Sabtu, 19 Agustus 2017
Cara Mengindentifikasi Lapak Online Palsu di Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada dan Lainnya
Pernahkah Anda tertipu dari transaksi jual beli online? Jika
pernah. Silahkan berbagi informasi di kolom komentar. Jika Anda belum tertipu,
silahkan simak tulisan ini agar jangan tertipu. Belajar dari pengalaman diri
sendiri dan orang lain untuk lebih baik. Ah... Serupa itulah kiranya kalimat
bijaksana yang sering kita dengar.
Pada artikel kali ini, saya ingin berbagi cerita perihal
lapak-lapak yang “diduga penipu” di marketplace ternama di Indonesia; Tokopedia,
Shopee, Lazada, Bukalapak dan lainnya. Situs yang saya sebutkan itu memang bersaing
untuk menjadi tempat belanja online masyarakat Indonesia serta berupaya
menjemput pelapak sebanyak mungkin. Kebetulan saya dan beberapa teman termasuk
sering berselancar mencari barang melalui marketplace itu. Beberapa hari lalu,
saya sedang mencari beberapa produk elektronik melalui marketplace juga. Namun,
saya mendapati kejanggalan pada beberapa toko. Hal ini sudah sering saya jumpai
setiap kali melakukan perburuan barang di marketplace. Itulah mengapa saya
ingin berbagi kisah dan kiat terhindar dari pelapak palsu itu.
Sering kita dengar, marketplace tersebut merupakan tempat
transaksi online yang aman. Tidak sedikit pula pembeli memilih menjadikannya
sebagai tempat transaksi walaupun belanjanya dengan cara komunikasi langsung. Ops....
mungkin kamu bertanya, apa iya bisa ada penipuan di situ? Bukankah marketplace
seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak dan lainnya lebih aman? Oh...
tunggu dulu. Yang namanya penipuan itu bisa terjadi di mana saja. Para
penipupun berakal panjang untuk menjerat korbannya.
Kita percaya bahwa aturan yang diterapkan di marketplace,
seperti yang telah saya sebutkan itu, sangat ketat dan aman. Seorang teman
pernah bertransaksi melalui salah satunya. Ketika itu, ia membeli beberapa item
barang. Namun, setalah barang diterima, ada beberapa item yang tidak ada. Setelah
dikonfirmasi ke admin marketplace, memang diketahui bahwa penjual tidak
menyertakan barang itu. Akhirnya uang dia dikembalikan senilai barang yang
tidak terkirim dan ia pun mendapatkan voucher belanja senilainya, sebagai
kompensasi. Itulah gambaran betapa ketatnya aturan di marketplace itu. Ada juga
teman saya yang, untuk bayar tagihan listrik saja, menggunakannya karena bebas
biaya administrasilah, lebih gampanglah, kejar poinlah, dan macam-macam
alasannya.
Seketat-ketatnya aturan, tetap ada celah bagi para penipu. Dan
para penipu ini adalah “orang pintar”, bahkan termasuk “orang nekat”. Para penipu
yang mahir didunia cyber, mungkin bisa mengalihkan IP Address. Penipu yang
mahir dalam komunikasi, mungkin akan menuliskan kata dan kalimat yang memikat. Nah,
kitalah yang harus bijak menentukan.
Untuk mengindentifasi lapak-lapak penipu di marketplace terbilang
gampang-gampang susah. Di bilang gampang, karena mungkin kita telah mengetahui
karakteristik lapak atau toko, maupun produk-produk yang dipajang di
etalasenya. Di bilang susah, karena harga yang diberikan betul-betul
menggiurkan. Bagi orang yang “kebelet” ingin punya produk premium dengan harga
murah, maka akan gampang terpedaya oleh model yang begini. Ciri-ciri toko atau
lapak penipu ini biasa meliputi beberapa hal.
Jika sedang berselancar di salah satu marketpalce melalui
kolom pencarian, kita akan digiring pada produk yang paling dekat dengan kata
kunci. Misalnya, kita memasukkan S7 Edge. Maka produk yang terkait akan keluar.
Nah, di sanalah kita akan mendapati perbedaan harga dari setiap penawaran toko.
Harga murah dan termurah dari yang tampil, biasanya akan menjadi pilihan
pertama untuk kita klik. Nah... Penipu biasanya memanfaatkan kondisi ini untuk
memikat calon korbannya.
Lapak atau toko di marketplace akan selalu mencantumkan
spesifikasi produk sebaik mungkin. Kateranga itu pun dibuat detail namun tidak
panjang. Informasi yang cukup, biasanya akan menarik minat pembeli. Namun di
lapak gadungan, biasanya informasi itu dimulai dengan klaim. Klaim terhadap
pelayanan terbaik dan harga termurah. Di sepanjang keterangannya itu, nanti
akan ada model atau tipe produk-produk lain yang juga disebutkan bersamaan
dengan daftar panjang.
Mengapa dibuat keterangan begitu? Karena biasanya, kita
cendrung abai dengan bahasa keterangan yang atas sehingga akan memperhatikan
daftar harga produk lain yang dibuat. Padahal, kalau dicermati, dari pengalaman
saya, tidak sedikit keterangan itu yang dikopi paste dari keterangan orang
lain. Bahkan, ada yang diterjemahkan melalui perangkat.
Sedangkan pada keterangan yang pendek, biasanya akan
dipasang keterangan barang seadanya. Lalu ia akan mengarahkan untuk
berkomunikasi langsung via chat ataupun aplikasi sosial media, entah itu
whatsapp, BBM, Messenger, BeTalk, WeChat, dan lainnya. Intiny, pelapak gadungan itu akan mengarahkan
ke sana.
Periksalah penilaian ataupun komentar di bagian kolom-kolom
yang telah tersedia pada setiap produk. Setelah dua indikasi terpenuhi, dan jika
tidak ada penilaian, sudah sepatutnya untuk curiga. Jika tidak ada komentar
atau ada komentar yang jawabannya agak kurang memuaskan, patut juga dicurigai. Biasanya,
ketika chat di kolom yang tersedia, pelapak akan mengarahkan untuk menghubunginya
melalui chat di luar yang disediakan oleh marketplace itu.
Aduh... saya bawa-bawa pula kata “bayi”. Maafkanlah saya. Itu
hanya perumpamaan saja. Saya ingin mengatakan, bahwa toko atau lapak gadungan
yang bertebaran di marketplace itu kebanyakan umurnya baru berbilang minggu. Jarang
sekali saya menemukan yang berumur sampai dua bulan. Saya menduga ada beberapa
sebab. Pertama, toko-toko yang diindikasi penipu dihapus oleh admin marketplace
setelah ada laporan dari calon pembeli. Kedua, mungkin sengaja dihapus oleh si
pembuka lapak itu sendiri ketika sudah berhasil mendapatkan korban. Bayangkan saja,
kalau dari toko yang dia bina itu dapat transaksi senilai Rp 2 juta, kan
lumayan.
Setelah kita lihat profil dari toko atau lapak itu, maka
akan terlihat juga daftar produk dan item jualannya. Yang saya temukan,
toko-toko yang diduga penipu ini biasanya telah memiliki puluhan bahkan ratusan
produk dalam toko online itu. Sepintas, hal itu akan memberikan kesan bahwa
toko ini memiliki banyak barang, toko itu toko yang “profesional”, toko itu sudah
berpengalaman, dan lainnya. Namun anehnya, produk yang terlihat di kolom gambar
itu cendrung sama. Paling ada sekitar lima atau tidak sampai 10 item. Baik foto,
judul, dan keterangannya pun sama. Itulah trik mereka untuk mengelabui.
Setidaknya itulah ciri-ciri untuk mengidentifikasi toko atau
lapak penipu yang tersebar di marketplace. Dari ribuan hingga puluhan ribu pelapak
online di marketplace, mungkin tidak banyak penipunya. Namun, jangan sampai
kita pula yang menjadi korbannya. Mudah-mudah kita semua semakin cermat dalam
berbelanja online di era digital ini. Semoga saja tulisan singkat ini
bermanfaat.
Catatan: Tolong jangan diviralkan. Nanti para pelapak penipu
tersinggung. hehehehehe
Tunggu tulisan lanjutan perihal kiat berbelanja online, termasuk
memilih lapak-lapak terpercaya.
Jumat, 11 Agustus 2017
Aku di antara Bawean dan Batam
Aku saat berusia sembilan tahun ketika di kampung |
Saya tersentak ketika seorang teman mengaku sudah jenuh
dengan aktivitasnya di kota berkategori metropolis ataupun metropolitan. Ia mengaku
ingin hidup di kota kecil di kampung, yang bukan termasuk metropolitan.
Alasannya, selama berada di kota metropolis itu, ia merasakan kekurangan dalam
hal spiritualitas. Sebab, selama ini ia hidup di lingkungan perkampungan yang
kental dengan tradisi bersarung, berkegiatan sosial dan kekeluargaan, serta
bercengkrama santai di sudut-sudut kampung.
Saya pun tersentak mendengarnya. Kota metropolis seperti
Batam dan Jakarta, kata dia, memang talah membuatnya hanya disibukkan dengan pekerjaan
dan pencarian materi. Memang, ada waktu untuk berkumpul bersosialisasi dengan
tetangga ataupun masyarakat dan ada
waktu untuk beribadah. Namun, itu semua masih dirasa kurang dalam hal
spiritualitas dan pengabdian sosial. Di kota, kata dia lagi, pengabdian sosial
pun masih dalam perhitungan materi. “Ujung-ujungnya, kita sibuk dengan materi,”
kata dia menegaskan. “Aku ingin balik kampung saja,” kata dia lagi.
Pernyataan itu sempat mengganggu pikiranku. Sekilas
terbanyang perihal kehidupan masyarakat di kampung halaman orang tua, di Pulau
Bawean, dengan rutinitas masyarakat kebanyakan sebagai petani, nelayan, buruh,
dan sebagian karyawan atau pegawai. Terbayang pula dengan kehidupan yang lepas
dari hingar bingar kendaraan dan kemacetan pada saat jam sibuk. Ah... sudahlah.
Itu hanya sebuah banyangan karena sayapun hanya numpang lahir saja di sana.
Yang sedikit mengusik pikiran saya. Apa yang diutarakan oleh
teman itu, bersamaan pula dengan fenomena pulang kampung di Batam. Yang ini
alasannya berbeda. Bukan karena alasan spiritualitas dan pengabdian sosial,
tetapi karena kelesuan ekonomi. Mereka
menilai Batam tidak lagi seperti dulu: cari kerja susah dan kebutuhan masih
tetap tinggi. Nah, kalau ini alasannya ialah alasan materialis.
Di Batam ini, dulunya, penduduknya terbilang nyaman. Keluar masuk
atau berpindah-pindah tempat kerja gampang saja karena tingkat kebutuhan tenaga
kerja begitu tinggi. Bosan menjadi operator di sebuah perusahaan elektronik,
bisa berhenti dan menjadi pramuniaga di toko-toko dalam mal. Bahkan, ketika
bosan bekerja pada orang atau perusahaan lain, bisa menjadi tukang ojek, yang
penghasilannya pun lumayan. Itu dulu, sekitar 1990-an hingga 2000-an awal. Kala itu, orang berbondong datang ke Batam
untuk mengadukan nasib bidang perekonomiannya. Sebab itu, mungkin bisa disebutkan kini 80
persen penduduk di Batam saat ini adalah pendatang dari berbagai penjuru
daerah. Saya punya kawan dari suku Batak, Jawa, Padang, dan ada juga yang campuran.
zaman dulu belum musim selfie |
Anak perantau
Merantau ke kota, apalagi kota dengan kategori metropolitan,
sering kali menjadi impian banyak orang dengan harapan bisa menambah
pundi-pundi kekayaan. Sukses di perantauan
memang kerap diukur dengan seberapa nilai kekayaan yang dimiliki ataupun
sebarapa banyak mampu mengirim ke kampung halaman. Daya pikat kota dengan
angan-angan atau impian bisa “memperbaiki nasib” itu telah berhasil menciptakan
urbanisasi besar-besarn era modern ini. Perihal filosofi dari tradisi perantauan
ini memang berbeda. Silahkan saja baca buku-buku sejarah perantauan atau
diaspora suku bangsa di Indonesia dan buku antropologi.
Proses kehidupan di metropolitan telah melahirkan persilangan:
silang budaya, silang ketuturan, dan lainnya. Nah, ketika memasuki generasi
pertama, maka lahirlah identitas kebudayaan dan ketuturan yang baru.
Gampangnya, misalnya, orang tua saya kelahiran Jawa Timur, saya kelahiran
Batam. Kemudian ketika ditanya, “kamu orang mana?” saat menjawab Batam. Kecendrungan
akan ditanyakan lagi, “asli Batam?” disitulah kegalauan akan muncul. Orang tua
yang Jawa masih mewariskan kejawaannya dalam keluarga. Tetapi kelahiran telah
memperjelas identitas awalnya. Sama saja bingungnya, ketika si peranakan rantau
ditanyaka, “kampungnya di mana?” Nak jawab apa, coba? (Sekarang, bagaimana
perasaan kalian bila itu terjadi? Silahkan tuliskan di kolom komentar saja
ya..?)
Atau bisa saja, lahirnya di kampung halaman, tetapi justru
tidak pernah hidup lama di kampungnya. Teman pun tak punya di sana. Nah,
bagaimana mengidentifikasi diri? Entahlah.... biasanya hal seperti itu
diselesaikan secara “adat” alias disesuaikan konteks saja. (kalau pembaca punya
pendapat, silahkan tuliskan di kolom komentar saja)
Kembali pada cerita teman yang ingin balik ke kampung
halamannya. Kehidupan kota yang membuatnya terlalu sibuk dengan pertimbangan materi
itu, memang sudah banyak dibahas oleh teoritikus. Dan gejala kehausan
spiritualisme sudah banyak terjadi di kota-kota metropolitas seluruh dunia. Bahkan,
masyarakat negara maju pun sudah berupaya memilih kembali ke kehidupan natural,
kembali pada pengisian spirititualisme dalam diri. Tidak sedikit pula yang
memilih liburan ke daerah pelosok sekadar me-refreshing diri. Jika temanku itu
memilih untuk pulang kampung, maka kuucapkan untuk selamat beradaptasi kembali
di kampungmu. Terima kasih.
Senin, 07 Agustus 2017
Sepandangan murid SD O24 Sei Panas dari Bilik Kios (Reuni SD-habis)
Beberapa hari ini kuperhatikan anak-anak sekolah dasar (SD)
pulang lewat depan di depan Kios F21 Mobile. Pada hari tertentu, kulihat
seragam mereka berbeda-beda. Itu artinya, mereka tidak satu sekolah. Ada kemungkinan
mereka tinggal berdekatan, tetapi sekolah di SD yang berbeda. Setiap siang,
selalu saja terlihat silih berganti rombongan anak SD itu lewat. Padahal di
pagi hari, jarang saya lihat mereka berangkat bersama.
Dulu, yang kualami seperti itu juga ketika masih duduk di
bangku SD 024 Seipanas. Berangkat seorang diri, tetapi pulangnya bersama-sama
dengan teman yang lain. Tampaknya, di antara mereka itu ada juga yang merupakan
siswa dari SD 024. Setidaknya itu yang kutengarai dari warna seragam olah
raganya, putih dan kemerahan. Sedangkan baju batiknya, warna jingga.
Perjalanan itu masih serupa. Dulu, kios tak bernama dan
berjualan camilan saja. Tidak sedikit juga teman-teman yang masih memiliki sisa
uang jajan berbelanja di kois ini. Kini, kios itu kuberi nama Kios F21 Mobile
sebagai tempat jualan paket internet murah. Dan dari balik kios itu pulalah terbayang
olehku masa-masa SD dulu. Yang tak kalah penting lagi yakni seorang guru kami,
wali kelas ketika di kelas enam.
Saya yakin, setiap orang memiliki memori tersendiri dengan
masa kanak-kanaknya. Mungkin kita sudah sukses menjadi seorang penulis,
pengusaha, pejabat, karyawan di perusahaan top ataupun profesi lainnya. Tepi memori masa lalu itu akan tetap
terkenang pada momentum tertentu.
Pesan Ketika Dewasa
Ketika reuni itu digelar, guru kami itu memang sungguh
membangkitkan memori masa lalu. Setidaknya itu untukku. Entahlah bagi
teman-teman yang lain. Sebagian dari pada itu telah kutiliskan pada tulisan
pertama reuni dengan judul ......... Silahkan baca lagi yaa
Kali ini saya tidak hendak bernostalgia terlalu dengan masa
di masa SD itu. Di bagian akhir tulisan ini, saya hendak menuliskan beberapa
pesan dari guru kami. Itu adalah petuah yang, menurut saya, wajib “diabadikan”
dengan tulisan. Niatan ini dilandasi dari petuah yang berbunyi, “ikatlah ilmu
dengan tulisan.”
Ibu Henny memberikan tiga poin petuah. (Siapa di antara
teman-teman yang masih ingat dengan petuah beliau itu?) Setidaknya itu yang
masih terekam dalam memoriku hingga tulisan ini dibuat.
Pertama, berbakati pada orang tua. Kami sudah menjadi orang
tua. Tetapi Bu Henny tetap berbepesan agar kami tetap berbakti pada orang tau.
Ia berpesan demikian justru karena kami telah menjadi orang tua. Menurut
beliau, orang tua itu sangat membutuhkan kasih perhatian dari anak-anaknya. Justru
kami yang sudah menjadi orang tua, bisa merasakan bagaimana mengasuh anak-anak;
saat rewel, saat meminta sesuatu, saat tidak mempedulikan nasihat dan teguran
kita, serta lain sebagainya. Begitulah yang dirasakan oleh orang tua ketika
sudah renta. Dan saat itulah berbakti kepadanya menjadi nilai lebih menyejukan
hati orangtua.
Kedua, jangan tinggalkan salat. Bagi Bu Henny, perintah
salat dalam agama itu penting. Ia tidak peduli dengan aliran atau mazhab apa
yang dianut. Namun, salat merupakan tiang agama yang harus terus ditegakan. Kita,
kata beliau, tidak bisa hanya mengejar materi sebab tidak bisa dibawa mati.
Pada saat reuni digelar, Bu Henny sendiri sedang melaksanakan puasa sunnah di
bulan Syawal.
Dan yang ketiga, pererat silaturahmi. Bu Henny memuji kami
yang masih menyempatkan diri untuk bisa bersilaturahmi. Bahkan, beliau mengaku
selalu berupaya hadir dalam setiap undangan silaturahmi yang digelar
murid-muridnya, dari semua angkatan, dari berbagai sekolah tempat ia pernah
mengajar. Karena dalam silaturahmi, kata beliau, akan mengenal mempererat
hubungan satu sama lainnya. Bisa saling membantu, saling meringankan, saling
berbagi informasi, dan sebagainya.
Itulah petuah penting Bu Henny yang masih terekam dalam
memoriku. Pesan yang disampaikan kepada kami ketika kami telah dewasa secara
umur. Sedangkan petuah dan pesannya ketika kami masih dibangku SD, telah
tertindih memori baru. Itulah keterbatasan sebagai manusia. Namun bisa jadi,
satu di antara petuahnyalah yang telah memberikan motivasi lebih pada kita
hingga hari ini. Mungkin tanpa kita sadari.
Sebagai catatan tambaha, beliau juga berpesan agar mendidik
anak dengan baik. Sebab, zaman sekarang ini tantangannnya lebih beragam,
khususnya di era digital. Lingkungan, kata beliau, sangat mempengaruhi
pertumbuhan anak. Dan tidak sedikit anak-anak menjadi korban kekerasakan
ataupun tidak kriminal. Tidak sedikit pula anak-anak yang terlibat menjadi
pelakunya.
Inilah catatan dari bilik kiosku, kios tempat menuliskan
naskah ini. Kios ini pula menjadi tempat aktifitas harian dalam menjalan
beberapa usaha yang kulakukan selain bekerja sebagai jurnalis.
Minggu, 23 Juli 2017
Tips Internet Lancar di Semua Operator dan HP Apapun
inilah tempat jual kartu internet murah di Batam |
Ponsel sudah smartphone tetapi kadang akses internetnya
lelet minta ampun. Di era digital, akses lambat itu adalah suatu kemunduran. Mungkin
sama halnya dengan orang yang menolak digitalisasi karena ketakutannya akan
suatu perubahan.
Nah, saya yakin semua pemilik smartphone pernah mengalami
akses lelet. Dahulu, ketika GPRS ditemukan, produk ponsel pun bermetamorfosa. Dari
hanya sekadar bertelepon dan pesan singkat, menjadi pesan gambar dan berwarna. Ketika
teknologi 3G ditemukan, smartphone pun datang lebih canggih lagi; dibekali
dengan video call. Dan sekarang, saat jaringan sudah 4G (konon di belahan dunia
lainnya sudah ada yang 5G) smartphone betul-betul telah menjadi pilihan utama
untuk berbagai akses.
Karena banyaknya ketergantungan pada smartphone, tidak
sedikit sangat keranjingan dengannya. Sehingga, kendala sedikit pada smartphone
itu, akan membuat dia seperti kehilangan sesuatu yang berharga. Mungkin kamu
pernah dengar istilah yang pas untuk orang yang sudah “kecanduan” dengan
ponsel, namun ketika sinyal tidak stabil atau bahkan hilang, ia membuang atau membanting
ponsel. Saye lupa istilahnya. (Tolong bantu tulis di kolom komentar bagi yang
tahu).
Begini, masih banyak yang tidak tahu bahwa ada beberapa
syarat untuk bisa mengakses internet cepat dan stabil pada smartphone. Setelah
saya himpun, menurut saya memang tiga hal ini patut untuk diperhatikan. Mengapa
saya ingin berbagi tentang ketiga hal ini? Karena beberapa konsumen di Kios F21Batam—yang jalan kuota termurah—ada yang tidak paham perihal pentingnya tiga
hal ini, sebab ia harus utuh. Tidak bisa hanya tersedia satu bagian saja.
1. Jaringan. Pastikan jaringan di lokasi benar-benar sudah
stabil untuk layanan data. Khususnya 4G. Karena belum semua area di Batam sudah
terjangkau jaringan 4G. Okelah. Jika ada operator mengklaim jaringan 4G-nya
tersebar luas di Batam, hal itu harus Anda buktikan sendiri. Tidak sedikit titik
blankspot yang ada di Batam. Jaringan 4G itu yang paling kuat di Nagoya dan
Jodoh karena pusat bisnis atau di Batam Centre karena pusat pemerintahan.
2. Ponsel yang kita pakai. Ponsel kadang lambat banget
karena aplikasi yang padat sehingga kinerjanya lelet. Jangan lah terlalu banyak
menginstal aplikasi di HP mu. Keduanya, jikalau ponselmu masih 3G, jangan pula
dipaksa untuk 4G. Hingga kini, belum ada yang bisa mengupgrade smartphone yang
dari pabriknya dibuat 3G menjadi berjaringan 4G. Kalau pun ada, biasanya itu
hanya duplikasi saja. Artinya, sinyalnya tidak riil diterima ponsel.
3. Pilihan paket. Ada beberapa operator yang membatasi
kecepatan akses karena paket yang kita beli. Saat ini, yang paling untung
adalah pemilik HP berteknologi 4G. Banyak operator memberikan bonus kuota besar
untuk mengganti kartunya dari simCARD ke uSIM. uSIM adalah kartu yang
diciptakan mampu untuk menangkap sinyal 4G. Jika Anda masih menggunakan kartu dengan
ukuran normal, berarti kemungkinan itu kartu itu tidak bisa digunakan untuk 4G.
Soal paketnya, ada banyak pilihan dari operator.
Ketika ketiganya telah menjadi satu atau tersedia di tempat
Anda mengakes internet dari HP, maka akan lancar jaya. Maka dari itu, perlu kiranya kita
memahami tiga hal itu untuk menjadi acuan.
Minggu, 16 Juli 2017
Sebuah Kisah dari Strategi Marketing Jengkol Dabo
Ternyata jenis jengkolnya yang bulat dan montok |
Ini sih kata kuncinya jengkol. Sering pula dipelesetkan dengan sebutan jengki. Ini adalah buah fenomenal. Memiliki aroma yang khas dan banyak peminatnya. Jenis masakan olahannya pun cukup beragam. Olahan jengkol ini paling mudah ditemukan di rumah makan Padang. Namun, apakah hanya orang Padang saja peminatnya? Tentu tidak. Kata seorang kawan, orang Batak juga banyak yang doyan jengkol. Hingga akhinya aku berkesimpulan, jengkol bisa diterima bagi penyukanya.
Jengkol. Inilah buah yang menjadi pioner dari sebuah peluang
usaha yang telah kudambakan sejak masih tugas di pulau yang bernama Singkep, Kabupaten
Lingga. Jumat (14/7) lalu, dua karung atau satu kuintal lebih jengkol kuterima
dari Dabo Singkep. Alhamdulillah.... dengan senang kulihat dua karung itu turun
dari truk yang membawanya. Tapi juga plus bingung karena belum jelas pasarnya. Ya,
yang namanya usaha itu harus dengan memperhitangkan untung rugi dong.
Begitu sampai dan dipromisikan melalui media sosial,
langsung ada yang merespon dan memesan. Pembeli pertama adalah kawan ini. “Sip...
pecah telor sudah,” kata ku begitu selesai menimbang empat kilogram untuk dia. Dan
penjualan seterusnya cukup lancar hingga hari kedua barang sudah ludes. Tentu
ini juga berkat dukungan dari teman-temandekat juga.
Bagaimana strateginya? Ini sih gampang-gampang susah
menuliskannya. Dalam berdagang, kita tak bisa diam ataupun pasif. Harus aktif. Di
pasar, sekalipun banyak pedagang dengan barang jualan yang sama, terkadang mereka
juga memanggil calon kunsumen. Lalu menyakinkan agar sudi berbelanja. Artinya,
tetap butuh pemasaran.
Di dua onlie saat ini, ada banyak hal bisa dilakukan dalam
strategi marekting. Banyak sekali tips yang beradar di dunia maya. Tentu sebagai
kiat-kiat untuk meningkatkan penjualan. Jualan apa saja memang bisa dilakukan
di sana. Seperti jualan bunga, jasa karikatur, ataupun jualan kartu internet. Satu di antarnya
kiat yang sering disebutkan oleh para motivator itu ialah memanfaatkan orang
terdekat; bisa kakak atau adik, teman, sejawat, mitra kerja, dan lain
sebagainya.
Pola itu pula yang kupakai dalam tahap awal menjual jengkol
ini. Mula-mula, woro-woro perihal jengkol itu kusampaikan kepada teman-teman SD
yang tergabung dalam grup Messenger, lalu teman-teman kerja di grup Whatsapp. Dan
ketika barang datang, lantas kufoto dan kuunggak forum jual beli yang tersebar
di Facebook. Dan, kedatangan pertama jengkol Dabo Singkep ini disambut baik. Bahkan, sudah ada pedagang pasar di Bengkong yang bersedia menampung. Kalau rezeki memang tak ke mana.
Hasil dari jualan jengkol Dabo Singkep |
Wujud Sebuah Impian
Sudah lama memang saya ingin mengoneksikan antara Dabo dan
Batam melalui usaha perdagangan. Dulu, dan dulu sekali, sejak kapal roro
melayani pelayaran Dabo-Batam, saya sudah mendambakan bisa melakukan
perdagangan itu. Saya terterik untuk buah-buahan dan sayuran yang sekiranya
bisa tahan dalam dua taupun tiga hari.
Peluang itu saya tangkap ketika melihat potensi di Dabo yang
masih sangat mungkin untuk dijadikan sentra buah-buahan, palawija dan sayur
mayur. Walaupun tanah Singkep tidak seperti tanah di Jawa, tetapi menurut
seorang teman yang juga petani, tanah di Singkep masih bisa olah. Atau, kata
dia, tanamannya bisa disesuaikan dengan kondisi tanah.
Dulu, saya pernah mencoba untuk menanam tomat jenis yang
kecil. Ternyata tumbuh subur dan hasilnya melebihi dari modal yang dikeluarkan.
Itulah peluang yang bisa tampak dan kemudian saya impikan. Komunikasi dengan
teman di sana terus berjalan. Cita-cita itu pun tidak pernah padam. Hingga
akhirnya bisa terwujud untuk pertama kalinya melalui jengkol ini. Dan sebentar
lagi, akan dicoba juga untuk hasil pertanian lainnya. Tetap semangat. Tetap baca peluang. Saya yakin, pintu rezeki itu selalu terbuka bagi orang yang berikhtiar.
Sabtu, 08 Juli 2017
Kami, yang Dulunya Sekolah di SD 024 Sei Panas (Reuni SD-1)
Dahulu, kami anak-anak ketika masih duduk di bangku Sekolah
Dasar (SD) saat bertemu beliau. Kini, kami telah membawa anak bersua kembali
dengan beliau. Dialah satu di antara guru kami ketika masih berseragam putih
merah di SD 024 Sei Panas (kini namanya berubah). Dia satu di antara guru kami
yang memiliki waktu hadir dalam acara silaturahmi teman-teman SD ku di Batam.
Namanya Heni (maaf lupa nama lengkapnya).
entah foto milik siapa ini. ku ambil saja dari grup kita di FB. Ini dia wajah emak-emaknya |
Sore itu, silaturahmi digelar di rumah Haryanto, di Bengkong Harapan II. Ia yang berinisiatif dan memprakarsai terwujudnya kegiatan ini. Ia pula yang mengeluarkan biaya untuk konsumsi. Dia dan teman kami, Widiyanto (biasa disapa Widie), yang mendatangi satu per satu di antara kami untuk mewujudkan pertemuan itu. Tentu, saya harus berterima kasih padanya yang telah begitu berjasa mempertemukan kami kembali. Kami sudah biasa bertemu di dunia maya, tapi jarang bertemu secara fisik, di dunia nyata. Itulah yang membuatnya menjadi berkesan.
Momen itu sungguh momen yang mengesankan dan membahagikan.
Mungkin sebagian teman-teman masih sering bersua dalam suatu kegiatan. Tetapi
bagi saya, ini momentum yang penting, karena saya termasuk orang yang jarang
sekali bertemu dengan teman-teman SD dalam satu momentum. Sependek ingatanku,
dulu kami pernah reuni di rumah almarhum Sigit (anak pemilik Sate Asih di simpang Bengkong Harapan yang terkenal itu),
sekitar 1999-an. Setelah itu, saya pernah ikut juga bersilaturahmi ke rumah Bu
Heni di Bengkong Indah I. (Entah tahun
berapa, sepertinya itu setelah saya lulus kuliah atau berkisar antara 2008-2009).
Kami adalah murid-murid SD 024 Sei Panas yang lulus 1996.
Saya lupa, berapa jumlah teman-teman seangkatan kala itu. Seingat saya, ketika
kelas empat, kami terbagi dalam dua lokal. Begitu naik ke kelas lima, ada
pengurangan jumlah murid karena satu sekolah lagi telah berdiri, yakni 034 Sei
Panas, sehingga sebagian murid dipindahkan ke sana. Akhirnya, kami disatukan
ketika di kelas enam. Saya tidak ingat pasti, sepertinya jumlah kami lebih dari
40 orang. Karena, saya pernah duduk dengan berbagi meja bersama dua teman
lainnya. Ya, dua deretan awal diisi tiga orang. Itulah nostalgia dalam kelas.
Dan guru kami ini, adalah guru di kelas enam.
formasi setengah lengkap dan sedikit formal. Maaf ya, saya terpaksa pergi duluan karena harus segera kerja |
Di antara teman-teman yang hadir itu, ada di antaranya yang
sejak lulus tidak pernah saya jumpai, khususnya teman yang perempuan. Ada juga
di antaranya sudah beberapa kali bersua karena memiliki komunitas yang sama
atau bertamu dan ataupun bersua di jalan. Alhamdulillah, di antara kami yang
hadir ini sudah memiliki pasangan. (So,
tidak ada peluang CLBK. Ups.... apa iya sudah ada yang cinta-cintaan di waktu
SD? Hehehe) Dan yang tidak kalah pentingnya, sebagian dari kami sudah
memiliki dua anak. (Semoga teman yang
belum dikaruniai anak, segera bisa terwujud)
Anak. Itulah yang menjadi pertanyaan guru kami itu setelah
beliau mencoba mengingat dan memastikan nama kami. Ia tidak tanya kami kerja di
mana dan berpenghasilan berapa. Ia bertanya, “sudah berapa anaknya?” atau
“punya [anak] berapa?” Saya sempat merenungkan perihal pertanyaan itu. Karena,
tidak semua dari kami membawa anak-anak kami. Tidak semua juga yang membawa
pasangannya. Melihat sebagian anak-anak dari teman masih banyak yang di bawah
tiga tahun (batita) dan bawah lima tahun (balita), beliau mengeluarkan
pertanyaan-pertanyaan susulan hingga akhirnya bekata, “sudah banyak ya cucu
ibu.”
Ya, cucu Ibu memang sudah banyak. Karena kami pun telah
beranjak tua. Kami, yang Ibu didik saat masih anak-anak, kini telah memasuki
usia dewasa. Bahkan, kami pun telah memiliki anak, yang Ibu Heni sebut “cucu”.
antar kurus, berisi dan gemuk. Ups... jangan ada yang bahas lagi |
Teman-temanku. Kita masih sempat bersua. Kita masih bisa
berkomunikasi. Kita masih bisa berbagi cerita. Tetapi kebersamaan kala di
bangku SD itu telah berlalu sekitar 21 tahun lalu. Tepatnya sejak 1996. Dan kini,
2017. Kita masih bisa berkumpul walau tidak dengan formasi lengkap. Kita berkumpul
walau tidak dengan kemewahan. Kita berkumpul karena keikhlasan teman. Ikhlas
menjadi tuan rumah. Ikhlas datang ke tempat kegiatan. Ikhlas mendengarkan
kemabali petuah dari guru kita itu.
Ada baiknya petuah, nasehat, motivasi, dan saran dari guru
kita itu saya tuliskan di bagian tersendiri. Di simak saja tulisan selanjutnya
ya. Maklumlah, karena aktivitasku berkutat dengan dunia tulis menulis setiap
harinya, kadang jenuh juga. Ku harap teman-teman pengunjung blog ini tidak
jenuh menunggu kehadiran bagian tentang petuah dari guru kita, Ibu Heni.
Rabu, 05 Juli 2017
Iconic Selfie with Nemo di Pulau Petong (2)
Mereka yang pernah nonton film
tentang perjuangan ikan kecil bernama Nemo tentu tak asing jenis ikannya. Nama itu diambil dari
nama tokoh dalam film berjudul Nemo. Alhasil, ikan dengan dominasi warga jingga
itu memang cukup populer saat ini. Ia hidup di antara terumbu karang di tepian
laut. Sebab itu, di setiap spot snorkling sering terdapat ikan ini. Ia termasuk
ikan jinak karena tidak akan merasa terganggu oleh manusia yang berusaha
mendekatinya. Kecuali kita hendak menyentuh.
Begitu jugalah pengalaman snorkling di Pulau Petong,
pulau yang berada di bagian selatan Batam. Pemandangan bawah laut di sini tidak
kalah dengan Pulau Abang karena memang pulau ini masih dalam satu gugusan. Termasuk
juga dengan Pulau Benan yang sudah masuk dalam wilayah Kabupaten Lingga. Cerita
tentang perjalanan menuju ke Pulau Petong, bisa disimak pada tulisan sebelumnya
(Snorkling ke Pulau Petong, Mengapa Tidak?).
Sebagaimana yang telah saya janjikan pada tulisan
pertama, pada tulisan ini akan saya coba ceritakan pengalaman menikmati
pemandangan bawah laut di dua spot snorkling yang dikelola oleh Reefs
Advanture. Yang membedakan dua spot itu ialah kedalaman airnya. Spot pertama
yang kami kunjungi berjarak 10 menit dari tempat pengelola.
Cuaca mendung kala
itu sempat membuat saya waswas. Bukan apa, di daerah kepulauan, cuaca tidak
bisa ditebak. Saya sudah pernah perjalanan laut dengan kapal pompong yang
bertemu dengan badai di sekitara pulau Bulan saat ikut Satpol Air Polresta Barelang
meninjau kapal karam. Itulah yang terbayang di pikiran kala hendak menuju spot
snorkling. Dan alhamdulillah, perjalanan lancar. Cuaca masih bersabahat.
Ketika sampai di titik tujuan, beberapa teman
masih terlihat ragu untuk turun. Bagaimana tidak? Pemandangan bawah laut yang
awalnya disebut hanya dua meter itu, ternyata tidak tampak apa-apa. Itu
artinya, kedalamannya lebih dari dua meter. Hayya... Tetapi saya, yang sudah
penasaran, mencoba menjadi orang yang pertama berbasah-basahan.
Alhamdulillah, masih bisa ngapung di air. Ini pengalaman pertama snorkling.
Dulu sewaktu kecil, mandi-mandi biasa saja di laut, di pantai Rojhing, yang
tidak berjauhan dari Dermaga di Pulau Bawean.
Satu persatu di antara teman-teman jurnalis dan
blogger mulai ikut turun. Eh... ternyata, ada juga teman yang takut air. Ups...
takut kedalaman air tepatnya. Tapi tak apa, tim dari Reefs Adventure adalah
orang yang berpengalaman. Mereka telah menyiapkan kano untuk membantu setiap
peserta yang “takut” ataupun kelelahan saat menikmati pemandangan bawah laut.
Entah di radius berapa saya mengitari sport
itu. Pemandangan indah seperti foto-foto bawah laut yang bertebaran internet
pun mulai tanpak. Beberapa jenis karang memperlihatkan keindahannya ditemani
ikan-ikan kecil dan ukuran tanggung di sekitarnya. Mereka tidak merasa takut
dengan kehadiran kami, karena mereka berada dua sampai empat meter di bawah
permukaan laut. Sedangkan kami, hanya mengapung dan melihat mereka sedikit di
bawah permukaan air.
Tips selama snorkling, sering-seringlah melihat posisi
teman lainnya. Jangan terlalu jauh. Sebab, keindahan bawah laut itu membuat
kita terbuai dan sering tak sadar sudah lebih 10 meter jarak dari teman-teman
yang lain.
Kalau mungkin Anda membayangkan karang itu
berwarna-warni seperti foto-foto bawah di Bunaken ataupun Raja Ampat, di sini
tidak seramai itu. Karangnya memang belum sebangus di sana. Tetapi, yang saya
salutkan dari tim Reefs Adventure, mereka selalu berupaya mengingatkan agar
tidak merusak karang, baik karena terinjak maupun memegang karang hidup itu. Itu semua telah mengobati rasa keingintahuan saya dalam menikmati pemandangan
bawah laut.
Tibalah saatnya mencari titik spot tempat ikan
Nemo bermain. Ini penting karena tanpa berfoto dengan ikan Nemo, maka belum sah
lah petualangan ini. Apalagi di era medsos ini, foto-foto dari aktifitas kita
telah menjadi bagian dari unjuk eksistensi. (Saya pun tak mau ketinggalan
lah.... hehehe). Belakang ini juga cukup terkenal foto-foto dengan ikon-ikon di
suatu daerah. Saya sering mengistilahkannya dengan iconic selfie (entahlah orang lain menyebutnya apa).
Bang
Bagas telah menemukan spot tempat untuk berfoto di dalam air. Di karang itu ada
dua ikan Nemo yang sedang bermain di antara karang. Satu persatu peserta
dipersilahkan untuk menyelam ke bawah; melihat si Nemo sekaligus yang penting “penjebretan”
bersama dia. Ahay.... ini gampang-gampang susah. Karena butuh bantuan Bang
Bagas untuk bisa menyelam sampai ke dasar dengan kedalaman lebih dari dua meter
itu.
Setelah
saya mengamati beberapa teman yang mencoba, tampak mereka tidak puas hanya dengan
satu kali selaman. Rata-rata dua kali selam baru pengambilan gambar selesai.
Parahnya, untuk bisa menyelam ini dengan maksimal, pelampung harus di lepas
supaya tekanan ke bawah lebih berat. Astaga... penuh perjuangan juga coy. Tarik
nafas dalam-dalam dan biyurr.... segeralah beraksi ketika tim Reefs Adventure
mengambil gambar.
Usai
sudah di spot ini. Mari berpindah ke spot yang lebih dalam. Alamak.... tak
terbayang lelahnya badan. Tapi karena penasaran, seluruh perserta bersiap
melanjutkan perjalanan lagi. Biarpun bermain di air, dahaga tetap menghampiri. Bekal
air minum yang telah disediakan oleh Reefs Advanture menggilangkan dahaga.
Spot
yang satu ini lebih dalam lagi dibanding yang pertama. Lokasinya tidak jauh
dari titik kumpul di pelantar Reefs Adventure. Artinya, kami kembali menyusuri
jalan saat keberangkatan ke spot pertama. Karena lautnya lebih dalam, pengelola
telah membuat tempat “penyandaran apung”. Pengunjung tidak perlu langsung
menjeburkan diri, tapi bisa terlebih dahulu mempersiapkan diri di atas susunan
papan berukuran 3x3 meter. Di lokasi ini ada tali yang melingkar dengan
diameter sekitar delapan meter. Oh, ternyata tali ini adalah pembatas untuk
spot snorkling sekaligus berfungsi untuk pegangan bagi yang takut kedalaman. Pengelola
menyarankan agar menikmati terumbu karang yang berada di lingkaran saja.
Pemandangannya memang lebih indah karena jenis karangnya lebih banyak.
Ikan-ikannya lebih besar.
Namun,
rombongan kami kurang beruntung. Pasalnya, hari itu arus kuat sehingga air
keruh. Pemandangan bawah laut tidak terlihat sempurnya. Dan tidak jarang,
beberapa teman-teman juga sempat terbawa arus. Yang pasti lebih melelahkan bila
kita beranang melawan arus. Sementar karang-karang yang cantik itu berada di
bagian tengah. Arus datang dari selatan yang kebetulan dari bagian tengah. Alhasil,
tak banyak juga yang bisa saya ceritakan. Saatnya kembali ke pelantar. Bersiap makan
siang dan menikmati sensasi selanjutnya.
Tunggu tulisan lanjutan, tentang menu-menu spesial dari Reefs Adventure dan kenangan perpisahan dari mereka.
Jumat, 16 Juni 2017
Snorkeling di Pulau Petong, Mengapa Tidak? (1)
nampang dulu ah... |
Pulau
Petong ini berada di sisi selatan Batam. Lebih kurang perjalanan satu setengah
jam dari titik keberangkatan kami di Kepri Mall hingga sampai di jembatan enam.
Tentu saja, kita akan melewati jambatan satu Barelang yang telah menjadi ikon
Batam. Sepanjang perjalanan, ada beragam pemandangan yang tersaji, mulai dari
perkebunan, alas, hingga bukit yang terlihat gersang. Nikmati saja perjalanan itu
ketika tim dari Reefs Adventure mulai membawamu menuju lokasi.
Tepat
di bawah jambatan enam itu, sebuah pompong akan mengantarkan kita menuju pulau
Petong. Di pompong dengan lebar lambung dua meter itu, kita akan menuju ke
lokasi. Ait.... ini bukan perjalanan sebentar. Butuh waktu sekitar 45 menit
untuk sampai di pulau kecil yang dikelola oleh Reefs Adventure. Dari pengalaman
saya selama perjalanan, saya mencoba untuk rileks dan menikmati perjalanan itu.
Kadang berselonjor, kadang tiduran, dan bahkan sempat tertidur sebentar sebelum
hempasan ombak mengagetkanku. Intinya sih, saya sudah biasa naik pompong.
Mencoba menaklukan si ..... lupa pula nama elang ini. |
Pulau kecil itu sudah terlihat setelah lepas dari pelabuhan di jambatan enam sekira 30 menit. Tapi, penglihatan di hamparan lautan itu bisa “menipu”. Itu masih jauh. Sekitar 20 menit lagi. Kalau kamu pernah naik kapal, ya kira-kira begitulah rasanya saat kita ingin bersegara turun di pelabuhan.
Oh
iya, pulau yang hendak di tuju bukan lah pulau Petong. Ia ada disebalik pulau
petong. Pulau kecil saja. Hanya ada segundukan tanah. Di tepiannya, ada
pelantar memanjang. Di sanalah titik kumpul sebelum berbagai aktivitas bawah
dimulai. Di sana pula nantinya pemandu akan memberikan arah. Jangan tanya lagi
tentang kegembiraan rombongan bila sudah sampai di sana. Mengapa? Dari atas
rumah restoran panggung itu, ada pemandangan bawah yang tidak seberapa tapi
menggoda.
Tim
Reefs Adventure tanpa sudah paham betul dengan kelakuan setiap tamunya. Mereka
akan terlena dengan pemandangan sekitar, lalu tanya ini dan itu, serta
macam-macam lah. Nampaknya tim Reefs Adventure sengata tidak terlalu lama untuk
meladeni pertanyaan setiap tamu agar kesempatan untuk menikmati pemandangan
bawah lain bisa segera di mulai, yakni dimulai dengan arahan dan petunjuk.
Nah,
bagi kamu yang belum atau tidak bisa berenang, kamu mesti menyimak seksama
penjelasan dari pemandu. Kalaulah saya tidak salah, nama pemandu menyelam itu
Bagas. Hal ihwal untuk keselamatan menyelam dijelaskan hingga semua peserta
memahaminya. Ingat lho.... ini penting. Kalaupun pernah snorkling di daerah
lain, tapi di daerah ini tentu memiliki tantangan tersendiri. Itulah pentingnya
kita memahami arahan dari pemandu. Lain laut lain tantangan coy...
Tentang
petunjuk dan arahan pemandu Reefs itu, simak sajalah videonya yaa... tak kan
pula nak saya tulis satu persatu. Heheheh...
Di
sana telah tersedia berbagai peralatan snorkling. Tetapi sebelum memilih alat
yang sesuai, setiap orang perlu mengganti pakaian dulu. Pakaiannya tidak
disediakan Reefs. Ingat, ini snorkling alias selam permukaan. Jadi, cukup kaian
kaos dan celana kolor saja. Setiap peserta disediakan loker untuk ganti baju
dengan satu kunci. Loker perempuan dibedakan dengan loker pria. Mengapa? Tak
usah ditanya lagi.... hehehe
Ada
dua tempat yang akan dituju di sana. Dua-duanya mempunyai tangtangan sendiri
untuk snorkling. Apalagi, arus di sisi barat pulau Petong itu terbilang kuat.
Ups.... kita jangan bahas spotnya dulu deh. Itu terlalu menarik kalau langsung
diceritakan di bagian ini. Kita langjutkan saja tentang persiapan dulu, tentang
bagaimana bernorkling.
Usai
cuap-cuap bang Bagas, langsung saja perserta diajak untu njebur di sisi lain
dari pelantar itu. Airnya hanya setinggi pinggang saja. Ya sekitar satu meter
lah. Di sinilah kita akan menguji kemampuan setelah berbagai arah yang
disampaikan olah bang Bagas tadi. Saatnya teori dipraktikan. Hem... di momen
ini, saya masih sibuk memvideokan aksi teman-teman. Begitu siap untuk turun,
kacamata dan selang kurang pas pula. Akhinya pilah pilih lagi yang sesuai. Dan
akhirnya, momen ini saya lewatkan. (Dalam hati, ah... saya punya modal sudah
bisa beranang. Apalagi dulu sewaktu masih di Bawean, saya sudah kejebur di
tepian laut biru saat mancing. Itu peristiwa di usia kelas empat SD coy.)
Traing
selesai. Semua personel tamu undangan yang terdiri 18 orang itu, dari kalangan
jurnalis, blogger, vlog, dan para petinggi dari Honda sudah basah kuyup.
Saatnya untuk uji praktik yang lebih menantang, yang lebih menggoda, dan yang
lebih mengasyikan. Apalagi, ada iming-iming foto dalam air dari tim Reefs
Adventure.
Wow...
foto dalam air. (Saya sih seumur-umur belum pernah punya koleksi foto yang
begitu. Inilah kesempatan langka bagi saya). Kami pun bergegas kembali menaiki
speedboat menuju dua spot yang sebelumnya telah disebutkan oleh Bagas. Spot
pertama yang kami tuju itu memiliki kedalaman dari dua meter.
Pemanasan sebelum ke spot yang sesungguhnya. |
Dua
meter yang menipu.
Sungguh
tega nahkoda speedboat ini. Biarlah saya sampaikan keluhannya dulu. Speedboat
kami tumpungi sudah berhenti di tengah. Ternyata, di tempat pemberhentian itu,
kedalamannya lebih dari dua meter. Saya bisa pastikan itu karena karang saja
tidak nampak dari permukaan air. Wal hasil, setelah jangkar di lepas,
teman-teman satu rombongan dengan saya, masih enggan untuk langsung turun. Saya
yang penasaran, langsung saja pergi ke tangga di anjungan. Bluer... basah.
Ah,
betullah. Air itu dalam. Lebih dari dua meter. Ternyata, lokasi spot karang
yang bagus dengan ikan-ikan kecil itu ada sekitar lima sampai tujuh meter ke
tepi lagi. Yang akan melihatnya, haruslah memulai petualangannya dari tepian.
Ingat... teknik yang tadi telah disampaikan oleh bang Bagas, sudah saatnya
diterapkan dengan baik. Itu adalah teknik terbaik. Kalau tidak, sebentar saja
kita akan lelah mengitarinya.
Setelah
berputar-putar di sekitaran, lelah pun menghampiri. Saatnya untuk istirahat.
Tapi di mana? Ini bukan di kedalaman hanya dua meter? Ini lebih dari itu,
ternyata empat meter. Maka, Bagas pun memberikan instruksi agar istirahat di
atas karang. Dia juga mengingatkan agar tidak menginjak karang hidup. Itulah
pijakan untuk istirahat. Ambil nafas. Rehatkan kaki dan tangan dari melawan
arus yang cukup kuat.
Ops...
pasti lagi-bertanya-tanya, bagaimana pemandangan di bawah lautnya. Sebentar
dulu lah, nanti ditulisan selanjutnya ya. Tulisan ini masih bersambung kok.
Tenang saja. Nikmati kuota internetmu dulu. Kalau habis paket, pesan saja di
Kios F21 Batam.
Senin, 12 Juni 2017
Mengenal Sufisme Waliyah Zainab dan Bawean
Mengenal Sufisme Waliyah Zainab dan Bawean
Abd. Rahman Mawazi*
Sosok Syeikh Siti Jenar memang fenomenal. Ia adalah seorang wali yang dipinggirkan akibat ajaran-ajarannya. Konsep manunggaling kawula gusti, merupakan ajaran sufisme Siti Jenar yang ditolak para wali (walisongo) karena dinilai bertentangan dengan norma Islam dan menyesatkan. Ia kemudian dipinggirkan dan akhirnya dihukum mati.
Satu dasawarsa terakhir ini telah banyak litelatur yang mengupas sejarah hidup dan ajaran wali yang bernama asli Abdul Jalil. Tidak sedikit dari litelatur tersebut kemudian menjadi best seller. Hal ini dikarenakan keingintahuan masyarakat terhadap sosok dan konsep ajaran sufismenya yang kontreversial. Dan, buku Waliyah Zainab, Putri Pewaris Syeikh Siti Jenar ini juga berusaha menjelaskan konsep ajaran Syeikh Siti Jenar sebagaimana juga dipraktik oleh generasi penerus, Waliyah Zainab.
M. Dhiyauddin Quswandhi, penulis buku, mengupas ajaran Siti Jenar dari sebuah naskah kuno tidak berjudul yang menjelaskan tentang Sastro Cettho Wadiningrat atau ilmu tentang rahasia kehidupan, yang sering juga disebut sebagai ilmu kebegjan, ilmu mencapai kehidupan sejati. Naskah yang ditulis oleh generasi ketiga Siti Jenar, Sunan Sendang, berbahasa Jawa Kuno, dan tampaknya cukup bisa dipahami oleh penulis, yang tak lain adalah keturunan dari Sunan Sendang sendiri.
Dalam ajaran sufisme terdapat empat tahapan akidah, yakni syariat, thariqat, hakikat, ma’rifat. Kempat tahapan tersebut dalam ajaran sufisme Wali Songo dikenal dengan takon, tekkun, tekken, tekan. Sedang Siti Jenar mengistilahkannya sebagai catur wiworo werit (empat perjalanan yang sulit) karena dalam menapaki setiap tahapnya penuh aral yang tidak gampang dilalui.
Pengistilah Siti Jenar tersebut cukup mempunyai alasan sebab, menurutnya, empat perjalanan itu merupakan pengejawantahan dari kalimat Laa ilaaha illa Allah. tahapan syariah mengandung makna ila-ilah (menuju Allah), thariqah berarti li-lah (untuk Allah), haqiqah sebagai fi-ilah (di dalam Allah), dan ma’rifah memuat bi-ilah (bersama Allah). Selain itu, keemapat tahapan juga memilki makna lain, yaitu syari’ah sebagai tataran ’ilmu, thariqah sebagai tataran ’amal, haqiqah sebagai tataran hal, dan ma’rifah sebagai tataran sirr. (h.240) Tataran ilmu atau syar’iah, misalnya, bermakna bahwa syariat merupakan jenjang dan pengenalan aqliyah terhadap syariat, thariqat, hakikat, ma’rifat, berikut semua kandungannya.
Yang menjadi simbol keweritan dalam tahapan perjalanan akidah seseorang ialah penerapan empat tahapan dalam setiap tahapannya. Level syari’ah memiliki tahapan syariat, thariqat, hakikat, ma’rifat. Begitu juga di level-level selanjutnya. Melewati empat hahapan dalam setiap levelnya adalah perjalanan yang amat sulit karena aral, cobaan, serta tantangan dalam setiap tahapannya tidak mudah dilalui.
Oleh karena itu, penghayatan seorang hamba atas empat hal di atas mutlak diperlukan guna menuju suatu kesempunaan dalam berakidah. Bila sukses, ia akan merasakan puncak kesempurnaan keimanan, di mana keimanan tidak lagi sekedar bermakna percaya an sich kepada Allah, melainkan berbarengan dengan kecintaan (hub) dan selanjutnya penyatuan diri. Bila demikian, maka seorang hamba akan merasa bersatu dengan Khaliqnya—yang dalam konsep Ibn Arabi disebut wihdatul wujud.
Pulau Bawean
Ajaran Sufisme tersebut kemudian dipraktikkan oleh generasi keempat Syeikh Siti Jenar, Sayyidah Waliyah Zainab, di Bawean. Konstalasi politik di Jawa yang tidak memungkinkan bagi keturunan dan pengikut ajaran Siti Jenar memaksa Waliyah Zainab beserta rombongannya hijrah ke pulau Bawean. Kehadiran Waliyah Zainab di sana, selain sebagai bentuk pengasingan diri, juga menyiarkan agama Islam, yang kelak mencapai kesuksesan di masa adipati Sumenep, Umar Mas’ud.
Menurut M. Dhiyauddin Qushwandi, penyiar pertama agama Islam di Bawean ialah rombongan pengungsi dari kerajaan Campa. Hal ini sangat dimungkinkan karena letak Bawean yang steragis sebagai pulau transit pelayaran. Termasuk di dalamnya ialah Sunan Ampel dan ibundanya, Putri Condrowulan, yang kini makamnya terletak di desa Komalasa. Penemuan makam Putri Condrowulan ini merupakan suatu jawaban dari teta-teki sejarah.
Penemuan lain yang tak kalah pentingnya ialah prihal keberadaan makam laksamana muslim Cina Cheng Ho. Menurut Dhiyauddin, melihat posisi Bawean yang terletak di Laut Jawa, sangat mungkin Cheng Ho memilih Bawean sebagai tempat berdomisili hingga akhir hanyatnya. Hal ini berdasarkan informasi sejarah yang menyatakan bahwa konstalasi politik dinasti Ming saat itu sedang goncang, dan tidak adanya kabar atau informasi sejarah yang menyebutkan ke mana Cheng Ho berlayar sejak meninggalkan Jawa. Adapaun bukti yang menguatkan ialah, bahwa makam yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Jujuk Tampo ialah dari kata ”tampo”. Ditengarai kata ”tampo” berasal dari bahasa Cina ”dempo”, yang berarti nahkoda. Selain penemuan tersebut, Dhiyauddin juga memastikan bahwa huruf Honocoroko tercipta di Bawean.
Kehadiran buku ini, dengan demikian, selain mengungkap ajarah sufisme Siti Jenar yang kontroversial itu, juga mengungkap suatu peristiwa masa lalu yang masih menjadi misteri masa kini. Survei lapangan yang dilakukan penulis serta telaah litelatur yang ketat menjadikan buku ini layak untuk dijadikan rujukan bagi mereka yang berdedikasi di bidang sejarah sekaligus sebagai pintu bagi penelitian lebih lanjut. Sebab, jika berbicara sejarah, hal itu adalah bukti-bukti yang tertinggal dan masih ada, baik berupa tulisan, naskah, ataupun artefak yang bisa dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Tampa itu semua, ia hanya menjadi dongeng atau mitos belaka.
*Abd. Rahman Mawazi,
pustakawan, alumnus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Minggu, 11 Juni 2017
Perjalanan Panjang Pencarian Tuhan
Perjalanan Panjang Pencarian Tuhan
Oleh Abd. Rahman Mawazi*
Judul Buku : Tuhan Di Mata Para Filosof
Penulis : Etienne Gilson
Penerjemah : Silvester Goridus Sukur
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : I, November 2004
Tebal : 237 Halaman
|
Filsafat selalu mendapat perhatian dikalangan pemikir, hampir disetiap ranah ilmu pengetahuan mempunyai landasan filosofis kecuali ilmu eksak. Tak luput juga dari landasan filosofis itu yakni teologi metafisika. Teologi metafisika adalah ilmu yang murni membutuhkan suatu rasionalisasi, tanpa rasionalisasi niscaya tidak akan dapat mengungkap misteri dari metafisika itu sendiri.
Perjalanan panjang para filosof dalam mencari Tuhannya telah melahirkan suatu aliran filsafat yang sangat berguna bagi manusia dalam memaknai “nilai-nilai” keberadaan Tuhan. Teologi adalah suatu pendekatan menuju pemahaman ketuhanan. Hal ini dimulai dari munculnya pertanyaan tentang siapa yang mengatur dunia ini? Tales, Aristotales, Plato dan kebanyakan filosof Yunani lainnya selalu mencari jawabannya. Suatu kesimpulanm yang sangat bertentangan dengan keyakinan masyarakat Yunani pada umumnya kala itu, filosof – periode akhir – awal Yunani membuat suatu kesimpulan bahwa ada yang lebih berkuasa dibandingkan para dewa yang diyakini oleh masyarakat Yunani.
Etienne Gilson, penulis buku ini, menelaah perjalanan dan pandangan para filosof tentang Tuhan. Hal ini ia lakukan karena kekawatirannya terhadap perkembangan para pemikir dalam mencari Tuhan-nya yang mulai lepas dari rel pengetahuan filosofis. Premis yang dibangun oleh filosof masa awal (baca Yunani) mulai mengalami pergeseran paradigma filosofis dikalangan pemikir abad modern dan kontemporer.
Pembacaan terhadap bukti keberadaan Tuhan melalaui telaah atas bukti nyata yang ada di jagad ini telah menghasilkan teologi natural. Melalui metode itu filosof Yunani kemudian membuat suatu kesimpulan. Namun, ketika agama mulai mendapat keyakinan dihati manusia justru Tuhan dapat diterima dengan lapang dada oleh umatnya. Mulailah berkembang kemudian teologi agama untuk menjawab keberadaan dan eksistensi Tuhan. St. Augustinus seorang folosof kristen, misalnya, mampu memberikan pemahaman yang dapat diterima dengan akal dan penuh landasan filosofis dari sebuah ajaran Kristen.
Berbeda dengan para filosofis, agamawan dan umat beragama dapat menemukan Tuhan-nya dengan prakter ibadah spiritual sedang para filosof memulainya dengan nalar kritis serta sitematis kemudian mampu menjangkau Tuhan. Keduanya, filosof dan agamawan, sama-sama telah menemukan Tuhan-nya dengan jalan masing-masing. Kemudian datanglah perdebatan baru pada era filsafat modern sejak mulainya memasuki perkembangan filsafat. Hal inilah yang dialami sendiri oleh Etienne ketika para pemikir semasanya mulai merekontruksi paradigma filosofis teologi metafisika. Menurut Jaroslav Pelikan, dalam prakatanya di buku ini, hal ini disebabkan oleh dominasi pemikiran Emmanuel Kant sehingga penerusnya Karl Marx, Charles Darwin, Sigmund Frued dan Friedrich Nietzsche melakukan aksi “penghujatan Tuhan”.
Berbeda dengan Descartes dan Spinoza, keduanya secara eksplisit mengakui keberadaan Tuhan. Seperti dikutip oleh Etienne, Descartes secara ekplisit mengatakan “Karena kita tidak mungkin memisahkan eksistensi dari ide tentang Tuhan, maka Tuhan niscaya ada atau ber-ada (eksis)”, begitu pula dengan Spinoza yang memandang Tuhan adalah Ada yang maha tidak terbatas, atau subtansi yang merupakan “penyebab bagi dirinya sendiri” karena “esensinya meliputi eksistensi”. Komentar Etienne lebih lanjut tentang keduanya bahwa bisa jadi mereka keliru secara filosofis atau benar secara religius, atau sebaliknya benar secara filosofis, keliru secara religius.(hlm.159) Akan tetapi secara jelas Descartes juga mengungkapkan bahwa Tuhan, agama atau bahkan teologi bukan merupakan obyek yang tepat bagi spekulasi filosofis, biarkanlah agama tetap sebagaimana adanya yakni perkara iman semata-mata, bukan pengetahuan intlektual atau pembuktian rasional.
Lain halnya dengan apa yang kemudian berkembang dikalangan pemikir kontemporer dimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu pesat, sehingga Tuhan pun menjadi obyek ‘perdebatan’. Disinilah pengaruh filsafat Kant dan Aguste Comte mendominasi. Kritisisme Kant dan Positivisme Comte memiliki kesamaan tentang gagasan pengetahuan yang direduksi menjadi pengatahuan ilmiah dan gagasan pengetahuan ilmiah menjadi intelijibilitas yang disiapkan oleh fisika Newton. (hlm.168)
Ilmuan kontemporer, Sir James Jeans memadukan masalah-masalah filsafat dalam perspektif sains kontemporer dengan kesimpulan bahwa alam semesta sains merupakan sesuatu yang misterius. Nah, selayaknya fungsi sains menyingkap misteri alam semesta ini agar kemisteriusannya dapa terpecahkan atau menjadi tidak misterius lagi. Namun penolakan ilmuan dengan tidak menerima hal-hal metafisika karena dinilai tidak empiris, irasional dan tidak ilmiah akibat pemisahan antara urusan ilmu pengetahuan dengan agama atau Tuhan.
Kehadiran buku ini memberikan gambaran singkat tapi jelas tentang pandangan para filosof dan pemikir tentang Tuhan. Teka-teki metafisika di tulis dengan begitu jelasnya sehingga pembaca dapat memahami landasan-landasan filosofis tentang keberadaan dan eksistensi Tuhan serta perjalanan para filosof dalam mencari Tuhannya. Jangan sampai orang modern tersihir oleh sains, karena masalah tuhan tidak akan pernah bisa dirumuskan dalam satu rumusan ilmiah.
Naskah lama yang saya tulis 2004 silam.