Pengalaman menuju prosesi Wisuda angkatan ke-7 STAIN Sultan
Abdurrahman Kepri tahun ini agak berbeda dengan tahun sebelumnya untuk diriku
pribadi. Bukan karena saat ini diriku berstatus sebagai sekretaris Senat STAIN
Kepri yang dapat jatah duduk di barisan depan bagian tengah bersama ketua senat
sehingga peluang masuk dalam setiap jepretan camera. Itu hanyalah “riya”
belaka. Ada kisah menarik nan seru.
Jikalau tidak salah ingat, ada 15 orang mahasiswa
bimbinganku yang turut serta menjadi wisudawan/wisudawati. Itu yang formal
alias resmi terdaftar. Tapi yang nonformalnya, lebih dari itu. Mereka itu
adalah penyabar. Sudah jadi rahasia umum di kalangan mahasiswa bahwa proses
bimbingan skripsi denganku agak ribet dan dengan waktu yang singkat. Itu yang sering
dikeluhkan mahasiswa, yang baru berani mereka utarakan setelah selesai proses
ujian skripsi.
Saya meminta komitmen mereka untuk menyelesaikan skripsi
sesuai dengan waktu yang mereka sanggupi. Ada yang sebulan setengah. Ada yang
dua bulan. Ada juga dua bulan setengah. Inilah yang membuat waktu mahasiswa itu
terasa pendek. Ada yang dari Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI). Ada yang dari
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (HES). Dan juga dari prodi Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir (IAT). Untuk yang terakhir ini, tentu temanya yang agak sesuai dengan
kemampuanku pula.
Mereka awalnya mengaku belum siap dengan komitmen waktu itu.
Tapi ada juga yang cukup pede dengan waktu sebulan. Nyaris setiap pekan ada
saja mahasiswa yang bimbingan sejak akhir Mei 2022 lalu. Di tengah perjalanan,
mereka saya “teror”. Ini betul-betul teror yang membuat mereka tidak nyaman
jika hanya bersantai. Teror itu saya lakukan melalui Chat di WhatsApps dan
pesan melalui temannya. Teror pesan
WhatsApp itu tidak terlalu efektif karena terkadang mereka sering sengaja tidak
baca pesan yang saya sampaikan.
|
Foto bersama anggota Senat STAIN Sultan Abdurrahman Kepri sebelum prosesi wisuda angkatan ke-7 tahun 2022 |
Ada teror yang paling efektif, yakni menitip pesan kepada
temannya yang bimbingan lebih awal. Ini adalah trik saya. Saya meminta kepada
yang baru selesai bimbingan untuk datang lagi bersama dengan mahasiswa
bimbingan saya yang lain, yang sudah lama tak muncul alias menghilang. Pesan
yang saya sampaikan ialah bimbingan yang akan datang harus datang bersama
dengan temannya itu. Jika tidak datang bersama, maka saya tidak melayani. Dan teror ini paling efektif ketika hanya
tinggal tanda tangan saja. Saya baru menandatangani persetujuan atau ACC itu
setelah ia berhasil menyokong teman yang lain.
Belakang saya mengetahui dari beberapa mahasiswa lain
tentang pola yang saya praktik itu. Tentu saja, mereka baru berani cerita
setelah mendaftar untuk ujian skripsi. Bahkan, ada lebih leluasa bercerita
blak-blakan setelah ujian skripsi. Mungkin karena merasa tidak punya beban
lagi. Mereka merasa dongkol , kesel, sakit hati dan mau marah.
Seru-seruan bersama yang lagi berbahagia setelah wisuda
“Awalnya kami sempat kesel pak,” kata seorang dari mereka.
Ia membandingkan dengan teman-temannya yang lain, yang tidak seribet bimbingan
dengan saya, dan draf skripsinya tidak terlalu banyak perbaikan. “Paling salah
tulis, suruh tambah materi lagi,” ujar dia, yang namanya tidak elok disebutkan
di sini.
Sebenarnya, tidak semua mahasiswa bimbingan saya itu saya
buat sulit. Saya juga melihat kemampuan mereka. Apabila saya nilai mereka
mampu, maka saya pun akan membimbing dengan lebih seksama lagi, lebih dalam,
dan lebih mendapatkan perhatian. Tidak saya pukul rata. Saya juga tahu batas
kemampuan mahasiswa. Tetapi yang paling pokok dan paling penting dalam skripsi
ialah “Sistematika Penelitian Ilmiah”. Syarat ilmiah itu adalah mampu berpikir
sistematis. Dalam tulisan ilmiah sering disebut “logika ilmiah”. Maka, bagi mahasiswa yang belum mampu, setidaknya
logika ilmiah dalam skripsinya itu terpenuhi. Itu saja.
Terlepas dari proses mereka yang seperti itu, tak ada
sedikitpun niat dalam diri ini untuk mempersusah dan mempersulit. Itu semua
dilakukan agar bisa focus mengerjakan skripsi dan juga bisa selesai cepat. Di
Skripsi ini penuh dengan godaan; rasa malas, ingin bekerja dulu, tunggu waktu
mepet, dan lain sebagainya. Nah, hal itu yang sering membuat skripsi jadi
terbengkalai dan akhirnya tidak bisa lulus tepat waktu. Sebab itu, setiap
mahasiswa yang bimbingan dengan saya, harus punya komitmen menyelesaikan dalam
waktu maksimal dua bulan saja. Menurut saya, dua bulan adalah waktu yang ideal
untuk mengerjakan skripsi.
Jika ada yang menyebutkan, “Skripsi orang syariah itu sudah,”
“Skripsi tarbiah itu harus ke lapangan, tidak bisa cepat,” “Skripsi di Ekonomi
harus begini dan begitu,” dan seterusnya, maka pernyataan demikian itu kurang
tepat. Sebab semua itu sudah dipelajari selama proses belajar enam semester.
Kalau merasa sulit dan susah, berarti prosese perkuliahnya tidak dijalankan
dengan baik.
Ya, kini semua itu sudah berlalu. Kalian semua sudah menjadi
sarjana dan sudah dikukuhkan pada prosesi wisuda angkatan ke-7 ini. Semoga saja
ilmunya bermanfaat dan saya doakan semoga cepat mendapatkan pekerjaan sesuai
yang diminati. Jika memungkinkan, lanjutkanlah ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Siapa tau kelak justru kita bisa menjadi teman sejawat di kampus yang
telah mengantarkanmu menjadi sarjana ini. []