Seorang nelayan ikan bilis, A Ti, masih sibuk dengan loyang perebus ikan di hadapannya. Sesekali ia harus menghindar dari kepulan asip membuat perih mata. Dengan singap, ia mengentas rebukan ikan dalam keranjang khusus setelah beberapa menit dicelupkan.
Sore itu, cuaca tampak menudung. Para nelayan ikan bilis di
desa Bakong terpaka harus merebus ikan bilis hasil tangkapan semalam agar tidak
membusuk. Terik matahari adalah pengering ikan andalan warga. Dan bila hujan,
maka mereka pun akan sibuk merebus ikan bilis itu.
“Kalau tidak rebus, nanti busuk. Tapi kalau sudah direbus
begini, harganya jadi murah. Kualitasnya beda antara yang dikeringkan langsung
ke matahari dengan yang direbut dulu,” kata Rustam, warga Bakong menjelaskan
beberapa waktu lalu.
Apa yang dilakukan A Ti bersama dengan anggota keluarganya
ialah berupaya agar ikan hasil tangkapan semalam itu tidak membusuk dan tetap
masih bisa dijual. Itulah rezeki yang bisa kais oleh A Ti beserta ratusan warga
lainnya di Bakong. “Kalau tiga kali rebus, dah tak bisa jual lagi. Di buang
saja,” ujarnya.
Hujan dan musim angin utara adalah aral yang sangat
menyulitkan bagi para nelayan. Jika memasuki musim utaran, warga tidak melaut
lagi selama hampir empat bulan. Sedangkan 80 persen masyarakat di sana
menggantungkan pada tangkapan ikan bilis. Setiap satu kilo ikan bilis kering
dihargai oleh pengepul Rp 40 ribuan untuk kualitas dengan pengeringan matahari
langsung, sedangkan yang terlebih direbus harga sudah jatuh dan bahkan tidak
sampai Rp 30 ribu.
Ikan-ikan itu ditampung oleh seorang dari Tembilahan Riau.
Nelayan lebih memilih pengusaha dari luar daerah itu karena penampung dari
Tanjungpinang justru menawar dengan harga lebih murah. Para nelayan berharap
ada investor yang memiliki penampungan di Bakong sehingga warga pun mudah untuk
menjual hasil tangkapannya.
Putera kelahiran Bakong, Irjen Pol (purn) Andi Masmiyat,
yang datang melayat ke makan orang tua beberapa waktu lalu mengakui mata
pencarian masyarakat adalah nelayan. Hal itu sudah berlangsung sejak dulu,
sejak ia masih kecil dan sering berlari diantara jemuran ikan bilik milik
warga. “Kalau ada teknologi pengeringan yang sederhana saja, mungkin tidak akan
sampai busuk,” ujarnya.
Saat pertemuan, warga mengaku butuh pelatihan untuk
meningkatkan nilai jual dari ikan bilis mereka. Dan kini, mereka sedang
berembuk untuk membentuk kelompok nelayan agar bisa segera mendapatkan
pelatihan ataupun membentuk swada untuk keperluan diantara mereka juga.
0 komentar:
Posting Komentar