja di sektor swasta.


Setidaknya itu sajalah catatan fenomena lowongan CPNS 2017 yang begitu mendapat sambutan hangat dari masyarakat Indonesia. Semoga saja yang mendaftar bisa diterima, wabilkhusus bagi mereka yang ngebet bercita-cita menjadi seorang pegawai negeri. Dan berikut adalah link untuk formasi CPNS yang dibuka oleh pemerintah. Silahkan saja klik link di sini.

Sabtu, 19 Agustus 2017

Cara Mengindentifikasi Lapak Online Palsu di Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada dan Lainnya


Pernahkah Anda tertipu dari transaksi jual beli online? Jika pernah. Silahkan berbagi informasi di kolom komentar. Jika Anda belum tertipu, silahkan simak tulisan ini agar jangan tertipu. Belajar dari pengalaman diri sendiri dan orang lain untuk lebih baik. Ah... Serupa itulah kiranya kalimat bijaksana yang sering kita dengar.
Pada artikel kali ini, saya ingin berbagi cerita perihal lapak-lapak yang “diduga penipu” di marketplace ternama di Indonesia; Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak dan lainnya. Situs yang saya sebutkan itu memang bersaing untuk menjadi tempat belanja online masyarakat Indonesia serta berupaya menjemput pelapak sebanyak mungkin. Kebetulan saya dan beberapa teman termasuk sering berselancar mencari barang melalui marketplace itu. Beberapa hari lalu, saya sedang mencari beberapa produk elektronik melalui marketplace juga. Namun, saya mendapati kejanggalan pada beberapa toko. Hal ini sudah sering saya jumpai setiap kali melakukan perburuan barang di marketplace. Itulah mengapa saya ingin berbagi kisah dan kiat terhindar dari pelapak palsu itu.
Sering kita dengar, marketplace tersebut merupakan tempat transaksi online yang aman. Tidak sedikit pula pembeli memilih menjadikannya sebagai tempat transaksi walaupun belanjanya dengan cara komunikasi langsung. Ops.... mungkin kamu bertanya, apa iya bisa ada penipuan di situ? Bukankah marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak dan lainnya lebih aman? Oh... tunggu dulu. Yang namanya penipuan itu bisa terjadi di mana saja. Para penipupun berakal panjang untuk menjerat korbannya.
Kita percaya bahwa aturan yang diterapkan di marketplace, seperti yang telah saya sebutkan itu, sangat ketat dan aman. Seorang teman pernah bertransaksi melalui salah satunya. Ketika itu, ia membeli beberapa item barang. Namun, setalah barang diterima, ada beberapa item yang tidak ada. Setelah dikonfirmasi ke admin marketplace, memang diketahui bahwa penjual tidak menyertakan barang itu. Akhirnya uang dia dikembalikan senilai barang yang tidak terkirim dan ia pun mendapatkan voucher belanja senilainya, sebagai kompensasi. Itulah gambaran betapa ketatnya aturan di marketplace itu. Ada juga teman saya yang, untuk bayar tagihan listrik saja, menggunakannya karena bebas biaya administrasilah, lebih gampanglah, kejar poinlah, dan macam-macam alasannya.
Seketat-ketatnya aturan, tetap ada celah bagi para penipu. Dan para penipu ini adalah “orang pintar”, bahkan termasuk “orang nekat”. Para penipu yang mahir didunia cyber, mungkin bisa mengalihkan IP Address. Penipu yang mahir dalam komunikasi, mungkin akan menuliskan kata dan kalimat yang memikat. Nah, kitalah yang harus bijak menentukan.  
Untuk mengindentifasi lapak-lapak penipu di marketplace terbilang gampang-gampang susah. Di bilang gampang, karena mungkin kita telah mengetahui karakteristik lapak atau toko, maupun produk-produk yang dipajang di etalasenya. Di bilang susah, karena harga yang diberikan betul-betul menggiurkan. Bagi orang yang “kebelet” ingin punya produk premium dengan harga murah, maka akan gampang terpedaya oleh model yang begini. Ciri-ciri toko atau lapak penipu ini biasa meliputi beberapa hal.

Jika sedang berselancar di salah satu marketpalce melalui kolom pencarian, kita akan digiring pada produk yang paling dekat dengan kata kunci. Misalnya, kita memasukkan S7 Edge. Maka produk yang terkait akan keluar. Nah, di sanalah kita akan mendapati perbedaan harga dari setiap penawaran toko. Harga murah dan termurah dari yang tampil, biasanya akan menjadi pilihan pertama untuk kita klik. Nah... Penipu biasanya memanfaatkan kondisi ini untuk memikat calon korbannya.
Lapak atau toko di marketplace akan selalu mencantumkan spesifikasi produk sebaik mungkin. Kateranga itu pun dibuat detail namun tidak panjang. Informasi yang cukup, biasanya akan menarik minat pembeli. Namun di lapak gadungan, biasanya informasi itu dimulai dengan klaim. Klaim terhadap pelayanan terbaik dan harga termurah. Di sepanjang keterangannya itu, nanti akan ada model atau tipe produk-produk lain yang juga disebutkan bersamaan dengan daftar panjang.
Mengapa dibuat keterangan begitu? Karena biasanya, kita cendrung abai dengan bahasa keterangan yang atas sehingga akan memperhatikan daftar harga produk lain yang dibuat. Padahal, kalau dicermati, dari pengalaman saya, tidak sedikit keterangan itu yang dikopi paste dari keterangan orang lain. Bahkan, ada yang diterjemahkan melalui perangkat.
Sedangkan pada keterangan yang pendek, biasanya akan dipasang keterangan barang seadanya. Lalu ia akan mengarahkan untuk berkomunikasi langsung via chat ataupun aplikasi sosial media, entah itu whatsapp, BBM, Messenger, BeTalk, WeChat, dan lainnya.  Intiny, pelapak gadungan itu akan mengarahkan ke sana.

Periksalah penilaian ataupun komentar di bagian kolom-kolom yang telah tersedia pada setiap produk. Setelah dua indikasi terpenuhi, dan jika tidak ada penilaian, sudah sepatutnya untuk curiga. Jika tidak ada komentar atau ada komentar yang jawabannya agak kurang memuaskan, patut juga dicurigai. Biasanya, ketika chat di kolom yang tersedia, pelapak akan mengarahkan untuk menghubunginya melalui chat di luar yang disediakan oleh marketplace itu.
Aduh... saya bawa-bawa pula kata “bayi”. Maafkanlah saya. Itu hanya perumpamaan saja. Saya ingin mengatakan, bahwa toko atau lapak gadungan yang bertebaran di marketplace itu kebanyakan umurnya baru berbilang minggu. Jarang sekali saya menemukan yang berumur sampai dua bulan. Saya menduga ada beberapa sebab. Pertama, toko-toko yang diindikasi penipu dihapus oleh admin marketplace setelah ada laporan dari calon pembeli. Kedua, mungkin sengaja dihapus oleh si pembuka lapak itu sendiri ketika sudah berhasil mendapatkan korban. Bayangkan saja, kalau dari toko yang dia bina itu dapat transaksi senilai Rp 2 juta, kan lumayan.

Setelah kita lihat profil dari toko atau lapak itu, maka akan terlihat juga daftar produk dan item jualannya. Yang saya temukan, toko-toko yang diduga penipu ini biasanya telah memiliki puluhan bahkan ratusan produk dalam toko online itu. Sepintas, hal itu akan memberikan kesan bahwa toko ini memiliki banyak barang, toko itu toko yang “profesional”, toko itu sudah berpengalaman, dan lainnya. Namun anehnya, produk yang terlihat di kolom gambar itu cendrung sama. Paling ada sekitar lima atau tidak sampai 10 item. Baik foto, judul, dan keterangannya pun sama. Itulah trik mereka untuk mengelabui.

Setidaknya itulah ciri-ciri untuk mengidentifikasi toko atau lapak penipu yang tersebar di marketplace. Dari ribuan hingga puluhan ribu pelapak online di marketplace, mungkin tidak banyak penipunya. Namun, jangan sampai kita pula yang menjadi korbannya. Mudah-mudah kita semua semakin cermat dalam berbelanja online di era digital ini. Semoga saja tulisan singkat ini bermanfaat.

Catatan: Tolong jangan diviralkan. Nanti para pelapak penipu tersinggung. hehehehehe

Tunggu tulisan lanjutan perihal kiat berbelanja online, termasuk memilih lapak-lapak terpercaya. 

Jumat, 11 Agustus 2017

Aku di antara Bawean dan Batam

Aku saat berusia sembilan tahun ketika di kampung 

Saya tersentak ketika seorang teman mengaku sudah jenuh dengan aktivitasnya di kota berkategori metropolis ataupun metropolitan. Ia mengaku ingin hidup di kota kecil di kampung, yang bukan termasuk metropolitan. Alasannya, selama berada di kota metropolis itu, ia merasakan kekurangan dalam hal spiritualitas. Sebab, selama ini ia hidup di lingkungan perkampungan yang kental dengan tradisi bersarung, berkegiatan sosial dan kekeluargaan, serta bercengkrama santai di sudut-sudut kampung.
Saya pun tersentak mendengarnya. Kota metropolis seperti Batam dan Jakarta, kata dia, memang talah membuatnya hanya disibukkan dengan pekerjaan dan pencarian materi. Memang, ada waktu untuk berkumpul bersosialisasi dengan tetangga ataupun masyarakat dan  ada waktu untuk beribadah. Namun, itu semua masih dirasa kurang dalam hal spiritualitas dan pengabdian sosial. Di kota, kata dia lagi, pengabdian sosial pun masih dalam perhitungan materi. “Ujung-ujungnya, kita sibuk dengan materi,” kata dia menegaskan. “Aku ingin balik kampung saja,” kata dia lagi.
Pernyataan itu sempat mengganggu pikiranku. Sekilas terbanyang perihal kehidupan masyarakat di kampung halaman orang tua, di Pulau Bawean, dengan rutinitas masyarakat kebanyakan sebagai petani, nelayan, buruh, dan sebagian karyawan atau pegawai. Terbayang pula dengan kehidupan yang lepas dari hingar bingar kendaraan dan kemacetan pada saat jam sibuk. Ah... sudahlah. Itu hanya sebuah banyangan karena sayapun hanya numpang lahir saja di sana.
Yang sedikit mengusik pikiran saya. Apa yang diutarakan oleh teman itu, bersamaan pula dengan fenomena pulang kampung di Batam. Yang ini alasannya berbeda. Bukan karena alasan spiritualitas dan pengabdian sosial, tetapi karena kelesuan ekonomi.  Mereka menilai Batam tidak lagi seperti dulu: cari kerja susah dan kebutuhan masih tetap tinggi. Nah, kalau ini alasannya ialah alasan materialis.
Di Batam ini, dulunya, penduduknya terbilang nyaman. Keluar masuk atau berpindah-pindah tempat kerja gampang saja karena tingkat kebutuhan tenaga kerja begitu tinggi. Bosan menjadi operator di sebuah perusahaan elektronik, bisa berhenti dan menjadi pramuniaga di toko-toko dalam mal. Bahkan, ketika bosan bekerja pada orang atau perusahaan lain, bisa menjadi tukang ojek, yang penghasilannya pun lumayan. Itu dulu, sekitar 1990-an hingga 2000-an awal.  Kala itu, orang berbondong datang ke Batam untuk mengadukan nasib bidang perekonomiannya.  Sebab itu, mungkin bisa disebutkan kini 80 persen penduduk di Batam saat ini adalah pendatang dari berbagai penjuru daerah. Saya punya kawan dari suku Batak, Jawa, Padang, dan ada juga yang campuran.
zaman dulu belum musim selfie

Anak perantau
Merantau ke kota, apalagi kota dengan kategori metropolitan, sering kali menjadi impian banyak orang dengan harapan bisa menambah pundi-pundi kekayaan.  Sukses di perantauan memang kerap diukur dengan seberapa nilai kekayaan yang dimiliki ataupun sebarapa banyak mampu mengirim ke kampung halaman. Daya pikat kota dengan angan-angan atau impian bisa “memperbaiki nasib” itu telah berhasil menciptakan urbanisasi besar-besarn era modern ini. Perihal filosofi dari tradisi perantauan ini memang berbeda. Silahkan saja baca buku-buku sejarah perantauan atau diaspora suku bangsa di Indonesia dan buku antropologi.
Proses kehidupan di metropolitan telah melahirkan persilangan: silang budaya, silang ketuturan, dan lainnya. Nah, ketika memasuki generasi pertama, maka lahirlah identitas kebudayaan dan ketuturan yang baru. Gampangnya, misalnya, orang tua saya kelahiran Jawa Timur, saya kelahiran Batam. Kemudian ketika ditanya, “kamu orang mana?” saat menjawab Batam. Kecendrungan akan ditanyakan lagi, “asli Batam?” disitulah kegalauan akan muncul. Orang tua yang Jawa masih mewariskan kejawaannya dalam keluarga. Tetapi kelahiran telah memperjelas identitas awalnya. Sama saja bingungnya, ketika si peranakan rantau ditanyaka, “kampungnya di mana?” Nak jawab apa, coba? (Sekarang, bagaimana perasaan kalian bila itu terjadi? Silahkan tuliskan di kolom komentar saja ya..?)
Atau bisa saja, lahirnya di kampung halaman, tetapi justru tidak pernah hidup lama di kampungnya. Teman pun tak punya di sana. Nah, bagaimana mengidentifikasi diri? Entahlah.... biasanya hal seperti itu diselesaikan secara “adat” alias disesuaikan konteks saja. (kalau pembaca punya pendapat, silahkan tuliskan di kolom komentar saja)
Kembali pada cerita teman yang ingin balik ke kampung halamannya. Kehidupan kota yang membuatnya terlalu sibuk dengan pertimbangan materi itu, memang sudah banyak dibahas oleh teoritikus. Dan gejala kehausan spiritualisme sudah banyak terjadi di kota-kota metropolitas seluruh dunia. Bahkan, masyarakat negara maju pun sudah berupaya memilih kembali ke kehidupan natural, kembali pada pengisian spirititualisme dalam diri. Tidak sedikit pula yang memilih liburan ke daerah pelosok sekadar me-refreshing diri. Jika temanku itu memilih untuk pulang kampung, maka kuucapkan untuk selamat beradaptasi kembali di kampungmu. Terima kasih.



Senin, 07 Agustus 2017

Sepandangan murid SD O24 Sei Panas dari Bilik Kios (Reuni SD-habis)


Beberapa hari ini kuperhatikan anak-anak sekolah dasar (SD) pulang lewat depan di depan Kios F21 Mobile. Pada hari tertentu, kulihat seragam mereka berbeda-beda. Itu artinya, mereka tidak satu sekolah. Ada kemungkinan mereka tinggal berdekatan, tetapi sekolah di SD yang berbeda. Setiap siang, selalu saja terlihat silih berganti rombongan anak SD itu lewat. Padahal di pagi hari, jarang saya lihat mereka berangkat bersama.
Dulu, yang kualami seperti itu juga ketika masih duduk di bangku SD 024 Seipanas. Berangkat seorang diri, tetapi pulangnya bersama-sama dengan teman yang lain. Tampaknya, di antara mereka itu ada juga yang merupakan siswa dari SD 024. Setidaknya itu yang kutengarai dari warna seragam olah raganya, putih dan kemerahan. Sedangkan baju batiknya, warna jingga.
Perjalanan itu masih serupa. Dulu, kios tak bernama dan berjualan camilan saja. Tidak sedikit juga teman-teman yang masih memiliki sisa uang jajan berbelanja di kois ini. Kini, kios itu kuberi nama Kios F21 Mobile sebagai tempat jualan paket internet murah.  Dan dari balik kios itu pulalah terbayang olehku masa-masa SD dulu. Yang tak kalah penting lagi yakni seorang guru kami, wali kelas ketika di kelas enam.
Saya yakin, setiap orang memiliki memori tersendiri dengan masa kanak-kanaknya. Mungkin kita sudah sukses menjadi seorang penulis, pengusaha, pejabat, karyawan di perusahaan top ataupun profesi lainnya. Tepi memori masa lalu itu akan tetap terkenang pada momentum tertentu.

Pesan Ketika Dewasa
Ketika reuni itu digelar, guru kami itu memang sungguh membangkitkan memori masa lalu. Setidaknya itu untukku. Entahlah bagi teman-teman yang lain. Sebagian dari pada itu telah kutiliskan pada tulisan pertama reuni dengan judul ......... Silahkan baca lagi yaa
Kali ini saya tidak hendak bernostalgia terlalu dengan masa di masa SD itu. Di bagian akhir tulisan ini, saya hendak menuliskan beberapa pesan dari guru kami. Itu adalah petuah yang, menurut saya, wajib “diabadikan” dengan tulisan. Niatan ini dilandasi dari petuah yang berbunyi, “ikatlah ilmu dengan tulisan.”
Ibu Henny memberikan tiga poin petuah. (Siapa di antara teman-teman yang masih ingat dengan petuah beliau itu?) Setidaknya itu yang masih terekam dalam memoriku hingga tulisan ini dibuat.
Pertama, berbakati pada orang tua. Kami sudah menjadi orang tua. Tetapi Bu Henny tetap berbepesan agar kami tetap berbakti pada orang tau. Ia berpesan demikian justru karena kami telah menjadi orang tua. Menurut beliau, orang tua itu sangat membutuhkan kasih perhatian dari anak-anaknya. Justru kami yang sudah menjadi orang tua, bisa merasakan bagaimana mengasuh anak-anak; saat rewel, saat meminta sesuatu, saat tidak mempedulikan nasihat dan teguran kita, serta lain sebagainya. Begitulah yang dirasakan oleh orang tua ketika sudah renta. Dan saat itulah berbakti kepadanya menjadi nilai lebih menyejukan hati orangtua.
Kedua, jangan tinggalkan salat. Bagi Bu Henny, perintah salat dalam agama itu penting. Ia tidak peduli dengan aliran atau mazhab apa yang dianut. Namun, salat merupakan tiang agama yang harus terus ditegakan. Kita, kata beliau, tidak bisa hanya mengejar materi sebab tidak bisa dibawa mati. Pada saat reuni digelar, Bu Henny sendiri sedang melaksanakan puasa sunnah di bulan Syawal.
Dan yang ketiga, pererat silaturahmi. Bu Henny memuji kami yang masih menyempatkan diri untuk bisa bersilaturahmi. Bahkan, beliau mengaku selalu berupaya hadir dalam setiap undangan silaturahmi yang digelar murid-muridnya, dari semua angkatan, dari berbagai sekolah tempat ia pernah mengajar. Karena dalam silaturahmi, kata beliau, akan mengenal mempererat hubungan satu sama lainnya. Bisa saling membantu, saling meringankan, saling berbagi informasi, dan sebagainya.
Itulah petuah penting Bu Henny yang masih terekam dalam memoriku. Pesan yang disampaikan kepada kami ketika kami telah dewasa secara umur. Sedangkan petuah dan pesannya ketika kami masih dibangku SD, telah tertindih memori baru. Itulah keterbatasan sebagai manusia. Namun bisa jadi, satu di antara petuahnyalah yang telah memberikan motivasi lebih pada kita hingga hari ini. Mungkin tanpa kita sadari.
Sebagai catatan tambaha, beliau juga berpesan agar mendidik anak dengan baik. Sebab, zaman sekarang ini tantangannnya lebih beragam, khususnya di era digital. Lingkungan, kata beliau, sangat mempengaruhi pertumbuhan anak. Dan tidak sedikit anak-anak menjadi korban kekerasakan ataupun tidak kriminal. Tidak sedikit pula anak-anak yang terlibat menjadi pelakunya.

Inilah catatan dari bilik kiosku, kios tempat menuliskan naskah ini. Kios ini pula menjadi tempat aktifitas harian dalam menjalan beberapa usaha yang kulakukan selain bekerja sebagai jurnalis. 

Minggu, 23 Juli 2017

Tips Internet Lancar di Semua Operator dan HP Apapun

inilah tempat jual kartu internet murah di Batam

Ponsel sudah smartphone tetapi kadang akses internetnya lelet minta ampun. Di era digital, akses lambat itu adalah suatu kemunduran. Mungkin sama halnya dengan orang yang menolak digitalisasi karena ketakutannya akan suatu perubahan.
Nah, saya yakin semua pemilik smartphone pernah mengalami akses lelet. Dahulu, ketika GPRS ditemukan, produk ponsel pun bermetamorfosa. Dari hanya sekadar bertelepon dan pesan singkat, menjadi pesan gambar dan berwarna. Ketika teknologi 3G ditemukan, smartphone pun datang lebih canggih lagi; dibekali dengan video call. Dan sekarang, saat jaringan sudah 4G (konon di belahan dunia lainnya sudah ada yang 5G) smartphone betul-betul telah menjadi pilihan utama untuk berbagai akses.
Karena banyaknya ketergantungan pada smartphone, tidak sedikit sangat keranjingan dengannya. Sehingga, kendala sedikit pada smartphone itu, akan membuat dia seperti kehilangan sesuatu yang berharga. Mungkin kamu pernah dengar istilah yang pas untuk orang yang sudah “kecanduan” dengan ponsel, namun ketika sinyal tidak stabil atau bahkan hilang, ia membuang atau membanting ponsel. Saye lupa istilahnya. (Tolong bantu tulis di kolom komentar bagi yang tahu).
Begini, masih banyak yang tidak tahu bahwa ada beberapa syarat untuk bisa mengakses internet cepat dan stabil pada smartphone. Setelah saya himpun, menurut saya memang tiga hal ini patut untuk diperhatikan. Mengapa saya ingin berbagi tentang ketiga hal ini? Karena beberapa konsumen di Kios F21Batam—yang jalan kuota termurah—ada yang tidak paham perihal pentingnya tiga hal ini, sebab ia harus utuh. Tidak bisa hanya tersedia satu bagian saja.
1. Jaringan. Pastikan jaringan di lokasi benar-benar sudah stabil untuk layanan data. Khususnya 4G. Karena belum semua area di Batam sudah terjangkau jaringan 4G. Okelah. Jika ada operator mengklaim jaringan 4G-nya tersebar luas di Batam, hal itu harus Anda buktikan sendiri. Tidak sedikit titik blankspot yang ada di Batam. Jaringan 4G itu yang paling kuat di Nagoya dan Jodoh karena pusat bisnis atau di Batam Centre karena pusat pemerintahan.
2. Ponsel yang kita pakai. Ponsel kadang lambat banget karena aplikasi yang padat sehingga kinerjanya lelet. Jangan lah terlalu banyak menginstal aplikasi di HP mu. Keduanya, jikalau ponselmu masih 3G, jangan pula dipaksa untuk 4G. Hingga kini, belum ada yang bisa mengupgrade smartphone yang dari pabriknya dibuat 3G menjadi berjaringan 4G. Kalau pun ada, biasanya itu hanya duplikasi saja. Artinya, sinyalnya tidak riil diterima ponsel.

3. Pilihan paket. Ada beberapa operator yang membatasi kecepatan akses karena paket yang kita beli. Saat ini, yang paling untung adalah pemilik HP berteknologi 4G. Banyak operator memberikan bonus kuota besar untuk mengganti kartunya dari simCARD ke uSIM. uSIM adalah kartu yang diciptakan mampu untuk menangkap sinyal 4G. Jika Anda masih menggunakan kartu dengan ukuran normal, berarti kemungkinan itu kartu itu tidak bisa digunakan untuk 4G. Soal paketnya, ada banyak pilihan dari operator.

Ketika ketiganya telah menjadi satu atau tersedia di tempat Anda mengakes internet dari HP, maka akan lancar jaya. Maka dari itu, perlu kiranya kita memahami tiga hal itu untuk menjadi acuan. 

Minggu, 16 Juli 2017

Sebuah Kisah dari Strategi Marketing Jengkol Dabo

Ternyata jenis jengkolnya yang bulat dan montok

Ini sih kata kuncinya jengkol. Sering pula dipelesetkan dengan sebutan jengki. Ini adalah buah fenomenal. Memiliki aroma yang khas dan banyak peminatnya. Jenis masakan olahannya pun cukup beragam. Olahan jengkol ini paling mudah ditemukan di rumah makan Padang. Namun, apakah hanya orang Padang saja peminatnya? Tentu tidak. Kata seorang kawan, orang Batak juga banyak yang doyan jengkol. Hingga akhinya aku berkesimpulan, jengkol bisa diterima bagi penyukanya.
Jengkol. Inilah buah yang menjadi pioner dari sebuah peluang usaha yang telah kudambakan sejak masih tugas di pulau yang bernama Singkep, Kabupaten Lingga. Jumat (14/7) lalu, dua karung atau satu kuintal lebih jengkol kuterima dari Dabo Singkep. Alhamdulillah.... dengan senang kulihat dua karung itu turun dari truk yang membawanya. Tapi juga plus bingung karena belum jelas pasarnya. Ya, yang namanya usaha itu harus dengan memperhitangkan untung rugi dong.
Begitu sampai dan dipromisikan melalui media sosial, langsung ada yang merespon dan memesan. Pembeli pertama adalah kawan ini. “Sip... pecah telor sudah,” kata ku begitu selesai menimbang empat kilogram untuk dia. Dan penjualan seterusnya cukup lancar hingga hari kedua barang sudah ludes. Tentu ini juga berkat dukungan dari teman-temandekat juga.
Bagaimana strateginya? Ini sih gampang-gampang susah menuliskannya. Dalam berdagang, kita tak bisa diam ataupun pasif. Harus aktif. Di pasar, sekalipun banyak pedagang dengan barang jualan yang sama, terkadang mereka juga memanggil calon kunsumen. Lalu menyakinkan agar sudi berbelanja. Artinya, tetap butuh pemasaran.
Di dua onlie saat ini, ada banyak hal bisa dilakukan dalam strategi marekting. Banyak sekali tips yang beradar di dunia maya. Tentu sebagai kiat-kiat untuk meningkatkan penjualan. Jualan apa saja memang bisa dilakukan di sana. Seperti jualan bunga, jasa karikatur, ataupun jualan kartu internet.  Satu di antarnya kiat yang sering disebutkan oleh para motivator itu ialah memanfaatkan orang terdekat; bisa kakak atau adik, teman, sejawat, mitra kerja, dan lain sebagainya.
Pola itu pula yang kupakai dalam tahap awal menjual jengkol ini. Mula-mula, woro-woro perihal jengkol itu kusampaikan kepada teman-teman SD yang tergabung dalam grup Messenger, lalu teman-teman kerja di grup Whatsapp. Dan ketika barang datang, lantas kufoto dan kuunggak forum jual beli yang tersebar di Facebook. Dan, kedatangan pertama jengkol Dabo Singkep ini disambut baik. Bahkan, sudah ada pedagang pasar di Bengkong yang bersedia menampung. Kalau rezeki memang tak ke mana.
Hasil dari jualan jengkol Dabo Singkep
Mungkin beberapa teman tidak yakin dengan apa yang saya lakukan, akhinya saya membuat video siaran langsung di Facebook. Video itu hanya untuk menegaskan bahwa saya jualan jengkol. Dan kehadiran video itu untuk mengaskan jenis dan kualitas jengkol yang saja jual. Inilah jengkol montok asal Dabo Singkep.

Wujud Sebuah Impian
Sudah lama memang saya ingin mengoneksikan antara Dabo dan Batam melalui usaha perdagangan. Dulu, dan dulu sekali, sejak kapal roro melayani pelayaran Dabo-Batam, saya sudah mendambakan bisa melakukan perdagangan itu. Saya terterik untuk buah-buahan dan sayuran yang sekiranya bisa tahan dalam dua taupun tiga hari.
Peluang itu saya tangkap ketika melihat potensi di Dabo yang masih sangat mungkin untuk dijadikan sentra buah-buahan, palawija dan sayur mayur. Walaupun tanah Singkep tidak seperti tanah di Jawa, tetapi menurut seorang teman yang juga petani, tanah di Singkep masih bisa olah. Atau, kata dia, tanamannya bisa disesuaikan dengan kondisi tanah.
Dulu, saya pernah mencoba untuk menanam tomat jenis yang kecil. Ternyata tumbuh subur dan hasilnya melebihi dari modal yang dikeluarkan. Itulah peluang yang bisa tampak dan kemudian saya impikan. Komunikasi dengan teman di sana terus berjalan. Cita-cita itu pun tidak pernah padam. Hingga akhirnya bisa terwujud untuk pertama kalinya melalui jengkol ini. Dan sebentar lagi, akan dicoba juga untuk hasil pertanian lainnya. Tetap semangat. Tetap baca peluang. Saya yakin, pintu rezeki itu selalu terbuka bagi orang yang berikhtiar.

Sabtu, 08 Juli 2017

Kami, yang Dulunya Sekolah di SD 024 Sei Panas (Reuni SD-1)

Dahulu, kami anak-anak ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) saat bertemu beliau. Kini, kami telah membawa anak bersua kembali dengan beliau. Dialah satu di antara guru kami ketika masih berseragam putih merah di SD 024 Sei Panas (kini namanya berubah). Dia satu di antara guru kami yang memiliki waktu hadir dalam acara silaturahmi teman-teman SD ku di Batam. Namanya Heni (maaf lupa nama lengkapnya).

entah foto milik siapa ini. ku ambil saja dari grup kita di FB. Ini dia wajah emak-emaknya

Sore itu, silaturahmi digelar di rumah Haryanto, di Bengkong Harapan II. Ia yang berinisiatif dan memprakarsai terwujudnya kegiatan ini. Ia pula yang mengeluarkan biaya untuk konsumsi. Dia dan teman kami, Widiyanto (biasa disapa Widie), yang mendatangi satu per satu di antara kami untuk mewujudkan pertemuan itu. Tentu, saya harus berterima kasih padanya yang telah begitu berjasa mempertemukan kami kembali. Kami sudah biasa bertemu di dunia maya, tapi jarang bertemu secara fisik, di dunia nyata. Itulah yang membuatnya menjadi berkesan.
Momen itu sungguh momen yang mengesankan dan membahagikan. Mungkin sebagian teman-teman masih sering bersua dalam suatu kegiatan. Tetapi bagi saya, ini momentum yang penting, karena saya termasuk orang yang jarang sekali bertemu dengan teman-teman SD dalam satu momentum. Sependek ingatanku, dulu kami pernah reuni di rumah almarhum Sigit (anak pemilik Sate Asih di simpang Bengkong Harapan yang terkenal itu), sekitar 1999-an. Setelah itu, saya pernah ikut juga bersilaturahmi ke rumah Bu Heni di Bengkong Indah I. (Entah tahun berapa, sepertinya itu setelah saya lulus kuliah atau berkisar antara 2008-2009).
Kami adalah murid-murid SD 024 Sei Panas yang lulus 1996. Saya lupa, berapa jumlah teman-teman seangkatan kala itu. Seingat saya, ketika kelas empat, kami terbagi dalam dua lokal. Begitu naik ke kelas lima, ada pengurangan jumlah murid karena satu sekolah lagi telah berdiri, yakni 034 Sei Panas, sehingga sebagian murid dipindahkan ke sana. Akhirnya, kami disatukan ketika di kelas enam. Saya tidak ingat pasti, sepertinya jumlah kami lebih dari 40 orang. Karena, saya pernah duduk dengan berbagi meja bersama dua teman lainnya. Ya, dua deretan awal diisi tiga orang. Itulah nostalgia dalam kelas. Dan guru kami ini, adalah guru di kelas enam.
formasi setengah lengkap dan sedikit formal. Maaf ya, saya terpaksa pergi duluan karena harus segera kerja

Di antara teman-teman yang hadir itu, ada di antaranya yang sejak lulus tidak pernah saya jumpai, khususnya teman yang perempuan. Ada juga di antaranya sudah beberapa kali bersua karena memiliki komunitas yang sama atau bertamu dan ataupun bersua di jalan. Alhamdulillah, di antara kami yang hadir ini sudah memiliki pasangan. (So, tidak ada peluang CLBK. Ups.... apa iya sudah ada yang cinta-cintaan di waktu SD? Hehehe) Dan yang tidak kalah pentingnya, sebagian dari kami sudah memiliki dua anak. (Semoga teman yang belum dikaruniai anak, segera bisa terwujud)
Anak. Itulah yang menjadi pertanyaan guru kami itu setelah beliau mencoba mengingat dan memastikan nama kami. Ia tidak tanya kami kerja di mana dan berpenghasilan berapa. Ia bertanya, “sudah berapa anaknya?” atau “punya [anak] berapa?” Saya sempat merenungkan perihal pertanyaan itu. Karena, tidak semua dari kami membawa anak-anak kami. Tidak semua juga yang membawa pasangannya. Melihat sebagian anak-anak dari teman masih banyak yang di bawah tiga tahun (batita) dan bawah lima tahun (balita), beliau mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan susulan hingga akhirnya bekata, “sudah banyak ya cucu ibu.”
Ya, cucu Ibu memang sudah banyak. Karena kami pun telah beranjak tua. Kami, yang Ibu didik saat masih anak-anak, kini telah memasuki usia dewasa. Bahkan, kami pun telah memiliki anak, yang Ibu Heni sebut “cucu”.
antar kurus, berisi dan gemuk. Ups... jangan ada yang bahas lagi

Teman-temanku. Kita masih sempat bersua. Kita masih bisa berkomunikasi. Kita masih bisa berbagi cerita. Tetapi kebersamaan kala di bangku SD itu telah berlalu sekitar 21 tahun lalu. Tepatnya sejak 1996. Dan kini, 2017. Kita masih bisa berkumpul walau tidak dengan formasi lengkap. Kita berkumpul walau tidak dengan kemewahan. Kita berkumpul karena keikhlasan teman. Ikhlas menjadi tuan rumah. Ikhlas datang ke tempat kegiatan. Ikhlas mendengarkan kemabali petuah dari guru kita itu.

Ada baiknya petuah, nasehat, motivasi, dan saran dari guru kita itu saya tuliskan di bagian tersendiri. Di simak saja tulisan selanjutnya ya. Maklumlah, karena aktivitasku berkutat dengan dunia tulis menulis setiap harinya, kadang jenuh juga. Ku harap teman-teman pengunjung blog ini tidak jenuh menunggu kehadiran bagian tentang petuah dari guru kita, Ibu Heni. 

Rabu, 05 Juli 2017

Iconic Selfie with Nemo di Pulau Petong (2)


Mereka yang pernah nonton film tentang perjuangan ikan kecil bernama Nemo tentu tak asing jenis ikannya. Nama itu diambil dari nama tokoh dalam film berjudul Nemo. Alhasil, ikan dengan dominasi warga jingga itu memang cukup populer saat ini. Ia hidup di antara terumbu karang di tepian laut. Sebab itu, di setiap spot snorkling sering terdapat ikan ini. Ia termasuk ikan jinak karena tidak akan merasa terganggu oleh manusia yang berusaha mendekatinya. Kecuali kita hendak menyentuh.
Begitu jugalah pengalaman snorkling di Pulau Petong, pulau yang berada di bagian selatan Batam. Pemandangan bawah laut di sini tidak kalah dengan Pulau Abang karena memang pulau ini masih dalam satu gugusan. Termasuk juga dengan Pulau Benan yang sudah masuk dalam wilayah Kabupaten Lingga. Cerita tentang perjalanan menuju ke Pulau Petong, bisa disimak pada tulisan sebelumnya (Snorkling ke Pulau Petong, Mengapa Tidak?).
Sebagaimana yang telah saya janjikan pada tulisan pertama, pada tulisan ini akan saya coba ceritakan pengalaman menikmati pemandangan bawah laut di dua spot snorkling yang dikelola oleh Reefs Advanture. Yang membedakan dua spot itu ialah kedalaman airnya. Spot pertama yang kami kunjungi berjarak 10 menit dari tempat pengelola. 
Cuaca mendung kala itu sempat membuat saya waswas. Bukan apa, di daerah kepulauan, cuaca tidak bisa ditebak. Saya sudah pernah perjalanan laut dengan kapal pompong yang bertemu dengan badai di sekitara pulau Bulan saat ikut Satpol Air Polresta Barelang meninjau kapal karam. Itulah yang terbayang di pikiran kala hendak menuju spot snorkling. Dan alhamdulillah, perjalanan lancar. Cuaca masih bersabahat.
Ketika sampai di titik tujuan, beberapa teman masih terlihat ragu untuk turun. Bagaimana tidak? Pemandangan bawah laut yang awalnya disebut hanya dua meter itu, ternyata tidak tampak apa-apa. Itu artinya, kedalamannya lebih dari dua meter. Hayya... Tetapi saya, yang sudah penasaran, mencoba menjadi orang yang pertama berbasah-basahan. Alhamdulillah, masih bisa ngapung di air. Ini pengalaman pertama snorkling. Dulu sewaktu kecil, mandi-mandi biasa saja di laut, di pantai Rojhing, yang tidak berjauhan dari Dermaga di Pulau Bawean.
Satu persatu di antara teman-teman jurnalis dan blogger mulai ikut turun. Eh... ternyata, ada juga teman yang takut air. Ups... takut kedalaman air tepatnya. Tapi tak apa, tim dari Reefs Adventure adalah orang yang berpengalaman. Mereka telah menyiapkan kano untuk membantu setiap peserta yang “takut” ataupun kelelahan saat menikmati pemandangan bawah laut.
Entah di radius berapa saya mengitari sport itu. Pemandangan indah seperti foto-foto bawah laut yang bertebaran internet pun mulai tanpak. Beberapa jenis karang memperlihatkan keindahannya ditemani ikan-ikan kecil dan ukuran tanggung di sekitarnya. Mereka tidak merasa takut dengan kehadiran kami, karena mereka berada dua sampai empat meter di bawah permukaan laut. Sedangkan kami, hanya mengapung dan melihat mereka sedikit di bawah permukaan air. 
Tips selama snorkling, sering-seringlah melihat posisi teman lainnya. Jangan terlalu jauh. Sebab, keindahan bawah laut itu membuat kita terbuai dan sering tak sadar sudah lebih 10 meter jarak dari teman-teman yang lain.
Kalau mungkin Anda membayangkan karang itu berwarna-warni seperti foto-foto bawah di Bunaken ataupun Raja Ampat, di sini tidak seramai itu. Karangnya memang belum sebangus di sana. Tetapi, yang saya salutkan dari tim Reefs Adventure, mereka selalu berupaya mengingatkan agar tidak merusak karang, baik karena terinjak maupun memegang karang hidup itu. Itu semua telah mengobati rasa keingintahuan saya dalam menikmati pemandangan bawah laut.
Tibalah saatnya mencari titik spot tempat ikan Nemo bermain. Ini penting karena tanpa berfoto dengan ikan Nemo, maka belum sah lah petualangan ini. Apalagi di era medsos ini, foto-foto dari aktifitas kita telah menjadi bagian dari unjuk eksistensi. (Saya pun tak mau ketinggalan lah.... hehehe). Belakang ini juga cukup terkenal foto-foto dengan ikon-ikon di suatu daerah. Saya sering mengistilahkannya dengan iconic selfie (entahlah orang lain menyebutnya apa).
Bang Bagas telah menemukan spot tempat untuk berfoto di dalam air. Di karang itu ada dua ikan Nemo yang sedang bermain di antara karang. Satu persatu peserta dipersilahkan untuk menyelam ke bawah; melihat si Nemo sekaligus yang penting “penjebretan” bersama dia. Ahay.... ini gampang-gampang susah. Karena butuh bantuan Bang Bagas untuk bisa menyelam sampai ke dasar dengan kedalaman lebih dari dua meter itu.
Setelah saya mengamati beberapa teman yang mencoba, tampak mereka tidak puas hanya dengan satu kali selaman. Rata-rata dua kali selam baru pengambilan gambar selesai. Parahnya, untuk bisa menyelam ini dengan maksimal, pelampung harus di lepas supaya tekanan ke bawah lebih berat. Astaga... penuh perjuangan juga coy. Tarik nafas dalam-dalam dan biyurr.... segeralah beraksi ketika tim Reefs Adventure mengambil gambar.
Usai sudah di spot ini. Mari berpindah ke spot yang lebih dalam. Alamak.... tak terbayang lelahnya badan. Tapi karena penasaran, seluruh perserta bersiap melanjutkan perjalanan lagi. Biarpun bermain di air, dahaga tetap menghampiri. Bekal air minum yang telah disediakan oleh Reefs Advanture menggilangkan dahaga.
Spot yang satu ini lebih dalam lagi dibanding yang pertama. Lokasinya tidak jauh dari titik kumpul di pelantar Reefs Adventure. Artinya, kami kembali menyusuri jalan saat keberangkatan ke spot pertama. Karena lautnya lebih dalam, pengelola telah membuat tempat “penyandaran apung”. Pengunjung tidak perlu langsung menjeburkan diri, tapi bisa terlebih dahulu mempersiapkan diri di atas susunan papan berukuran 3x3 meter. Di lokasi ini ada tali yang melingkar dengan diameter sekitar delapan meter. Oh, ternyata tali ini adalah pembatas untuk spot snorkling sekaligus berfungsi untuk pegangan bagi yang takut kedalaman. Pengelola menyarankan agar menikmati terumbu karang yang berada di lingkaran saja. Pemandangannya memang lebih indah karena jenis karangnya lebih banyak. Ikan-ikannya lebih besar.
Namun, rombongan kami kurang beruntung. Pasalnya, hari itu arus kuat sehingga air keruh. Pemandangan bawah laut tidak terlihat sempurnya. Dan tidak jarang, beberapa teman-teman juga sempat terbawa arus. Yang pasti lebih melelahkan bila kita beranang melawan arus. Sementar karang-karang yang cantik itu berada di bagian tengah. Arus datang dari selatan yang kebetulan dari bagian tengah. Alhasil, tak banyak juga yang bisa saya ceritakan. Saatnya kembali ke pelantar. Bersiap makan siang dan menikmati sensasi selanjutnya.

Tunggu tulisan lanjutan, tentang menu-menu spesial dari Reefs Adventure dan kenangan perpisahan dari mereka.