Snorkeling di Pulau Petong, Mengapa Tidak? (1)

Pulau Petong ini berada di sisi selatan Batam. Lebih kurang perjalanan satu setengah jam dari titik keberangkatan kami di Kepri Mall hingga sampai di jembatan enam. Tentu saja, kita akan melewati jambatan satu Barelang yang telah menjadi ikon Batam.

Rasakan Sejuk Air Gunung Daik di Resun

Air terjun Resun, begitu nama yang dilebelkan untuk air terjun yang terletak di desa Resun itu. Airnya mengalir dari pengunungan di tanah Lingga. Air terjun Resun ialah satu di antara sekian banyak aliran air terjun dari gunung Daik.

Kampung Boyan di Dabo Singkep

Para perantau ini seringkali meninggalkan jejak berupa nama kampung, yakni Kampung Boyan. Nah, itulah yang menjadi pijakan, tradisi rantau warga Bawean memiliki jejak, baik berupa nama maupun tradisi. Di Dabo Singkep, terdapat juga sebuah kampung bernama Kampung Boyan.

Menikmati Keindahan Masjid Agung Natuna

Masjid ini memang megah. Bahkan termegah yang ada di Kepri. Sebab itu, masjid ini selalu terlihat sangat cantik dari berbagai sisinya. Anda bisa mencari berbagai foto menarik masjid ini di internet. Saya sungguh kagum.

Puasa dan Pembebasan Sosial

Puasa mempunyai konteks tanggungjawab pribadi dan juga tanggungjawab sosial. Karenanya, dalam berpuasa, disamping mewujudkan kesalehan vertikal kepada Allah, juga untuk mewujudkan kesalehan herisontal kepada sesama manusia dan mahluk Allah.

Minggu, 16 Juni 2019

Ringkasan Materi Modul Etika Publik bagi Latsar CPNS Golongan III



Bagian ketiga dalam pelajaran ketika mengikuti pelatihan dasar (Latsar) CPNS ialah pemahaman tentang Etika Publik. Sebagaimana telah kita kenal, ada lima dasar yang perlu diketahui oleh CPNS, yang disingkat menjadi ANEKA. E-nya ialah etika publik.

Etika publik ini menjadi bagian penting bagi pegawai karena sering menjadi sorotan publik. Di sinilah pentingnya pegawai mengenal etik-etika. Kita mungkin sering dengar pegawai yang masuk berita dan viral karena dinilai melanggar etika publik sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Etika seringkali dipahami sebagai prilaku yang sesuai dengan keyakinan universal tentang baik dan buruk. Terlepas dari beragamnya definisi etika oleh para ahli, namun yang menjadi pembahasan di sini ialah etika publik ASN, yakni tingkah laku yang berdasarkan norma-norma yang berlaku bagi ASN.

Oleh sebab itu, rujukan etika publik ini mengacu pada kode etik dan kode perilaku ASN sebagaimana termuat dalam UU nomor 5 Tahun 2014. Berikut adalah kode etik dan kode perilaku ASN yakni,

Baca juga: Ringkasan Materi Modul Akuntabilitas bagi Latsar CPNS

a.  Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab dan berintegritas.
b.  Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin.
c.  Melayani dengan sikap hormat, sopan dan tanpa tekanan.
d.  Melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau pejabat yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan.
f.   Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara.
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif dan efisien.
h. Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya.
i.  Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan.
j. Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan dan jabtannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain.
k. Memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN.
l. Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin pegawai ASN.
Selain kode etik tersebut, ada juga nilai-nilai dasar etika publik sebagaimana tercantum dalam undang-undang ASN. Etika publik ini memiliki rumusan indikator sebagai berikut:
a.      Memegang teguh nilai-nilai dalam ideologi Negara Pancasila.
b.      Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.
c.      Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak.
d.      Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian.
e.      Menciptakan lingkungan kerja yang non diskriminatiu
f.       Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika luhur.
g.      Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik.

Baca juga: Resep Terong Bakar Sederhana ala Santri yang Enak dan Lezat

h.      Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah.
i.       Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun.
j.       Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi.
k.      Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerjasama.
l.       Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai.
m.     Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan.
n.  Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem karir.

Demikian saja ringkasan dari modul tentang Etika Publik yang dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN). Semoga teman-teman yang sedang mengikuti latsar bisa lulus dengan nilai terbaik. []

Kamis, 13 Juni 2019

Runtuhnya Negara Madinah: Islam Kemasyarakatan versus Islam Kenegaraan



Judul: Runtuhnya Negara Madnah: Islam Kemasyarakatan versus Islam Kenegaraan
Penulis: Jamal Albana
Penerbit: Pilar Media, Yogyakarta
Cetakan: I, Oktober 2005
Tebal: xx + 592 halaman

Diskursus tentang negara, termasuk realisi Islam dan negara, menjadi bagian tak terpisahkan dalam kajian keagamaan. Asumsi ini berpijak pada argumen bahwa pemikiran maupun praktik yang menyangkut masalah politik, sosial, ekonomi, atau realitas apapun tidak begitu saja menafikan referensi agama.

Persoalan negara dan pemerintahan dalam wacana Islam memang menjadi perdebatan serius. Hal ini dikarenakan keinginan sebagian Muslim untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang menjalankan syariat sebagai dasar resmi negara, karena dinilai sebagai pilihan ideal yang dapat menjawab segala konteks dan problem keumatan.

Negara Madinah yang dipraktekkan Nabi serta khilafah yang dipraktekkan oleh al-khulafa' al-Rasyidun menjadi rujukan bagi sebuah cita-cita negara Islam. Keberhasilan Nabi menentramkan umat Madinah kemudian menjadikannya sebagai pemangku kekuasaan yang diserahkan masysrakat Madinah penuh kesadaran. Keberhasilan Nabi membuatnya menduduki dualisme peran kekuasaan, sebagai Rasul dan kepala pemerintahan.


Namun menurut Jamal Albana, dalam buku Runtuhnya Negara Madinah ini, mempunyai perspektif berbeda terhadap sejarah Madinah. Menurutnya, Negara Madinah belum cukup memenuhi kriterium sebuah negara. Konsep negara ini bisa dibilang merupakan ekprimen sejarah satu-satunya yang dilakukan Nabi disaat kondisi menuntut beliau untuk menerima jabatan dalam memimpin masyarakat. Baginya, menganalogikan konsep negara Islam terhadap Negara Madinah adalah suatu kesalah besar.

Fakta sejarah dunia Muslim telah mencatat bahwa ketika doktrin agama ditawarkan untuk menjadi ideologi dalam bernegara, baik secara progresif maupaun tidak telah menimbulkan konsekuansinya masing-masing. Berdasarkan fakta sejarah itu pula Albana mulai menganalisa.

Menurutnya, kekuasaanlah yang merusak alkhilafah ar-rasyidah dan mengubah menjadi monarki otoriter. Albana menengarai hal ini terjadi sejak Muawiyah ibn Abu Sufyan memegang kekuasaan. Ini bukti paling kuat dalam kasus kejahatan kekuasaan. Dia selalu, dan harus menghancurkan sistem manapun yang bersandar padanya. Hingga akhirnya, khalifah selanjutnya mengubah sandararannya menjadi kekuasaan dalam dua simbol; pedang dan harta.


Dan selanjutmya, praktik kekhalifaan kemudian muncul berlandaskan pada konsep teokrasi Islam, yang justru dikenal sebagai pemerintahan yang despotik dan hegemonik, agama pada masa itu cendrung hanya menjadi alat legitimasi kekuasaan. Seperti yang terjadi pada pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasiyah.

Masuknya agama dalam ideologi kekuasaan bertolak belakang dengan doktrin agama yang akhirnya membelenggu umatnya. Dengan kekuasaan interpretasi doktrin agama menjadi milik penguasa, dengan kekuasan pula praktek keberagamaan ditangan penguasa. Karena hubungan yang membedakan antara umat dan kekuasan adalah bahwa kekuasaan tidak berpihak pada umat, dan hanya cendrung menjadikannya sebagai alat pengendalian dan penindasan. Maka, menurut Albana, kekuasaan pun tidak akan mampu mengemban misi dakwah atau memperjuangkan peranan nialai-nialai agama.

Pada dasaranya usaha-usaha pendirian Negara Islam di beberapa negara, menurut Albana justru tidak memiliki unsur-unsur esensial sebagai sebuah Negara Islam, tak heran bila didalamnya terdapat penindasan, pengekangan kebebasan, krisis ekonomi, inflasi yang tinggi, kemiskinan yang menghinakan, ketiadan oposisi politik yang bebas, dan pemenjaraan orang-orang yang dinilai membangkang. Disini, cermin niali-nilai Islam justru hilang.


Kekuasaan yang merupakan ciri khas sebuah negara, pasti akan merusak ideologi. Perusakan ini adalah salah satu tabiat dari kekuasaan. Sistem manapun yang dibarengi dengan ide reformasi pasti akan dihancurkan, sistem manapun yang berusaha menundukkannya pasti akan ditundukkannya. Oleh sebab itu, kekuasaan akan cendrung merusak, korup, hegemonik, dan despotik bagi sebuah ideologi, termasuk agama. Hal ini yang dijadikan dasar bagi Albana bahwa Islam adalah sebagai agama dan umat, bukan agama dan negara.

Karena negara, yang selalu berporos pada kekekuasaan profan, tidak akan pernah sejajar dengan nilai-nilai agama yang sakral. Ketika kekuasan merupakan karakteristik teristimewa, ketika kekuasaan sebagai penyebab kerusakan, maka artinya juga adalah bahwa kekuasaan tersebut akan merusak norma-norma Islam, bila norma tersebut dibangun melalui negara dan muncul dari kekuasaan.

Jadi, ketika ideologi dan kekuasaan dipercampuradukkan, maka sudah suatu kepastian dan tidak dapat dihindari lagi bahwa kekuasaan akan merusak ideologi. Hal ini terbukti dari beberapa eksperimen pendirian Negara Islam yang ternyata selalu mengalami kegagalan, sebab sejatinya memang tidak ada konsep Negara (untuk menagatakan kekuasaan) Islam dalam syariah.


Yang menarik dari buku ini adalah kutipan pemikiran dan ulasan dari beberapa tokoh yang menjadi rujukan konsep negara Islam dan organisasi yang gencar memperjuangkannya. Mulai dari wacana kekuasaan dalam Islam yang diplopori Jamaluddin al-Afghani sampai Hasan al-Banna, mulai dari penggagasan ide "Negara Islam"-nya al-Maududi, Sayyid Quthb, hingga al-Khomaini, dan mulia dari aksi gerakan kelompok Tafkir, Hizbu at-Tahrir, hingga Jama'ah Islamiyah.

Namun dalam memperkuat argumennya, Albana tidak hanya merujuk pada historisitas peradaban politik Islam. Ia juga mengambil contoh apa yang terjadi diluar umat Islam, misalnya kekuasaan yang merusak Yahudi menjadi Zionis. Menurutnya apa yangterjadi pada umat Yahudi dikarenakan perebutah kekuasan yang berdasarkan pada akidah dari hasil interpretasi Taurat. Padahal akidah itu selalu berhubungan pada golongan. Perseteruan inilah yang menjadikannya Zionis, yang menurut Albana pula sebagai rahasia kejahatan yangdiperbuat para zionisme.

Setidanya, kehadiran buku ini mampu memberikan pemahaman baru bagi wacana politik Islam dan mempertajam diskursus relasi islam dan negara. Dan lebih-lebih, buku ini dapat menjadi kritik terhadap sejarah yang dijadikan landasar konsep negara Islam.


Catatan:
Tulisan ini merupakan tulisan semasa masih menempuh pendidikan strata satu di Yogyakarta. Tulisan ini dibuat pada 2005 ketika masih dalam proses belajar menulis. Jika pun ada kurang pas, mohon maaf karena tidak ada pembaruan atau update terhadap tulisan di dalamnya.[]

Ringkasan Modul Nasionalisme Latsar CPNS Golongan III


Bagian kedua dalam pelajaran ketika mengikuti pelatihan dasar (Latsar) CPNS ialah pemahaman tentang nasionalisme. Sebagaimana telah kita kenal, ada lima dasar yang perlu diketahui oleh CPNS, yang disingkat menjadi ANEKA.

N yang dimaksud adalah Nasionalisme. Berikut adalah ringkasan materi dari modul Nasionalisme yang dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) selaku pemegang otoritas pembenaan standar untuk CPNS.


Nasionalisme Pancasila ialah cara pandang  atau paham kecintaan rakyat Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.

Hal ini menjadi nilai dasar bagi setiap ASN sebab Pancasila adalah negantura. Nilai-nilai yang terkandung pada nasionalisme ini terdapat dalam lima sila dari Pancasila, yakni (1) ketuhanan yang Maha Esa, (2) Kemanusian yang adil dan beradab, (3) persatuan Indoensia, (4) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijkasanakan dalam permusyawaratan/ perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Nilai dasar ini tidak bisa serta merta dipahami secara bebas. Maka dari itu, penjabarannya tetuang dalam butir-butir Pancsila. Sesuai dengan Tap MPR Nomor I/MPR/2003, terdapat 45 butir Pancasila yang bisa menjadi panduan dan acuran dalam menerapkan nilai-nilai ada telah memberikan rumusan butir-butir Pancasila memiliki total 45 butir. Adapun butir-butir Pancasila bisa di baca pada artikel "Masih Ingatkah dengan Butir-butir Pancasila? Yuk Bangun Nasionalisme dengan Mengamalkannya."

Mudahan ini bisa membantu teman-teman yang sedang mengikuti latsar CPNS. Semoga sukses mengikuti lastar hingga nanti menerima SK PNS.[]