Senin, 23 Oktober 2017
Berharap Ada Voucher Internet Semurah Kartu Perdana
Selama ini banyak pemilik gawai atau smartphone atau handphone
memilih gonta-ganti kartu untuk kuota internetnya. Mengapa? Alasannya, harga
kartu kuota perdana lebih murah dari pada beli paket langsung. Apalagi,
persaingan provider telekomunikasi selalu memberikan kuota besar dengan harga
terjangkau. Mana yang lagi promo, maka kartu itulah yang akan dibeli.
Nah, sekarang pemerintah akan mengefektifkan kebijakan
registrasi kartu prabayar semua operator tanpa terkecuali. Jika tidak melakukan
registrasi ulang atau tidak mendaftarkan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK)
yang sebanarnya, pemerintah bisa memblokir kartu itu. Informasi itu juga sudah
tersebar melalui laman-laman berita daring. Bahkan pemberitahuan telah
disiarkan secara berantai dan bertahap ke nomor-nomor yang aktif digunakan.
Beberapa teman pun sudah memperlihatkan kegundahan dan kegelisahaannya memalui
akun media sosial mereka.
Tentu saja kebijakan itu juga akan merugikan saya selaku
owner Kios F21 Batam yang sudah terkenal sebagai pusat kartu perdana internet
murah di Batam. Bagaimana tidak, akibat kebijakan itu, saya jadi tidak berani
menyediakan stok terlalu banyak, khawatir nantinya kartu itu justru tak bisa
dijual. Jangan untung, bisa-bisa malah buntung nih. Namun saya tidak bisa
bersikap kerdil melihat kebijakan pemerintah ini karena tentu akan mengganggu
kepentingan bisnis saya. Saya yakin upaya pemerintah membatasi pendaftaran
kartu prabayar dengan maksimal tiga kartu untuk satu NIK adalah upaya tertib
administasi agar tidak terjadi malpraktik terhadap sarana komunikasi itu.
Pernahkah Anda mendapatkan SMS yang bernada penipuan,
penawaran judi online, ataupun SMS promosi? Pernahkah Anda mendapatkan telepon
yang tidak dikenal, yang mengabarkan sanak saudara kecelakaan atau penemuan
barang atau telepon yang sok kenal sok dekat namun ujung-ujungnya minta kirimin
pulsa ataupun uang? Inilah sisi negatif dari kemudahan mendapatkan kartu
prabayar. Apalagi, promosi yang digelar oleh provider selalu gratis atau lebih
murah jika menghubungi ke nomor yang masih satu provider. Maka, jadilah
penipu-penipu itu dengan lebih gampang untuk melakukan tindak kejahatan.
(Sebenarnya mereka ini kelewat kreatif dengan memaksimalkan sisi negatif....
itu sih pendapat saya sajalah. Hehehehe...)
Kalau dibandingkan dengan negara tetangga, Singapura dan
Malaysia, kita memang jauh lebih longgar dalam kebijakan ini. Di negara kita
yang tercinta ini, bisa dengan gampang mendapatkan kartu perdana di setiap
konter. Provider pun berlomba untuk mencetak kartu perdana sebanyak-banyaknya
dengan harapan agar dapat menggaet pelanggan lebih banyak lagi. Nah memang
benar, di Indonesia, jumlah pengguna kartu telepon ini lebih banyak [mungkin]
tiga kali lipat dari jumlah penduduk. Bagaimana tidak, satu orang saja bisa memiliki
dua sampai tiga nomor guna menghindari biaya internet yang lebih tinggi.
Kebanyakan, skema untuk memiliki dua atau tiga nomor itu agar lebih murah dalam
berkomunikasi. (Alasan lainnya mungkin agar gampang menghindar dari debt collector
hehehehe...) Karena longgarnya aturan di Indonesia, kita pun mendapatkan
kuntungan sisi positifnya. Artinya, ada plus dan ada minus juga.
Harapan Sebagai Penjual Kartu
Nah, sebagai penjual kartu tentu dong saya punya harapan
atau usul untuk semua provider. Kita tahun, hingga saat ini, Telkomsel
menduduki posisi provider telekomunikasi termahal untuk paket internet karena
promo kuota besarnya hanya berlaku untuk kartu perdana saja. Bayangkan saja 30
GB yang diberikannya kepada pelanggan itu ternyata hanya 7 GB saja yang bisa
digunakan normal. Sisanya untuk begadang dan nonton di apalikasi tertentu.
Hadeh...... cepek deh. Berbeda dengan kartu lain, khususnya Tri (3), yang
dengan harga yang sama bisa mendapatkan kuota 50 GB.
Menurut saya jika provider telekomunikasi masih bisa tetap
memanjakan pelanggannya dengan menjual voucher internet. Ini adalah voucher
kusus untuk isi ulang. Mengapa? Karena pemerintah sudah membatasi jumlah registrasi
untuk satu kartu, maka tentu kita tidak bisa lagi bisa sembarangan memilih
kartu internet yang murah dengan kuota besar. Setidaknya, dengan bermain promo
melalui voucher, pelanggan setia tatap akan setia menggunakan produkmu.
Baca juga: Cara Mengindentifikasi Lapak Online Palsu di Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada dan Lainnya
Kalau dihitung-hitung biaya membuat kartu baru dengan biaya
membuat voucher kayaknya sih kurang lebih saja. Bahkan, bisa lebih mudah dengan
membuat voucher. Saat ini, satu-satunya provider yang menyediakan kartu isi
ulang internet itu hanya Tri (3). Yang lainnya, melakukan penjualan dalam
bentuk elektrik. Betul tak?
Tentu saja, saya sebagai penjual kartu internet berharap
masih dapat keuntungan seperti menjual kartu perdana. Sebab, kalau hanya
berharap dari pengisian pulsa, sangat tidak seberapa. Keuntungan jualan pulsa
itu per transaksi, bukan per nominal. Jika pelanggan nanti isi pulsa nominal Rp
100 ribu, keuntungan saya pun sama dengan nominal yang Rp 10 ribu. Maka dari
itu, saya berharap ada gebrakan dari provider untuk obral promo paket internet
dengan voucher.
Itu setidaknya usulan saya. Setuju atau tidak setuju, gak usah dibawa ke meja
rapat pleno DPR lah..... Kalau setuju, silahkan share tulisan ini. Kalaupun
tidak setuju, share jugalah sembil menuliskan komentar atau ide lainnya di
kolom komentar.
Oke. Selamat berbahagia dengan kebijakan baru pemerintah.
Minggu, 22 Oktober 2017
Tips dan Trik Mengganti Password Modem Bolt 4G
Yang masih setia menggunakan model Bolt 4G tentu sudah paham
cara mereset passwordnya. Namun siapa tahu ada pengguna yang lupa dan atau
memang pengguna baru yang belum tahu. Maka ikutilah langkah-langkah sebagaimana
akan saya jelaskan di bawah ini.
![]() |
Beginilah kira-kira penampakannya nanti. Tapi baca dulu tahapan demi tahapan biar lebih mudah paham |
Sebelumnya, perlu Anda ketahui, Bolt 4G mengeluarkan produk
berupa MI-Fi. Sewaktu awal-awal produk ini dikenalkan, promosinya sangat gencar
sekali dan jaringannya memang joss. Sekarang promosinya kurang dan penggunanya
pun tanpaknya bergkurang. Namun jaringannya (khususnya di Batam) masih joss
juga. Yang tidak kalah penting ialah Modem Bolt 4G ini hanya digunakan modemnya
saja. Artinya, tidak lagi memakai kartu Bolt. Bersyukurlah kita bila
mendapatkan modem Bolt 4G yang tidak terkunci sehingga bisa menggunakan kartu
internet lain. Maklum lah, sekarang ini provider kartu internet berlomba
menyajikan kuota jumbo dengan harga murah (cek saja di Kios F21 Batam).
Oke. Back to the topic. Agar jaringanmu tidak tercecer di
mana-mana, maka perlu menguatkan password model Bolt kalian. Apalagi yang
belinya seken, maka hukumnya wajib mengganti password. Inilah langkah-langkah
menggantinya:
1. Langkah pertama sambungkan Modem Bolt 4G anda ke komputer
atau smarthphone
2. Lalu klik link berikut http://192.168.1.1
(tenang saja, ini bukan link virus)
![]() |
Ini penampakan awalnya dan Anda cukup menuliskan kata sandi atau password "admin" saja |
3. masukkan password default: admin
4. Selanjutnya, pilih setting pada menu yang berada di kanan
atas
5. Kemudian ganti nama hotspot dan password sesuai keinginan
anda
![]() |
Ini gambaran tiga langkah terakhir. Ikuti saja sesuai nomor panduan dan nomor yang tertera di gambar. Beres deh... |
6. Lantas tekan apply
Saran saya, sebaiknya mencobanya menggunakan komputer saja. Jangan
menggunakan gawai atau smartphone karena agak lelet.
Sekian dulu untuk bagian ini. Mudah-mudahan di lain waktu
bisa berbagi lagi.
Silahkan komen saja bila ada hal yang disampaikan.
Rabu, 04 Oktober 2017
Benarkah Agama itu Sebagai Candu?
Ini adalah tulisan lama saya yang sudah pernah diterbikan oleh Ruang Baca (suplemen tabloid buku yang diterbitkan oleh Koran Tempo) sekitar 2003 silam. Saya beruntung karena masih bisa menukan tulisan ini bertebaran di berbagai blog. Sebab itu, tulisan ini saya posting kembali di blog ini sebagai dokumentasi sekaligus, walau saya punya dokumen aslinya. Nah kebetulan, term itu selalu hangat dalam setiap diskusi. Maka, silahkan simak resensi saya atas buku yang berjudul Agama Bukan Candu karya Eko Darmawan ini. Judul asli resensi ini ialah Perspektif Lain Agama Sebagai Candu. Dan berikut tulisan tersebut.
Aforisme Marx yang cukup terkenal prihal agama ialah “agama adalah candu dari masyarakat” (It [Religion] is the opium of the people). Sebenarnya, Marx tidak banyak menulis tentang agama sebagai ideologi, melainkan ia melihat dari perspektif sosio historiografis masyarakat yang menjadikan agama sebagai praktik pembenaran sepihak tanpa implementasi lebih lanjut dalam praktik kehidupan. Kumpulan tulisan Marx dalam buku Marx Tentang Agama (Teraju, 2003) menjelaskan hal demikian itu. Dan aforisme diatas tak lain adalah penggalan kalimat dari sekian kalimat yang membahas hakekat manusia ditengah kapitalisme kehidupan, dimana peran agama selalu menjadi pertanyaan.
Dikarenakan aforime Marx merupakan satu kalimat yang tidak berdiri sendiri, maka tak jarang bila kemudian terjadi interpretasi yang berbeda-beda. Marx bukanlah satu-satunya orang yang diangap anti agama dan anti tuhan (ateis), masih bayak pemikir lain, terutama yang beraliran materialisme, mendapat perlakuan sama. Misalnya Ludwig Feuerbach dan Tan Malaka. Ketiga tokoh inilah yang menjadi kajian dalam buku ini.
Eko P. Damawan mempunyai perspektif lain dari kebanyakan orang dalam memahami pemikiran tiga tokoh ini. Baginya, Kritik sekaligus pemahaman tiga tokoh tersebut terhadap agama adalah upaya membangun spritualitas keagamaan manusia yang terjewantahkan dalam laku kehidupan konkrit. Agama diturunkan agar manusia tumbuh dan berkembang menjadi Manusia-manusia Besar, bukan menjadi manusia- manisia kecil yanghanya puas dengan kesuksesan-kesuksesannya sendiri. Menjadi Manusia Besar artinya menjadi manusia yang bejiwa, dan berpikiran dan berperasaan semesta.(hlm.23)
Relevansi kritik tersebut, seperti yang digambar Darmawan, dapat dilihat dari cara keberangamaan saat ini yang lebih dekat dengan modus yang bereksistensi borjuis–kapitalistik ketimbang dengan modus yang bereksistensi religius secara sosio-hostoris. Ketika kesuksesan dunia dan akhirat diartikan sebagai kesuksesan ekonomis dan sosial di dunia dan kesuksesan mendapatkan surga di akhirat, maka agama tak ubahnya seperti jual beli dalam merebutkan kavling surga. Lantas hubungan antara Tuhan dengan orang beragama tak ubahnya hubungan pedangan dan calon konsumen. Surga kemudian digambarkan secara pasif; sebagai tempat bersenang-senang, tempat dimana segala keinginan manusia dipuaskan.
Ironisnya lagi bila para pembasar atau elit agama, yang kebanyakan sukses secara ekonomi dan sosial, bersikap pasif terhadap kezalamin yang sering tampak dengan pernyataan, misalnya, bahwa Tuhan Maha Adil, Tuhan Maha Tahu, dan Tuhan Maha Bijaksana, dan sebagainya. Kemudian setelah itu membiarkan saja, tanpa upaya realistis. Jika demikian agama hanya menjadi milik kaum elit, dan agama tidak memihak kaum proletar. Pemahaman teosentrisme seperti diatas, menurut Darmawan jelas menunjukkan wajah egosentrisme agama. Agama hanya diartikan sebagai urusan spiritual ukhrawiah, dan urusan duniawi tidak mempunyai sangkut paut dengan agama. Yang demikian inilah yang menjadi kritik pedas, terutama oleh tiga tokoh yang dijadikan kajian dalam buku ini.
Kritik paling pedas yang dilontarkan Feuerbach tentang agama dari hasil penelusuran Darmawan dari buku The Essence of Christianity-nya adalah ajaran teosentrisme agama. Baginya, Agama bukanlah tentang Tuhan yang sewenang-wenang menyuruh manusia untuk patuh pada-Nya, namun tentang pulihnya kesadaran dalam diri manusia tentang perjalanan hidupnya, dari mahluk yang terperangkap dari batas-batas ruang dan waktu menjadi mahluk yang mensemesta. Maka Feuerbach memaknai agama sebagai ajaran antroposentrisme. Jadi, misi agama adalah tentang bagaimana manusia turut mengisi atau membentuk eksistensinya secara konkrit di alam raya ini.
Realitas material yang ada dihadapan manusia bukanlah sesuatu yang harus dikontraskan dengan Tuhan. Kebenaran manusia bukanlah kebenaran yang bersifat abstrak, namun adalah kebenaran yang bersifat material, kebenaran yang bisa dirasakan secara bersama oleh sesama manusia. Secara tak langsung Feuerbach mengatakan bahwa untuk membumikan agama manusia harus menunjukkan dengan prilaku konkrit. Senada dengan itu, kritikan Marx, menurut Darmawan adalah kritik terhadap cara-cara empiris manusia menjalankan keberagamaannya. makna “candu” yang dimaksud Marx bukanlah sebagai surga bayangan, surga yang tidak riil, surga tidak konkrit melainkan sebagai gambaran hakikat mengenai apakah agama itu.
Agama adalah impian dan harapan akan kehidupan surgawi, namun kehidupan surgawi itu bukanlah surgawi didunia ini melainkan di sana. Akan tetapi, bila hidup terus-menerus mencandu, maka secara tak langsung telah melupakan dunia sekitar, dunia dalam bermasyarakat. Marx mengajak manusia untuk mentransformasikan agama menjadi apa yang biasa disebut religiusitas. Agama butuh otoritas eksternal, sementara religiusitas menggali kearifan dalam diri sendiri.
Agama membayangkan alam dan kebahagian surgawi di sana, sementara religiusitas membangun alam dan kebahagian surgawi di sini, di dunia konkrit ini.(hlm.182) Apalagi bila agama hanya diidentikkan dengan keghaiban. Tan Malaka—dengan Madilog-nya—adalah salah seorang yang mengkritik logika mistik. Ia, seperti yang disimpulkan darmawan, berpendapat bahwa inti ajaran agama bukanlah pada kegaiban, yakni pengharapan surga dan neraka. Seharusnya dengan berkembangangnya kemampuan akal budi manusia, beragama tidak lagi didasarkan pada–kenikmatan–surga dan–kesengsaraan–neraka. Kata Tan Malaka; “Jadi teranglah sudah, bahwa lemah tegunya iman itu tiadalah semata-mata bergantung pada ketakutan dan pengharapan sesudah kiamat. Jangan dilupakan, bahwa perkara vital yang menentukan lemah teguhnya iman adalah masyarakat kita sendiri”.
Seperti halnya Marx, menurut penulis, Tan Malaka juga mengkritik penjungkirbalikan agama. Yakni, ajaran keghaiban yang pada awalnya sebagai iming-iming agar manusia mengikuti ajaran Nabi, namun sekarang diletakkan sebagai yang utama, yang inti. Kritisime demikian inilah yang seringkali berakhir dengan pengecapan sebagai anti agama, kafir, murtad dan ateis (anti Tuhan).
Menariknya buku ini adalah penyertaan data (referensi) yang dilakukan penulisnya. Hal ini menunjukkan keseriusan kajian yang dilakukan. Misalnya sistematisasi prihal keberagamaan menurut pandangan umum dan menurut Marx dan Feuerbach. Pertama, mengenai orientasi dan tujuan. Dalam pandangan umum, keberagamaan bertujuan mendapatkan surga dan berlimpahan rizki dari Tuhan, sedang dalam Marx dan Feuerbach bertujuan mengembangkan esensi manusia (akal, budi, kemauan, dan perasaan) sehingga mensemesta dalam kebersamaan. Kedua, mengenai aktivitas utama. Menurut pandangan umum aktivitas utama beragama adalah ibadah, sedangkan menurut Marx dan Feuerbach adalah bekerja sama membangun dunia yang lebih mulia. Dan ketiga, mengenai produk masyarakat yang diciptakan. Menurut pandangan umum ialah masyarakat secara pribadi taat beribadah, namun secara sosio- historis sibuk dengan cita-cita dan gaya hidup yang pasif dan konsumtif mereka (masyarkat borjuis), sedangkan menurut Marx dan Feuerbach ialah masyarakat yang terdiri manusia-manusia besar yang kemauan, pikiran, dan perasaannya berkembang mensemesta, merasa satu dengan semesta.
Abd. Rahman Mawazi, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, alumnus
PP. Badridduja Kraksaan-Probolinggo.
Kamis, 07 September 2017
Fenomena Lowongan CPNS 2017 dan Link Formasinya
Layar monitor berita di kantor tempat saya bekerja
menunjukan angka yang fantastis untuk pembaca berita penerimaan Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) 2017. Berita-berita perihal CPNS ini selalu menempati urutan
lima besar. Tentu saja itu berdampak pada tingginya trafik pengunjung laman web
Tribun Batam di banding hari-hari biasanya.
![]() |
Contoh Tampilan Laman Web Penerimaan CPNS 2017 |
Informasi lowongoan CPNS kali ini merupakan tahap kedua
setelah sebelumnya pemerintah melalui Kementrian Pemberdayaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN RB) telah melakukan pembukaan lowongan.
Namun, jumlah formasi yang dibutuhkan tidak banyak karena hanya beberapa lembaga
negara saja. Terbanyak ialah dari kementerian Hukum dan HAM yang memiliki
direktrot banyak di bawahnya.
Pada pengumuman lowongan formasi CPNS tahap kedua ini,
jumlahnya lebih banyak, baik dari jumlah kementerian, lembaga, dan institusi
pemerintahan lainnya, maupun jumlah formasi yang akan dibuka. Maka, wajar saja
apabila warga menanggapi informasi itu dengan cepat karena ingin tahu lebih
lanjut perihal formasi-formasi yang di butuhkan. Namun, dari sekian banyak itu,
hanya satu saja kuota pemerintah daerah, yakni untuk pemerintah provinsi
Kalimantan Utaran (Kaltara), provinsi termuda di Indonesia.
Dari sejumlah pembaca atau pencari informasi perihal
lowongan di CPNS ini justru yang terbanyak datang dari pegawai honorer itu
sendiri. Kesimpulan perihal ini saya ambil dari beberapa pengalaman sebelumnya,
bahwa tidak sedikit honorer yang justru paling antusias ingin segera mendapatkan status sebagai Aparatur
Sipul Negara (ASN) ataupun Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kemudian urutan pembaca
kedua, lagi-lagi ini juga hanya asumsi dari pengamatan sebelumnya, adalah
kalangan mahasiswa yang baru lulus. Sangat wajar saja bila para sarjana muda
ingin menjadi PNS karena sebagian besar pekerjaan itu memang diimpikan oleh
warga Indonesia.
Ya, menjadi PNS itu bisa jadi sebuah cita-cita. Mengapa?
Alasan ini yang agak sulit untuk dituangkan dalam tulis dan juga sulit untuk
dijelaskan secara lisan karena biasanya memiliki tendensi subyektifitas yang
tinggi. Okelah. Saya akan tetap
menyebutkan beberapa alasan itu sebagai opini pribadi saya.
1. Generasi millenial tua (1980-an) masih dibayang-bayangi
oleh pengalaman masa lalu perihal kehidupan seorang pegawai negeri yang terlihat
begitu sejahtera. Setidaknya, hal itu bisa diambil contoh dari beberapa pegawai
negeri yang ada di lingkungannya. Hingga saat ini, pegawai negeri itu selalu
terlihat lebih sejahtera secara ekonomi. Bahkan, untuk urusan di perbankan
(lebih tepatnya soal kredit barang lah), mereka akan mendapatkan kemudahan.
Alasan lainnya, pensiunan dari pegawai negeri ini pun terlihat nyaman dan
sejahtera di hari tuanya. Kondisi ini tentu merangsang generasi millenial tua
ini untuk mencoba peraduan nasib dengan mendaftar PNS. Apalagi, dorongan dari orang tuanya pun kerap
untuk menganjurkan mencoba mendaftar. Artinya, ada sebuah gengsi ketika menjadi
seorang pegawai. hehehehe
2. Kondisi ekonomi yang sedang merosot saat ini juga menjadi
faktor lain. Saat ini banyak lulusan sarjana yang justru bekerja tidak memiliki
kesempatan yang lebih leluasa. Kalau pun ada, gaji seorang sarjana di
perusahaan swasta bisa dibilang sama dengan pekerja lain yang lulusan Sekolah
Menengah Atas (SMA) sederajat. Alasan ini yang kerap digunakan oleh pemerhati
ataupun motivator dengan mengatakan, “kemampuan adalah tolok ukur dalam
bekerja, bukan ijazah.”
Saya bahkan memiliki seorang teman yang lulusan magister
(S2) bekerja sebagai cleaning service (CS) karena gaji seorang lebih besar
daripada gaji pada pekerjaan yang dilamarnya menggunakan ijazah S2 itu. Menurut
kawan saya itu, alasan dia memilih menjadi CS itu karena menurut dia, “bekerja
untuk mencari penghasilan, bukan mencari pekerjaan.” Wow... kalimat itu
meluluhkan saya. Kalau hanya pekerjaan, kata dia, ada banyak tetapi penghasilannya
belum tentu ada atau sesuai harapannya. Sedangkan sebagai CS ia mendapatkan
upah sesuai UMK.
3. Aji mumpung mungkin menjadi alasan terakhir ketika
memilih untuk melamar menjadi CPNS. Mengapa? Nah, ini dia yang agak menarik. Nasib
orang memang tidak dapat ditebak. Sudah beberapa tahun pemerintah tidak membuka
lowongan untuk CPNS ini atau moratorium dengan alasan akan mengkaji kebutuhan
riil supaya tidak membenani anggaran negara. Wajar sajalah apabila selama
bertahun-tahun ini banyak tidak lagi mengharapkan untuk menjadi PNS. Namun,
ketika kran itu dibuka, mereka mencoba untuk mengadukan nasibnya. Inilah aji
mumpung. Siapa tahu diterima. Kalaupun tidak diterima, setidaknya sudah pernah
ataupun memiliki pengalaman bekerja di sektor swasta.
Setidaknya itu sajalah catatan fenomena lowongan CPNS 2017
yang begitu mendapat sambutan hangat dari masyarakat Indonesia. Semoga saja
yang mendaftar bisa diterima, wabilkhusus bagi mereka yang ngebet bercita-cita
menjadi seorang pegawai negeri. Dan berikut adalah link untuk formasi CPNS yang dibuka oleh pemerintah. Silahkan saja klik link di sini.
Sabtu, 19 Agustus 2017
Cara Mengindentifikasi Lapak Online Palsu di Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada dan Lainnya
Pernahkah Anda tertipu dari transaksi jual beli online? Jika
pernah. Silahkan berbagi informasi di kolom komentar. Jika Anda belum tertipu,
silahkan simak tulisan ini agar jangan tertipu. Belajar dari pengalaman diri
sendiri dan orang lain untuk lebih baik. Ah... Serupa itulah kiranya kalimat
bijaksana yang sering kita dengar.
Pada artikel kali ini, saya ingin berbagi cerita perihal
lapak-lapak yang “diduga penipu” di marketplace ternama di Indonesia; Tokopedia,
Shopee, Lazada, Bukalapak dan lainnya. Situs yang saya sebutkan itu memang bersaing
untuk menjadi tempat belanja online masyarakat Indonesia serta berupaya
menjemput pelapak sebanyak mungkin. Kebetulan saya dan beberapa teman termasuk
sering berselancar mencari barang melalui marketplace itu. Beberapa hari lalu,
saya sedang mencari beberapa produk elektronik melalui marketplace juga. Namun,
saya mendapati kejanggalan pada beberapa toko. Hal ini sudah sering saya jumpai
setiap kali melakukan perburuan barang di marketplace. Itulah mengapa saya
ingin berbagi kisah dan kiat terhindar dari pelapak palsu itu.
Sering kita dengar, marketplace tersebut merupakan tempat
transaksi online yang aman. Tidak sedikit pula pembeli memilih menjadikannya
sebagai tempat transaksi walaupun belanjanya dengan cara komunikasi langsung. Ops....
mungkin kamu bertanya, apa iya bisa ada penipuan di situ? Bukankah marketplace
seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak dan lainnya lebih aman? Oh...
tunggu dulu. Yang namanya penipuan itu bisa terjadi di mana saja. Para
penipupun berakal panjang untuk menjerat korbannya.
Kita percaya bahwa aturan yang diterapkan di marketplace,
seperti yang telah saya sebutkan itu, sangat ketat dan aman. Seorang teman
pernah bertransaksi melalui salah satunya. Ketika itu, ia membeli beberapa item
barang. Namun, setalah barang diterima, ada beberapa item yang tidak ada. Setelah
dikonfirmasi ke admin marketplace, memang diketahui bahwa penjual tidak
menyertakan barang itu. Akhirnya uang dia dikembalikan senilai barang yang
tidak terkirim dan ia pun mendapatkan voucher belanja senilainya, sebagai
kompensasi. Itulah gambaran betapa ketatnya aturan di marketplace itu. Ada juga
teman saya yang, untuk bayar tagihan listrik saja, menggunakannya karena bebas
biaya administrasilah, lebih gampanglah, kejar poinlah, dan macam-macam
alasannya.
Seketat-ketatnya aturan, tetap ada celah bagi para penipu. Dan
para penipu ini adalah “orang pintar”, bahkan termasuk “orang nekat”. Para penipu
yang mahir didunia cyber, mungkin bisa mengalihkan IP Address. Penipu yang
mahir dalam komunikasi, mungkin akan menuliskan kata dan kalimat yang memikat. Nah,
kitalah yang harus bijak menentukan.
Untuk mengindentifasi lapak-lapak penipu di marketplace terbilang
gampang-gampang susah. Di bilang gampang, karena mungkin kita telah mengetahui
karakteristik lapak atau toko, maupun produk-produk yang dipajang di
etalasenya. Di bilang susah, karena harga yang diberikan betul-betul
menggiurkan. Bagi orang yang “kebelet” ingin punya produk premium dengan harga
murah, maka akan gampang terpedaya oleh model yang begini. Ciri-ciri toko atau
lapak penipu ini biasa meliputi beberapa hal.
Jika sedang berselancar di salah satu marketpalce melalui
kolom pencarian, kita akan digiring pada produk yang paling dekat dengan kata
kunci. Misalnya, kita memasukkan S7 Edge. Maka produk yang terkait akan keluar.
Nah, di sanalah kita akan mendapati perbedaan harga dari setiap penawaran toko.
Harga murah dan termurah dari yang tampil, biasanya akan menjadi pilihan
pertama untuk kita klik. Nah... Penipu biasanya memanfaatkan kondisi ini untuk
memikat calon korbannya.
Lapak atau toko di marketplace akan selalu mencantumkan
spesifikasi produk sebaik mungkin. Kateranga itu pun dibuat detail namun tidak
panjang. Informasi yang cukup, biasanya akan menarik minat pembeli. Namun di
lapak gadungan, biasanya informasi itu dimulai dengan klaim. Klaim terhadap
pelayanan terbaik dan harga termurah. Di sepanjang keterangannya itu, nanti
akan ada model atau tipe produk-produk lain yang juga disebutkan bersamaan
dengan daftar panjang.
Mengapa dibuat keterangan begitu? Karena biasanya, kita
cendrung abai dengan bahasa keterangan yang atas sehingga akan memperhatikan
daftar harga produk lain yang dibuat. Padahal, kalau dicermati, dari pengalaman
saya, tidak sedikit keterangan itu yang dikopi paste dari keterangan orang
lain. Bahkan, ada yang diterjemahkan melalui perangkat.
Sedangkan pada keterangan yang pendek, biasanya akan
dipasang keterangan barang seadanya. Lalu ia akan mengarahkan untuk
berkomunikasi langsung via chat ataupun aplikasi sosial media, entah itu
whatsapp, BBM, Messenger, BeTalk, WeChat, dan lainnya. Intiny, pelapak gadungan itu akan mengarahkan
ke sana.
Periksalah penilaian ataupun komentar di bagian kolom-kolom
yang telah tersedia pada setiap produk. Setelah dua indikasi terpenuhi, dan jika
tidak ada penilaian, sudah sepatutnya untuk curiga. Jika tidak ada komentar
atau ada komentar yang jawabannya agak kurang memuaskan, patut juga dicurigai. Biasanya,
ketika chat di kolom yang tersedia, pelapak akan mengarahkan untuk menghubunginya
melalui chat di luar yang disediakan oleh marketplace itu.
Aduh... saya bawa-bawa pula kata “bayi”. Maafkanlah saya. Itu
hanya perumpamaan saja. Saya ingin mengatakan, bahwa toko atau lapak gadungan
yang bertebaran di marketplace itu kebanyakan umurnya baru berbilang minggu. Jarang
sekali saya menemukan yang berumur sampai dua bulan. Saya menduga ada beberapa
sebab. Pertama, toko-toko yang diindikasi penipu dihapus oleh admin marketplace
setelah ada laporan dari calon pembeli. Kedua, mungkin sengaja dihapus oleh si
pembuka lapak itu sendiri ketika sudah berhasil mendapatkan korban. Bayangkan saja,
kalau dari toko yang dia bina itu dapat transaksi senilai Rp 2 juta, kan
lumayan.
Setelah kita lihat profil dari toko atau lapak itu, maka
akan terlihat juga daftar produk dan item jualannya. Yang saya temukan,
toko-toko yang diduga penipu ini biasanya telah memiliki puluhan bahkan ratusan
produk dalam toko online itu. Sepintas, hal itu akan memberikan kesan bahwa
toko ini memiliki banyak barang, toko itu toko yang “profesional”, toko itu sudah
berpengalaman, dan lainnya. Namun anehnya, produk yang terlihat di kolom gambar
itu cendrung sama. Paling ada sekitar lima atau tidak sampai 10 item. Baik foto,
judul, dan keterangannya pun sama. Itulah trik mereka untuk mengelabui.
Setidaknya itulah ciri-ciri untuk mengidentifikasi toko atau
lapak penipu yang tersebar di marketplace. Dari ribuan hingga puluhan ribu pelapak
online di marketplace, mungkin tidak banyak penipunya. Namun, jangan sampai
kita pula yang menjadi korbannya. Mudah-mudah kita semua semakin cermat dalam
berbelanja online di era digital ini. Semoga saja tulisan singkat ini
bermanfaat.
Catatan: Tolong jangan diviralkan. Nanti para pelapak penipu
tersinggung. hehehehehe
Tunggu tulisan lanjutan perihal kiat berbelanja online, termasuk
memilih lapak-lapak terpercaya.
Jumat, 11 Agustus 2017
Aku di antara Bawean dan Batam
![]() |
Aku saat berusia sembilan tahun ketika di kampung |
Saya tersentak ketika seorang teman mengaku sudah jenuh
dengan aktivitasnya di kota berkategori metropolis ataupun metropolitan. Ia mengaku
ingin hidup di kota kecil di kampung, yang bukan termasuk metropolitan.
Alasannya, selama berada di kota metropolis itu, ia merasakan kekurangan dalam
hal spiritualitas. Sebab, selama ini ia hidup di lingkungan perkampungan yang
kental dengan tradisi bersarung, berkegiatan sosial dan kekeluargaan, serta
bercengkrama santai di sudut-sudut kampung.
Saya pun tersentak mendengarnya. Kota metropolis seperti
Batam dan Jakarta, kata dia, memang talah membuatnya hanya disibukkan dengan pekerjaan
dan pencarian materi. Memang, ada waktu untuk berkumpul bersosialisasi dengan
tetangga ataupun masyarakat dan ada
waktu untuk beribadah. Namun, itu semua masih dirasa kurang dalam hal
spiritualitas dan pengabdian sosial. Di kota, kata dia lagi, pengabdian sosial
pun masih dalam perhitungan materi. “Ujung-ujungnya, kita sibuk dengan materi,”
kata dia menegaskan. “Aku ingin balik kampung saja,” kata dia lagi.
Pernyataan itu sempat mengganggu pikiranku. Sekilas
terbanyang perihal kehidupan masyarakat di kampung halaman orang tua, di Pulau
Bawean, dengan rutinitas masyarakat kebanyakan sebagai petani, nelayan, buruh,
dan sebagian karyawan atau pegawai. Terbayang pula dengan kehidupan yang lepas
dari hingar bingar kendaraan dan kemacetan pada saat jam sibuk. Ah... sudahlah.
Itu hanya sebuah banyangan karena sayapun hanya numpang lahir saja di sana.
Yang sedikit mengusik pikiran saya. Apa yang diutarakan oleh
teman itu, bersamaan pula dengan fenomena pulang kampung di Batam. Yang ini
alasannya berbeda. Bukan karena alasan spiritualitas dan pengabdian sosial,
tetapi karena kelesuan ekonomi. Mereka
menilai Batam tidak lagi seperti dulu: cari kerja susah dan kebutuhan masih
tetap tinggi. Nah, kalau ini alasannya ialah alasan materialis.
Di Batam ini, dulunya, penduduknya terbilang nyaman. Keluar masuk
atau berpindah-pindah tempat kerja gampang saja karena tingkat kebutuhan tenaga
kerja begitu tinggi. Bosan menjadi operator di sebuah perusahaan elektronik,
bisa berhenti dan menjadi pramuniaga di toko-toko dalam mal. Bahkan, ketika
bosan bekerja pada orang atau perusahaan lain, bisa menjadi tukang ojek, yang
penghasilannya pun lumayan. Itu dulu, sekitar 1990-an hingga 2000-an awal. Kala itu, orang berbondong datang ke Batam
untuk mengadukan nasib bidang perekonomiannya. Sebab itu, mungkin bisa disebutkan kini 80
persen penduduk di Batam saat ini adalah pendatang dari berbagai penjuru
daerah. Saya punya kawan dari suku Batak, Jawa, Padang, dan ada juga yang campuran.
![]() |
zaman dulu belum musim selfie |
Anak perantau
Merantau ke kota, apalagi kota dengan kategori metropolitan,
sering kali menjadi impian banyak orang dengan harapan bisa menambah
pundi-pundi kekayaan. Sukses di perantauan
memang kerap diukur dengan seberapa nilai kekayaan yang dimiliki ataupun
sebarapa banyak mampu mengirim ke kampung halaman. Daya pikat kota dengan
angan-angan atau impian bisa “memperbaiki nasib” itu telah berhasil menciptakan
urbanisasi besar-besarn era modern ini. Perihal filosofi dari tradisi perantauan
ini memang berbeda. Silahkan saja baca buku-buku sejarah perantauan atau
diaspora suku bangsa di Indonesia dan buku antropologi.
Proses kehidupan di metropolitan telah melahirkan persilangan:
silang budaya, silang ketuturan, dan lainnya. Nah, ketika memasuki generasi
pertama, maka lahirlah identitas kebudayaan dan ketuturan yang baru.
Gampangnya, misalnya, orang tua saya kelahiran Jawa Timur, saya kelahiran
Batam. Kemudian ketika ditanya, “kamu orang mana?” saat menjawab Batam. Kecendrungan
akan ditanyakan lagi, “asli Batam?” disitulah kegalauan akan muncul. Orang tua
yang Jawa masih mewariskan kejawaannya dalam keluarga. Tetapi kelahiran telah
memperjelas identitas awalnya. Sama saja bingungnya, ketika si peranakan rantau
ditanyaka, “kampungnya di mana?” Nak jawab apa, coba? (Sekarang, bagaimana
perasaan kalian bila itu terjadi? Silahkan tuliskan di kolom komentar saja
ya..?)
Atau bisa saja, lahirnya di kampung halaman, tetapi justru
tidak pernah hidup lama di kampungnya. Teman pun tak punya di sana. Nah,
bagaimana mengidentifikasi diri? Entahlah.... biasanya hal seperti itu
diselesaikan secara “adat” alias disesuaikan konteks saja. (kalau pembaca punya
pendapat, silahkan tuliskan di kolom komentar saja)
Kembali pada cerita teman yang ingin balik ke kampung
halamannya. Kehidupan kota yang membuatnya terlalu sibuk dengan pertimbangan materi
itu, memang sudah banyak dibahas oleh teoritikus. Dan gejala kehausan
spiritualisme sudah banyak terjadi di kota-kota metropolitas seluruh dunia. Bahkan,
masyarakat negara maju pun sudah berupaya memilih kembali ke kehidupan natural,
kembali pada pengisian spirititualisme dalam diri. Tidak sedikit pula yang
memilih liburan ke daerah pelosok sekadar me-refreshing diri. Jika temanku itu
memilih untuk pulang kampung, maka kuucapkan untuk selamat beradaptasi kembali
di kampungmu. Terima kasih.
Senin, 07 Agustus 2017
Sepandangan murid SD O24 Sei Panas dari Bilik Kios (Reuni SD-habis)
![]() |
Beberapa hari ini kuperhatikan anak-anak sekolah dasar (SD)
pulang lewat depan di depan Kios F21 Mobile. Pada hari tertentu, kulihat
seragam mereka berbeda-beda. Itu artinya, mereka tidak satu sekolah. Ada kemungkinan
mereka tinggal berdekatan, tetapi sekolah di SD yang berbeda. Setiap siang,
selalu saja terlihat silih berganti rombongan anak SD itu lewat. Padahal di
pagi hari, jarang saya lihat mereka berangkat bersama.
Dulu, yang kualami seperti itu juga ketika masih duduk di
bangku SD 024 Seipanas. Berangkat seorang diri, tetapi pulangnya bersama-sama
dengan teman yang lain. Tampaknya, di antara mereka itu ada juga yang merupakan
siswa dari SD 024. Setidaknya itu yang kutengarai dari warna seragam olah
raganya, putih dan kemerahan. Sedangkan baju batiknya, warna jingga.
Perjalanan itu masih serupa. Dulu, kios tak bernama dan
berjualan camilan saja. Tidak sedikit juga teman-teman yang masih memiliki sisa
uang jajan berbelanja di kois ini. Kini, kios itu kuberi nama Kios F21 Mobile
sebagai tempat jualan paket internet murah. Dan dari balik kios itu pulalah terbayang
olehku masa-masa SD dulu. Yang tak kalah penting lagi yakni seorang guru kami,
wali kelas ketika di kelas enam.
Saya yakin, setiap orang memiliki memori tersendiri dengan
masa kanak-kanaknya. Mungkin kita sudah sukses menjadi seorang penulis,
pengusaha, pejabat, karyawan di perusahaan top ataupun profesi lainnya. Tepi memori masa lalu itu akan tetap
terkenang pada momentum tertentu.
Pesan Ketika Dewasa
Ketika reuni itu digelar, guru kami itu memang sungguh
membangkitkan memori masa lalu. Setidaknya itu untukku. Entahlah bagi
teman-teman yang lain. Sebagian dari pada itu telah kutiliskan pada tulisan
pertama reuni dengan judul ......... Silahkan baca lagi yaa
Kali ini saya tidak hendak bernostalgia terlalu dengan masa
di masa SD itu. Di bagian akhir tulisan ini, saya hendak menuliskan beberapa
pesan dari guru kami. Itu adalah petuah yang, menurut saya, wajib “diabadikan”
dengan tulisan. Niatan ini dilandasi dari petuah yang berbunyi, “ikatlah ilmu
dengan tulisan.”
Ibu Henny memberikan tiga poin petuah. (Siapa di antara
teman-teman yang masih ingat dengan petuah beliau itu?) Setidaknya itu yang
masih terekam dalam memoriku hingga tulisan ini dibuat.
Pertama, berbakati pada orang tua. Kami sudah menjadi orang
tua. Tetapi Bu Henny tetap berbepesan agar kami tetap berbakti pada orang tau.
Ia berpesan demikian justru karena kami telah menjadi orang tua. Menurut
beliau, orang tua itu sangat membutuhkan kasih perhatian dari anak-anaknya. Justru
kami yang sudah menjadi orang tua, bisa merasakan bagaimana mengasuh anak-anak;
saat rewel, saat meminta sesuatu, saat tidak mempedulikan nasihat dan teguran
kita, serta lain sebagainya. Begitulah yang dirasakan oleh orang tua ketika
sudah renta. Dan saat itulah berbakti kepadanya menjadi nilai lebih menyejukan
hati orangtua.
Kedua, jangan tinggalkan salat. Bagi Bu Henny, perintah
salat dalam agama itu penting. Ia tidak peduli dengan aliran atau mazhab apa
yang dianut. Namun, salat merupakan tiang agama yang harus terus ditegakan. Kita,
kata beliau, tidak bisa hanya mengejar materi sebab tidak bisa dibawa mati.
Pada saat reuni digelar, Bu Henny sendiri sedang melaksanakan puasa sunnah di
bulan Syawal.
Dan yang ketiga, pererat silaturahmi. Bu Henny memuji kami
yang masih menyempatkan diri untuk bisa bersilaturahmi. Bahkan, beliau mengaku
selalu berupaya hadir dalam setiap undangan silaturahmi yang digelar
murid-muridnya, dari semua angkatan, dari berbagai sekolah tempat ia pernah
mengajar. Karena dalam silaturahmi, kata beliau, akan mengenal mempererat
hubungan satu sama lainnya. Bisa saling membantu, saling meringankan, saling
berbagi informasi, dan sebagainya.
Itulah petuah penting Bu Henny yang masih terekam dalam
memoriku. Pesan yang disampaikan kepada kami ketika kami telah dewasa secara
umur. Sedangkan petuah dan pesannya ketika kami masih dibangku SD, telah
tertindih memori baru. Itulah keterbatasan sebagai manusia. Namun bisa jadi,
satu di antara petuahnyalah yang telah memberikan motivasi lebih pada kita
hingga hari ini. Mungkin tanpa kita sadari.
Sebagai catatan tambaha, beliau juga berpesan agar mendidik
anak dengan baik. Sebab, zaman sekarang ini tantangannnya lebih beragam,
khususnya di era digital. Lingkungan, kata beliau, sangat mempengaruhi
pertumbuhan anak. Dan tidak sedikit anak-anak menjadi korban kekerasakan
ataupun tidak kriminal. Tidak sedikit pula anak-anak yang terlibat menjadi
pelakunya.
Inilah catatan dari bilik kiosku, kios tempat menuliskan
naskah ini. Kios ini pula menjadi tempat aktifitas harian dalam menjalan
beberapa usaha yang kulakukan selain bekerja sebagai jurnalis.
Minggu, 23 Juli 2017
Tips Internet Lancar di Semua Operator dan HP Apapun
![]() |
inilah tempat jual kartu internet murah di Batam |
Ponsel sudah smartphone tetapi kadang akses internetnya
lelet minta ampun. Di era digital, akses lambat itu adalah suatu kemunduran. Mungkin
sama halnya dengan orang yang menolak digitalisasi karena ketakutannya akan
suatu perubahan.
Nah, saya yakin semua pemilik smartphone pernah mengalami
akses lelet. Dahulu, ketika GPRS ditemukan, produk ponsel pun bermetamorfosa. Dari
hanya sekadar bertelepon dan pesan singkat, menjadi pesan gambar dan berwarna. Ketika
teknologi 3G ditemukan, smartphone pun datang lebih canggih lagi; dibekali
dengan video call. Dan sekarang, saat jaringan sudah 4G (konon di belahan dunia
lainnya sudah ada yang 5G) smartphone betul-betul telah menjadi pilihan utama
untuk berbagai akses.
Karena banyaknya ketergantungan pada smartphone, tidak
sedikit sangat keranjingan dengannya. Sehingga, kendala sedikit pada smartphone
itu, akan membuat dia seperti kehilangan sesuatu yang berharga. Mungkin kamu
pernah dengar istilah yang pas untuk orang yang sudah “kecanduan” dengan
ponsel, namun ketika sinyal tidak stabil atau bahkan hilang, ia membuang atau membanting
ponsel. Saye lupa istilahnya. (Tolong bantu tulis di kolom komentar bagi yang
tahu).
Begini, masih banyak yang tidak tahu bahwa ada beberapa
syarat untuk bisa mengakses internet cepat dan stabil pada smartphone. Setelah
saya himpun, menurut saya memang tiga hal ini patut untuk diperhatikan. Mengapa
saya ingin berbagi tentang ketiga hal ini? Karena beberapa konsumen di Kios F21Batam—yang jalan kuota termurah—ada yang tidak paham perihal pentingnya tiga
hal ini, sebab ia harus utuh. Tidak bisa hanya tersedia satu bagian saja.
1. Jaringan. Pastikan jaringan di lokasi benar-benar sudah
stabil untuk layanan data. Khususnya 4G. Karena belum semua area di Batam sudah
terjangkau jaringan 4G. Okelah. Jika ada operator mengklaim jaringan 4G-nya
tersebar luas di Batam, hal itu harus Anda buktikan sendiri. Tidak sedikit titik
blankspot yang ada di Batam. Jaringan 4G itu yang paling kuat di Nagoya dan
Jodoh karena pusat bisnis atau di Batam Centre karena pusat pemerintahan.
2. Ponsel yang kita pakai. Ponsel kadang lambat banget
karena aplikasi yang padat sehingga kinerjanya lelet. Jangan lah terlalu banyak
menginstal aplikasi di HP mu. Keduanya, jikalau ponselmu masih 3G, jangan pula
dipaksa untuk 4G. Hingga kini, belum ada yang bisa mengupgrade smartphone yang
dari pabriknya dibuat 3G menjadi berjaringan 4G. Kalau pun ada, biasanya itu
hanya duplikasi saja. Artinya, sinyalnya tidak riil diterima ponsel.
3. Pilihan paket. Ada beberapa operator yang membatasi
kecepatan akses karena paket yang kita beli. Saat ini, yang paling untung
adalah pemilik HP berteknologi 4G. Banyak operator memberikan bonus kuota besar
untuk mengganti kartunya dari simCARD ke uSIM. uSIM adalah kartu yang
diciptakan mampu untuk menangkap sinyal 4G. Jika Anda masih menggunakan kartu dengan
ukuran normal, berarti kemungkinan itu kartu itu tidak bisa digunakan untuk 4G.
Soal paketnya, ada banyak pilihan dari operator.
Ketika ketiganya telah menjadi satu atau tersedia di tempat
Anda mengakes internet dari HP, maka akan lancar jaya. Maka dari itu, perlu kiranya kita
memahami tiga hal itu untuk menjadi acuan.
Minggu, 16 Juli 2017
Sebuah Kisah dari Strategi Marketing Jengkol Dabo
![]() |
Ternyata jenis jengkolnya yang bulat dan montok |
Ini sih kata kuncinya jengkol. Sering pula dipelesetkan dengan sebutan jengki. Ini adalah buah fenomenal. Memiliki aroma yang khas dan banyak peminatnya. Jenis masakan olahannya pun cukup beragam. Olahan jengkol ini paling mudah ditemukan di rumah makan Padang. Namun, apakah hanya orang Padang saja peminatnya? Tentu tidak. Kata seorang kawan, orang Batak juga banyak yang doyan jengkol. Hingga akhinya aku berkesimpulan, jengkol bisa diterima bagi penyukanya.
Jengkol. Inilah buah yang menjadi pioner dari sebuah peluang
usaha yang telah kudambakan sejak masih tugas di pulau yang bernama Singkep, Kabupaten
Lingga. Jumat (14/7) lalu, dua karung atau satu kuintal lebih jengkol kuterima
dari Dabo Singkep. Alhamdulillah.... dengan senang kulihat dua karung itu turun
dari truk yang membawanya. Tapi juga plus bingung karena belum jelas pasarnya. Ya,
yang namanya usaha itu harus dengan memperhitangkan untung rugi dong.
Begitu sampai dan dipromisikan melalui media sosial,
langsung ada yang merespon dan memesan. Pembeli pertama adalah kawan ini. “Sip...
pecah telor sudah,” kata ku begitu selesai menimbang empat kilogram untuk dia. Dan
penjualan seterusnya cukup lancar hingga hari kedua barang sudah ludes. Tentu
ini juga berkat dukungan dari teman-temandekat juga.
Bagaimana strateginya? Ini sih gampang-gampang susah
menuliskannya. Dalam berdagang, kita tak bisa diam ataupun pasif. Harus aktif. Di
pasar, sekalipun banyak pedagang dengan barang jualan yang sama, terkadang mereka
juga memanggil calon kunsumen. Lalu menyakinkan agar sudi berbelanja. Artinya,
tetap butuh pemasaran.
Di dua onlie saat ini, ada banyak hal bisa dilakukan dalam
strategi marekting. Banyak sekali tips yang beradar di dunia maya. Tentu sebagai
kiat-kiat untuk meningkatkan penjualan. Jualan apa saja memang bisa dilakukan
di sana. Seperti jualan bunga, jasa karikatur, ataupun jualan kartu internet. Satu di antarnya
kiat yang sering disebutkan oleh para motivator itu ialah memanfaatkan orang
terdekat; bisa kakak atau adik, teman, sejawat, mitra kerja, dan lain
sebagainya.
Pola itu pula yang kupakai dalam tahap awal menjual jengkol
ini. Mula-mula, woro-woro perihal jengkol itu kusampaikan kepada teman-teman SD
yang tergabung dalam grup Messenger, lalu teman-teman kerja di grup Whatsapp. Dan
ketika barang datang, lantas kufoto dan kuunggak forum jual beli yang tersebar
di Facebook. Dan, kedatangan pertama jengkol Dabo Singkep ini disambut baik. Bahkan, sudah ada pedagang pasar di Bengkong yang bersedia menampung. Kalau rezeki memang tak ke mana.
![]() |
Hasil dari jualan jengkol Dabo Singkep |
Wujud Sebuah Impian
Sudah lama memang saya ingin mengoneksikan antara Dabo dan
Batam melalui usaha perdagangan. Dulu, dan dulu sekali, sejak kapal roro
melayani pelayaran Dabo-Batam, saya sudah mendambakan bisa melakukan
perdagangan itu. Saya terterik untuk buah-buahan dan sayuran yang sekiranya
bisa tahan dalam dua taupun tiga hari.
Peluang itu saya tangkap ketika melihat potensi di Dabo yang
masih sangat mungkin untuk dijadikan sentra buah-buahan, palawija dan sayur
mayur. Walaupun tanah Singkep tidak seperti tanah di Jawa, tetapi menurut
seorang teman yang juga petani, tanah di Singkep masih bisa olah. Atau, kata
dia, tanamannya bisa disesuaikan dengan kondisi tanah.
Dulu, saya pernah mencoba untuk menanam tomat jenis yang
kecil. Ternyata tumbuh subur dan hasilnya melebihi dari modal yang dikeluarkan.
Itulah peluang yang bisa tampak dan kemudian saya impikan. Komunikasi dengan
teman di sana terus berjalan. Cita-cita itu pun tidak pernah padam. Hingga
akhirnya bisa terwujud untuk pertama kalinya melalui jengkol ini. Dan sebentar
lagi, akan dicoba juga untuk hasil pertanian lainnya. Tetap semangat. Tetap baca peluang. Saya yakin, pintu rezeki itu selalu terbuka bagi orang yang berikhtiar.
Sabtu, 08 Juli 2017
Kami, yang Dulunya Sekolah di SD 024 Sei Panas (Reuni SD-1)
Dahulu, kami anak-anak ketika masih duduk di bangku Sekolah
Dasar (SD) saat bertemu beliau. Kini, kami telah membawa anak bersua kembali
dengan beliau. Dialah satu di antara guru kami ketika masih berseragam putih
merah di SD 024 Sei Panas (kini namanya berubah). Dia satu di antara guru kami
yang memiliki waktu hadir dalam acara silaturahmi teman-teman SD ku di Batam.
Namanya Heni (maaf lupa nama lengkapnya).
![]() |
entah foto milik siapa ini. ku ambil saja dari grup kita di FB. Ini dia wajah emak-emaknya |
Sore itu, silaturahmi digelar di rumah Haryanto, di Bengkong Harapan II. Ia yang berinisiatif dan memprakarsai terwujudnya kegiatan ini. Ia pula yang mengeluarkan biaya untuk konsumsi. Dia dan teman kami, Widiyanto (biasa disapa Widie), yang mendatangi satu per satu di antara kami untuk mewujudkan pertemuan itu. Tentu, saya harus berterima kasih padanya yang telah begitu berjasa mempertemukan kami kembali. Kami sudah biasa bertemu di dunia maya, tapi jarang bertemu secara fisik, di dunia nyata. Itulah yang membuatnya menjadi berkesan.
Momen itu sungguh momen yang mengesankan dan membahagikan.
Mungkin sebagian teman-teman masih sering bersua dalam suatu kegiatan. Tetapi
bagi saya, ini momentum yang penting, karena saya termasuk orang yang jarang
sekali bertemu dengan teman-teman SD dalam satu momentum. Sependek ingatanku,
dulu kami pernah reuni di rumah almarhum Sigit (anak pemilik Sate Asih di simpang Bengkong Harapan yang terkenal itu),
sekitar 1999-an. Setelah itu, saya pernah ikut juga bersilaturahmi ke rumah Bu
Heni di Bengkong Indah I. (Entah tahun
berapa, sepertinya itu setelah saya lulus kuliah atau berkisar antara 2008-2009).
Kami adalah murid-murid SD 024 Sei Panas yang lulus 1996.
Saya lupa, berapa jumlah teman-teman seangkatan kala itu. Seingat saya, ketika
kelas empat, kami terbagi dalam dua lokal. Begitu naik ke kelas lima, ada
pengurangan jumlah murid karena satu sekolah lagi telah berdiri, yakni 034 Sei
Panas, sehingga sebagian murid dipindahkan ke sana. Akhirnya, kami disatukan
ketika di kelas enam. Saya tidak ingat pasti, sepertinya jumlah kami lebih dari
40 orang. Karena, saya pernah duduk dengan berbagi meja bersama dua teman
lainnya. Ya, dua deretan awal diisi tiga orang. Itulah nostalgia dalam kelas.
Dan guru kami ini, adalah guru di kelas enam.
![]() |
formasi setengah lengkap dan sedikit formal. Maaf ya, saya terpaksa pergi duluan karena harus segera kerja |
Di antara teman-teman yang hadir itu, ada di antaranya yang
sejak lulus tidak pernah saya jumpai, khususnya teman yang perempuan. Ada juga
di antaranya sudah beberapa kali bersua karena memiliki komunitas yang sama
atau bertamu dan ataupun bersua di jalan. Alhamdulillah, di antara kami yang
hadir ini sudah memiliki pasangan. (So,
tidak ada peluang CLBK. Ups.... apa iya sudah ada yang cinta-cintaan di waktu
SD? Hehehe) Dan yang tidak kalah pentingnya, sebagian dari kami sudah
memiliki dua anak. (Semoga teman yang
belum dikaruniai anak, segera bisa terwujud)
Anak. Itulah yang menjadi pertanyaan guru kami itu setelah
beliau mencoba mengingat dan memastikan nama kami. Ia tidak tanya kami kerja di
mana dan berpenghasilan berapa. Ia bertanya, “sudah berapa anaknya?” atau
“punya [anak] berapa?” Saya sempat merenungkan perihal pertanyaan itu. Karena,
tidak semua dari kami membawa anak-anak kami. Tidak semua juga yang membawa
pasangannya. Melihat sebagian anak-anak dari teman masih banyak yang di bawah
tiga tahun (batita) dan bawah lima tahun (balita), beliau mengeluarkan
pertanyaan-pertanyaan susulan hingga akhirnya bekata, “sudah banyak ya cucu
ibu.”
Ya, cucu Ibu memang sudah banyak. Karena kami pun telah
beranjak tua. Kami, yang Ibu didik saat masih anak-anak, kini telah memasuki
usia dewasa. Bahkan, kami pun telah memiliki anak, yang Ibu Heni sebut “cucu”.
![]() |
antar kurus, berisi dan gemuk. Ups... jangan ada yang bahas lagi |
Teman-temanku. Kita masih sempat bersua. Kita masih bisa
berkomunikasi. Kita masih bisa berbagi cerita. Tetapi kebersamaan kala di
bangku SD itu telah berlalu sekitar 21 tahun lalu. Tepatnya sejak 1996. Dan kini,
2017. Kita masih bisa berkumpul walau tidak dengan formasi lengkap. Kita berkumpul
walau tidak dengan kemewahan. Kita berkumpul karena keikhlasan teman. Ikhlas
menjadi tuan rumah. Ikhlas datang ke tempat kegiatan. Ikhlas mendengarkan
kemabali petuah dari guru kita itu.
Ada baiknya petuah, nasehat, motivasi, dan saran dari guru
kita itu saya tuliskan di bagian tersendiri. Di simak saja tulisan selanjutnya
ya. Maklumlah, karena aktivitasku berkutat dengan dunia tulis menulis setiap
harinya, kadang jenuh juga. Ku harap teman-teman pengunjung blog ini tidak
jenuh menunggu kehadiran bagian tentang petuah dari guru kita, Ibu Heni.